Pencarian Hari keempat

20 3 0
                                    

"Arsen gue takut, bang angga, rio, bundaaaa. Dimana kalian kenapa kalian gak nyariin devinaaa?. Bundaaa tolongin devina bun. Devina kangen bunda sama yang lain. Devina takut disini bun".

"DEVINAAAA!!! TIDAKKKKK!!! DEVVVVV".

"Bun, bundaaa. Bunda bangun bunnn". Angga datang dengan rio dan membangunkan friska dari mimpi buruknya.

"Angga, rio. Adikmu ketakutan sendirian disana ngga. Bantuin devina sekarang. Devina ketakutan ngga, ri. Devinaa disana....".

"Bunda tenang dulu. Itu cuma mimpi".

"Angga bunda kangen devinaa. Dimana dia sekarang. Pasti dia butuh kitaa". Friska menangis dan masih terbaring di atas ranjangnya.

"Udah bun, bunda sebaiknya balik tidur lagi. Devina besok pasti udah ketemu bun".

"Janji ya ngga, besok devina bakal ketemu".

"Iya bun. Bunda balik tidur lagi gih".

Angga dan rio kembali ke ruang tamu untuk menonton acara sepak bola. Rasanya teriris melihat friska terbaring sakit sementara devina masih belum ketemu juga.

Di hati angga selalu berdo'a semoga diberi ketabahan dan kelapangan sabar untuk menerima ujian ini. Mau bagaimanapun ia anak pertama dan ia harus bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di rumah tersebut.

Pagi dengan embun pagi bersahaja di dedaunan, menjatuhkan diri ke rumput yang masih basah juga.
Kembali ku ingat saat kita belum seperti ini.
Dimana pagi hariku selalu berwarna dengan notif sederhana darimu.
Senyum yang tak pernah pudar, dengan tatapan mata dengan manik dan sorot yang indah.
Aku merindukan senyuman manis itu dan tatapan indahmu seperti kemarin saat hujan masih bisa reda dan aku masih bisa menemukanmu di ujung sana.
Dengan postur tubuh yang mungil yang selalu membenamkan wajah di pelukanku.

"Mana yam temen detektif lo?". Ujar iskak melihat dari atas. Karena mereka berkumpul di rumah william dan duduk di rooftop rumanya yang cukup teduh.

"Bentar lagi nyampe kok kak. Noh noh baru datengg".

"Sudah menunggu lama kah kalian disini?". Ujar laki - laki tinggi kurus berkacamata bundar dengan gaya potongan rambut batok. Terkesan culun namun masih terlihat berkharismatik.

"Enggak kok ndro. Ayo duduk dulu". William memersilakan temannya tersebut untuk duduk disana.

"Kenalin ndro, ini arsen dan ini iskak".

"Saya hendro".

Arsen dan iskak hanya mengangguk dan terpaksa menampakkan eskpresi tersenyum kepada hendro.

"Jadi bagaimana kah dengan teman kalian yang hilang tersebut. Sudah diketemukan apa belum?". Tanya hendro.

"Bused yam ni orang bahasanya sansekerta. Baku amat". Bisik iskak yang ada di sebelahnya.

"Udah lo diem dulu".

"Bagaimana. Kok kalian diam saja seperti patung?".

"Belum ketemu wahai sodara hendro yang terhormat. Jadi...".

"Bego, jawaban lo kek nyembah berhala kak". Bisik william kepada iskak dengan menarik kemeja yang ia pakai.

"Jadi gini ndro, devina belum ketemu sampai hari ini jug. Kira - kira lo bisa ikut bantuin nyari devina?". Ujar arsen.

"Sebentar dahulu kawan, apakah kalian ada yang memiliki foto teman kalian yang hilang tersebut?".

"Ini ndro". Arsen memperlihatkan foto devina yang ada di gallery hp nya.

EccedentesiastWhere stories live. Discover now