27). WILLIAM XVI

13 6 0
                                    

16 Tahun lalu-Milan, Italia (2006)

.
.
.

"Sejauh apa hubungan mu dengannya?"

"Siapa?"

"Lendrina."

William yang tadinya sudah memejamkan mata kembali membukanya, menatap View yang berbaring disampingnya, Laki-laki itu sengaja menyuruh View tidur disampingnya, berbagi tempat tidur sempit ini untuk berdua.

"Jangan menyebut namanya, View."

William benar-benar tidak bisa berbohong jika perasaannya pada Lendrina kini semakin kuat, dan dia tidak bisa merasakan apapun saat bersama View, bahkan degup jantungnya tak berdetak sekuat saat dia bersama Lendrina ataupun Yasmine, jauh didalam hatinya masih tersimpan nama Yasmine disana, namun tidak menepis kemungkinan jika dis juga butuh Lendrina untuk menemani hari-hari nya.

Ia adalah orang paling munafik jika mengatakan bahwa hanya ada satu perempuan dihidup nya, semua yang ia katakan pada View, hanya sebagai obat penenang. Jauh didalam hati nya sudah ada Yasmine yang lebih dulu menempatkan diri, hingga akhirnya takdir mengantarkan dirinya pada Lendrina, terlalu tidak mungkin untuk William melepaskan Lendrina karena dirinya sudah lebih dulu mengejar gadis itu ketimbang tidur dengan View.

"Kau lebih membutuhkan nya. Lalu untuk apa ada aku?"

William mengusap rambut View, memaksakan senyumnya walaupun sulit "Aku bertaruh dengan temanku, ini hanya permainan, jangan terlalu menganggap nya serius."

"Aku mengenal mu—"

"Bisakah kita berhenti membahas ini?" William menahan mati-matian emosi nya agar tidak meledak. Emosionalnya benar-benar sulit untuk di kontrol jika mereka membicarakan ini lebih dalam.

"Jangan membebankan dirimu sendiri untuk memikirkan hal yang tidak-tidak tentangku. Itu berpengaruh pada kandungan mu, biarkan kita berdua hidup dengan tenang, jangan memancing ku untuk mengatakan hal yang sebenarnya tidak ingin kau dengarkan."

"Kita akan menikah, kau sudah jadi satu-satunya, apa itu kurang untuk membuatmu percaya kalau kau sudah satu-satunya? Aku menahan sakit ku untukmu, hingga aku berada disini sekarang, dan kau masih membahas hal hal tidak masuk akal itu?

View menatap tak percaya "Kau mencintaiku?"

"Tentu saja."

"Kalau begitu katakan."

William bungkam seribu bahasa saat dia diminta untuk mengucapkan kata-kata itu, lidahnya mendadak beku dan tak bisa lagi melontarkan kalimat apapun sekarang, di tidak akan mungkin mengatakan mencintai View tapi perasaan nya berkata lain.

"Kau memang tidak pernah mencintaiku, dan bagaimana bisa kau mencintai seseorang jika prinsip hidup mu saja mengatakan cinta itu tidak ada, kau bahkan tidak pernah mempercayai cinta dan kau tidak pernah memerlukan aku dihidup mu!"

"Bisa kah kita berhenti mendebatkan hal yang sama? Aku muak dengan ini, sungguh." Tatapan tajam William mulai terlihat, menatap View yang terus memancing kekesalannya. Dia menahan diri mati-matian untuk tidak meledakkan bom itu, namun View sengaja membakar sumbu nya.

