55). WILLIAM XLV - POINT PROBLEM [18+]

12 4 0
                                    

16 Tahun lalu — Milan, Italia (2006)

.
.
.

09:35

Pagi ini, tidak secerah biasanya walaupun matahari bersinar terang diatas langit. Tidak ada satupun dari lingkaran hitam yang menampakkan diri mereka disekolah senin ini, tak peduli jika ujian sedang berlangsung. Mereka mendapat privilge, kenapa tidak menggunakan nya sebaik mungkin?

William duduk di balkon kamarnya, menikmati udara pagi yang masih sedikit terasa. Senyumnya terulas saat mengingat senyuman Steve yang biasanya menyapanya setiap pagi.

"Selamat pagi tuan, apa ada ingin sarapan sekarang?" Steve masuk kekamar William saat laki-laki itu diberi izin.

William terkekeh saat melihat wajah penuh senyuman itu membawakannya nampan berisi makanan dan segelas susu "Apa kau sudah makan?"

"Tenang saja tuan—"

"Duduk disana dan habiskan. Aku akan pergi sekarang, jangan katakan pada kakek jika aku tidak sarapan." William menjentikkan jarinya, menepuk pundak Steve dan berlalu pergi dari sana.

"Terlalu cepat, Steve.." Laki-laki itu terkekeh, merasakan pedih saat mengingat senyuman tenang Steve yang selalu ada dirumah ini dan menjaganya "Kita bahkan belum berkeliling Meksiko tapi kau memilih menemui Tuhan lebih dulu."

M, Mikha..

Mikha? K, kau? Kau melakukannya untuk ku?

Mikha adalah putra—”

William terkekeh "Bahkan sampai kau mati pun kau masih mengajakku bermain." Steve sangat suka bermain teka teki, biasanya laki-laki itu akan bermain-main bersama William diwaktu senggang mereka.

"Putra siapa dia, Steve.." lirihnya.

"Apa kau baik-baik saja?" William sedikit tersentak saat sebuah tangan melingkar pada lehernya, William mendongak, ia terkekeh geli saat mendapati Lendrina datang dengan senyuman indahnya.

"Aku baik-baik saja, jangan khawatir." William menarik Lendrina untuk duduk dipangkuannya, ia memeluk pinggang gadis cantik itu.

"Tapi kau tidak terlihat baik-baik sana." Lendrina mengusap wajah kekasih lembut.

"Terlalu tiba-tiba." William tersenyum "Tapi aku sudah baik-baik saja sekarang, bagaimana dengan Luzie?"

"David datang menemaninya tadi malam. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan karena hingga pagi tadi David masih menemani nya."

"Ares dan David dekat, mereka bertiga berteman, jangan heran." William mengecup pipi Lendrina.

"Kau sudah sarapan?"

William menggeleng "Aku terlalu malas untuk pergi kemeja makan, lagi pula tidak ada aturan untuk makan dimeja makan saat pagi."

Lendrina terkekeh geli mendengarnya, William selalu saja memilki jawaban untuk membalas perkataan orang lain.

"Banyak yang terjadi akhir-akhir ini, Na.." lirih William "Dan takdir itu mengincar banyak dari kami."

"Jika selanjutnya aku, apa kau akan baik-baik saja?"

"Kau meninggalkanku?"

"Apa kau siap jika itu terjadi? Ah, kurasa kau siap kau bahkan membuat ku masuk rumah sakit dua kali."

"Jika aku mengatakan tidak.. apa kau akan tetap ikut dengan garis takdir?"

"Aku akan tetap ikut." William merapikan anakan rambut kekasihnya "Aku bukan tuhan yang bisa mengubah garis takdir. Jadi memastikan dirimu siap adalah yang utama."

Giocare Per Amore E MorteWo Geschichten leben. Entdecke jetzt