De Javu

35 5 0
                                    

Setelah cukup lama mencari tempat makan siang, arsen memarkirkan mobilnya di halaman cafe yang cukup luas. Ia menemukan cafe yang sangat bagus dan outdoor.

"Kan udah gue bilang, gue mau makan dirumah aja". Ujar devina yang masih tidak ingin turun dari mobil.

"Tapi gue udah parkir disini".

"Tapi gue gabisa jalan".

"Biar gue gendong".

"Enggakkk, malah jatohnya lo ngajakin makan orang lumpuh bego".

"Tolol, gue gapeduli sama orang - orang. Udah lo diem aja". Arsen segera turun dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk devina. Ia menggendong devina dan ia memasuki area cafe yang lumayan cukup banyak pengunjung.

"Bego gue malu kadal". Ujar devina yang kini menutupi wajah cantiknya dengan tangannya dan beberapa kali sembunyi dibalik dada bidang arsen.

"Udah lo diem aja". Arsen segera mencari tempat duduk yang nyaman untuk mereka.

Setelah mendapatkan tempat duduk yaitu lesehan. Arsen memanggil pelayan dan memesan makanan.

"Lo gak malu?". Tanya devina yang kini duduk di hadapannya.

"Gue lebih malu lo gapake baju".

"Bangkee lo". Devina melempar tissu kemuka arsen. Sementara arsen hanya terkekeh saja.

Setelah pesanan tiba. Mereka langsung melahap hidangan tersebut. Karena jujur saja mereka sangat lapar. Setelah selesai makan mereka masih duduk disana sambil istirahat sejenak.

"Sini kaki lo". Ujar arsen yang menarik pelan kaki kanan devina yang terkilir.

"Lo mau apain?".

"Udah diem aja".

Arsen mengurut kaki devina dengan hati - hati. Karena ia sedikit bisa bagaimana urut - mengurut yang telah diajarkan kakeknya dulu. Meski pelan - pelan tapi devina masih saja meringis kesakitan.

"Goblok sakit banget pe'ax". Devina membenamkan wajahnya diatas meja karena ia benar - benar kesakitan.

Arsen hanya terdiam saja mendengar ocehan devina yang merasakan sakit tersebut. Karena jika ia menjawab pun malah jadinya debat.

"Udah. Coba lo gerakin dikit". Arsen meminta devina untuk menggerakkan kakinya yang telah di urut.

"Lumayan". Jawab devina sambil menggerak - gerakkan kakinya.

"Nah, lo udah bisa jalan lagi sekarang".

"Lo belajar ngurut darimana?".

"Dari pijet urut ++".

"Dih, najis".

Arsen selalu saja menggoda devina. Karena sangat lucu ketika muka devina berubah menjadi cemberut dan marah. Setelah selesai, mereka meninggalakan tempat dan arsen mengantarkan devina untuk pulang.

Sesampainya di rumah, seperti biasa. Devina seperti hidup sebatang kara. Namun hanya ditemani 3 pembantu yang bisa mengobati sedikit rasa gabut devina dirumah.

"Rumah lo sepi banget". Ujar arsen yang kini duduk di ruang tamu bersama devina.

"Tiap hari juga gini udah biasa". Jawab devina dan tak selang dari beberapa menit. Bi sarah datang dan membawa 2 gelas sirup jeruk untuk mereka.

"Untung lo masih ada pembantu". Ujar arsen sambil meminum sirup yang telah dihidangkan.

"Kenapa emangnya?".

"Yaa masih mending gak terlalu sepi - sepi banget".

"Makanya lo juga cari pembantu".

"Lo mau?".

EccedentesiastWhere stories live. Discover now