"Apa kau pikir aku—"

Tangan yang sejak tadi hanya diam kini bergerak untuk membungkam mulut View hingga membuat perempuan itu memukul-mukul kuat tangan yang kini menahan mulutnya untuk berbicara, William bergerak untuk mengangkat sedikit tubuhnya dan mengecup leher View dan melanjutkan untuk memberi sentuhan lebih, tangan yang tadinya berada di mulut kini beralih untuk menahan kedua tangan View diatas kepala perempuan itu, dan tangan satu lagi bergerak liar di dibalik baju yang View kenakan, William bahkan menyibakkan sedikit pakaian perempuan itu, hingga sebuah lenguhan terdengar, dan setelah itu William dapat mendengar suara pintu yang terkunci dari luar dan suara Luke yang mengingat para suster untuk tak mengunjungi William, sangat beruntung untuk semua orang jika memiliki teman seperti Luke.

Tapi sepertinya pikiran William tidak sejauh pikiran Luke, laki-laki itu perlahan mengangkat kembali kepalanya untuk menetapkan View setelah meninggalkan tanda samar samar pada dada perempuan itu, William mendekatkan bibirnya pada bibir View, tapi tidak melakukan hal apapun selama hampir lima detik.

"Kau tahu aku tidak akan tidur dengan orang yang sama dua kali kan?" William terkekeh dia menarik diri dan menjatuhkan dirinya ditempat nya seperti tadi "Aku melakukannya hanya untuk membuat mu diam."

"Aku sudah menduganya."

"Sekali lagi, jangan bebankan dirimu untuk memikirkan apa yang tidak tidak tentangku."

"Lalu berhentilah membuat ku curiga." Balas View sengit.

"Bagaimana bisa Ayahku mengenal mu?" William mengalihkan, ia sangat penasaran saat pria itu dengan mantap membiarkan View menjaganya untuk malam ini, tidak ada satupun perempuan yang dikenal oleh Kolo sebagai kekasihnya. Dan sepertinya pria itu juga tak perduli tentang itu.

"Aku bertemu dengan Ayahmu saat hendak masuk, jadi aku mempersilahkan nya lebih dulu karena aku tahu dia Ayahmu."

"Lalu?"

"Lalu dia menanyakan namaku dan apa hubungan ku—"

"Apa yang kau katakan?" Laki-laki itu panik sekarang.

"Aku tahu menempatkan diri William, jadi aku bilang kalau kita berteman." William menghela nafas lega mendengar itu, dia belum siap menerima tamparan dari Ayahnya atau pukulan dari kakeknya, maka dari itu William menutup rapat dengan apa yang terjadi pada hubungan asmaranya.

"Terimakasih."

"Apa yang kalian bahas? Kenapa saat keluar dari ruangan mu tadi, wajahnya pucat?"

"Dia terlalu banyak bekerja View, jangan heran jika dengan tiba-tiba wajahnya pucat dan dia tidak merasa enak pada tubuhnya. Itu sangat sering terjadi."

"Lalu apa yang akan dia lakukan di Columbarium?"

"Columbarium?" Ini bukan kali pertama William mendengar ayahnya pergi ke rumah abu. Entah apa yang akan pria itu lakukan disana, tidak ada anggota keluarga mereka yang di kremasi saat meninggal, Neneknya dimakamkan di Inggris, tempat dimana wanita itu lahir, lalu istri Krist, juga dimakankan tanpa ada proses kremasi. Jadi ini juga menjadi tanda tanya besar untuk apa Kolo selalu menyempatkan diri untuk pergi ke Columbarium setiap minggu, walaupun jadwal nya yang padat.

"Aku bertanya pada ibuku tentang itu, namun dia tidak mau memberitahukan nya padaku."

"Ayahmu sangat misterius."

"Benar, mungkin itu yang membuat ibuku pergi dan memilih untuk tidak melanjutkan pernikahan mereka."

"Ah.." William mengingat sesuatu "Aku meninggalkan jam tanganku di kasur pagi tadi.."

"Jam tangan?" View mengerutkan keningnya "Tidak ada satupun barang mu yang tertinggal di apartemen."

.
.
.

To Be Continued..

Giocare Per Amore E MorteOù les histoires vivent. Découvrez maintenant