5. Infamous

619 72 3
                                    

Keesokan paginya, lagi-lagi Hanbin mendapati putra sulungnya ditindas. Kali ini, di koridor sekolah. Tiga orang pemuda yang sama dengan kemarin menyenggol bahunya dan mendorongnya kasar ke tembok, membuat buku-bukunya jatuh berserakan.

"Kamu tuh.. lawan harusnya, jangan diem aja," Hanbin menghampiri Yejun dengan tergesa dan membantunya membereskan buku-bukunya.

"Nggak apa," Yejun memberinya seulas senyum tipis. "Lagian gue bisa apa?"

"Aku boleh tanya sesuatu? Tentang yang mereka bilang kemaren itu.." ujar Hanbin hati-hati.

- - -

"Mereka bully gue karna gue pernah mergokin sesuatu yang nggak harus. Tadinya mah baik-baik aja," ujar Yejun setelah ia menyeruput sekotak susu yang baru saja Hanbin belikan. Kantin masih sepi di pagi hari, mereka pikir aman bergosip sedikit disana.

"Maksudnya?" Hanbin menaikkan sebelah alisnya.

"Kalo lo suka stay sampe larut di sekolah, lo juga akan liat sendiri. Udah yuk, ke kelas nanti telat."

"Oh iya.. Yejun, yang kemaren itu pacar kamu?"

"Gunwook? Bukan.." Yejun tersenyum malu. "But sometimes, I wish he was. Dia perhatian banget dari dulu. Dia ngerti kalo papa gue jarang ada buat gue, jadi dia yang berusaha replace itu semua. Dia ngajakin gue pulang bareng, selalu nanya kabar gue, apa gue udah makan. Bahkan sekarang abis pisah sekolah karna dia milih kelas internasional, dia masih jemput gue dan nganterin gue pulang..."

"Jadi menurutmu, papa kamu kurang perhatian? Gimana kalo sebenernya beliau cuma sibuk nyari nafkah buat kamu sama Yujin?" Hanbin bertanya dengan nada sedikit dingin, dan itu mengejutkan Yejun. "Aku tau, mama sama papamu nikah terlalu muda. Aku juga tau keadaan keluarga kamu sekarang, papa yang cerita ke aku. Jadi menurutku, dia bukannya nggak ada waktu buat kamu. Tapi emang keadaannya yang nggak memungkinkan. Kalo mama kamu gimana?"

"Mama sama aja, Ben. Malah lebih parah. Mama sibuk main sama temen-temennya terus, sampe kadang kayak lupa kalo di rumah punya anak. Mama juga udah jarang kasih uang jajan, makanya Yujin kerja. Kadang sampe lupa makan, sering banget dia sampe sakit. Badannya juga habis karna jarang tidur cukup. Mama tau, tapi mama nggak peduli dan nggak repot-repot juga bikinin dia bekal."

Hanbin pun diam-diam merutuki Zhanghao di dalam hatinya. Bukankah ia yang dulu bersikeras mempertahankan anak-anaknya, mengapa ia juga yang mengabaikan mereka?


- - - - -


"Namanya Zhanghao, dulu dia murid paling pintar. Dia terkenal karna apa? Anak-anaknya lahir sebelum dia lulus dari sini."

"Wah.. kok bisa-bisanya ya stasiun TV nerima dia jadi pembawa berita? Bukannya itu ngerusak reputasi?"

"Mungkin dia dapetin dengan buka kakinya. Bukannya dia emang keliatan kayak gitu? Liat caranya dia senyum.. bikin muak. Sama aja kayak anak-anaknya. Mereka juga bakal bernasib sama kayak dia."

"Well, mereka manis. Senyumnya bikin ikutan senyum, kulitnya juga seputih susu?"

"Bukan itu maksud gue. Mukanya tuh... muka-muka yang bakal hamil di luar nikah. Apalagi Yujin.. mana dia suka kegatelan. Yejun masih mendingan."

Hanbin yang sedari tadi hanya menguping kawan-kawan sekelasnya dari depan pintu mengepalkan tangannya. Ia baru saja akan maju saat dirasanya batasnya telah dicapai, namun seseorang melakukannya lebih dulu.

'Bugh'

Bogem mentah itu mendarat pada rahang Donghyun, ketua geng pembully yang kini tersungkur di lantai. Sudut bibirnya terkoyak, dan ia bangkit berdiri dengan susah payah.

18 AGAIN (BinHao / GyuJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang