45. How It Ends

289 20 9
                                    

5 YEARS LATER




Bocah laki-laki bersurai sedikit gondrong itu membuang kaleng minuman bersoda miliknya yang sudah kosong, lalu mendudukkan dirinya di bangku taman dekat rumahnya. Di atas pangkuannya terdapat buku diary dengan nama 'Han Yujin' tertera disana. Ia sudah menyiapkan diri untuk sekian lama, hanya untuk mengumpulkan kesanggupannya membuka lembaran-lembaran yang sudah usang itu.

Ia memulainya dari lembar yang pertama. Fotonya ketika baru saja lahir ke dunia tertera disana. Namun yang menarik perhatiannya adalah kalimat terakhir di halaman yang sama.

'Our son, Kim Jaeyun. Selamat datang di dunia.'

Jaeyun, bocah 10 tahun itu mengernyitkan dahinya dengan heran.

Namun, ia akhirnya menghabiskan waktunya di taman itu dengan membaca nyaris seluruh isi diary Yujin. Donghyun memberikan benda itu padanya sebagai hadiah Natal tahun lalu, dan kini ia paham betul mengapa.

Siapakah dirinya.

Hal-hal yang telah terjadi selama tahun-tahun pertama kehidupannya.

Dan yang terpenting.. siapa Yujin.

Ya, ia juga tidak terlalu bodoh untuk menyadari bahwa Donghyun bukanlah ibu kandungnya.

Namun Yujin? Tidak pernah sebelumnya ia menyangka bahwa lelaki mungil itu adalah yang melahirkannya dan terlebih...

"Jaeyun, kenapa nggak pulang?"

Suara lembut itu menyapa pendengarannya. Ia menoleh, mendapati sosok yang selalu memenuhi pikirannya itu disana.

"Hi Mommy," ujarnya gugup.

Yujin mengulaskan senyumnya, kemudian mendudukkan dirinya di samping Jaeyun.

"Gimana sekolahnya?" Yujin mengusap belakang kepala putranya.

"You ask me that everyday. Bosen, Mom. Nggak ada bedanya."

"Then tell me about that girl who hit on you the other day?" Yujin menggamit lengan Jaeyun dan menatapnya berbinar.

"I don't like girls. Aku bisa bebas kayaknya ngomong ini ke Mommy."

"Ooh.. oke."

"Papa marah nggak ya?"

"Nggak mungkin. Dia juga sama kayak kamu 'kan?"

"Iya juga," Jaeyun terkekeh pelan. "Mom.. aku udah selesai baca ini. Aku kembaliin ya.. ini 'kan punya Mommy..." diletakkannya diary Yujin di atas pangkuan si empunya.

"Aku minta maaf ya, Mom. Gara-gara aku.. Mommy jadi ketahan terus disini. Padahal Mommy harusnya udah ninggalin semua beban Mommy.. termasuk aku."

Jaeyun merangkul pinggang Yujin erat. Namun, yang dilihat orang-orang di taman tersebut, adalah bagaimana ia seperti memeluk udara.

Ya, Yujin telah kembali menjadi sosok tak kasat mata yang hanya menjaga dan bisa terlihat oleh Jaeyun.

- - -

"Kalo dipikir, kita yang paling beruntung di antara mereka semua."

"And why is that?" Yujin terkekeh, seraya berpindah ke sisi Gyuvin dan menumpukan dagunya di bahu lelaki itu.

"Cause you're still with me," Gyuvin menoleh pada Yujin, memberinya senyum segaris.

"Are you aware that I'm not exactly here anymore? Orang-orang ngeliatin Jaeyun kayak orang aneh tadi pas kita jalan pulang.. dan itu cuma contoh kecil. Kamu nggak keberatan bakal dicibir juga sama orang-orang, dikira gila? Aku nggak apa loh kalo pergi sekarang juga.. anak kita udah gede, kerjaan kamu udah stabil. Tugas aku buat nemenin kamu udah selesai," ujar Yujin lirih.

"Belum. Kamu belum selesaiin tugas terakhir kamu."

"Hm?"

"Grow old with me. Even tho I'm the only one who's going to get older."

Yujin pun mengangguk dan mengulas senyum tipis.

"Oke. Aku bakal pergi nanti, sama kamu."

Jaeyun yang mengintip dari celah pintu pun diam-diam menitikkan air matanya. Rupanya itulah rahasia terbesar yang akhirnya ia pelajari, bahwa sosok ibunya itu memang sudah tidak lagi di dunianya. Meski ia dan Gyuvin bisa melihat dan menyentuhnya, itu hanya untuk mereka saja.


- - - - -




The same day, another place.




"Nunggu lama nggak?"

Zhanghao menoleh dengan perlahan, senyumnya terkembang mendapati pria yang telah berhasil mencuri hatinya untuk kesekian kalo tengah berdiri di bawah pohon sakura.

"Hei! Nggak kok, nggak sama sekali. Aku baru sampe," Zhanghao yang sedari tadi duduk menunggu di bangku taman tersebut menggeleng ribut.

"Good then."

"Kamu tumben sih ngajak ketemuannya di luar? Biasanya langsung di rumah kamu?"

Pria yang mengenakan topi hitam di kepalanya itu lantas berlutut di hadapan Zhanghao dan membuka kotak beludru yang ia bawa. Menyodorkan kotak tersebut pada Zhanghao yang menatapnya berbinar sekaligus berkaca-kaca.

"Do I need to hear your answer first, or I can just put it on you?" senyum tipis yang terkesan begitu tampan itu ia beri pada Zhanghao yang sudah menitikkan air matanya. "Haohao.. kamu mau nggak jadi pendamping aku? Do you want to grow old with me?"

Zhanghao pun mengangguk tanpa berkata apa-apa, ia sudah terlalu sibuk menangis. Cincin berlian itu dalam sekejap berpindah ke jarinya yang lentik. Ia lalu mendongak, menatap langit dan meminta izin pada Hanbin di dalam hatinya.

Sebuah izin yang sederhana untuk melanjutkan hidup, juga sebuah janji bahwa ia tidak akan pernah melupakan Hanbin.

"Kita pulang ya, Ben?" bisiknya. "Kamu udah ditungguin Yejun di rumah."

"Sejak kapan sih kita pake aku-kamu?" Hanbin terkekeh gugup.

"Semenjak si bodoh ini buka matanya, mungkin," Zhanghao tersenyum simpul. Satu kecupan mendarat di dahinya.

Ini adalah akhir. Hanbin telah pulang ke rumahnya, sebagai Ben, dan kembali pada orang-orang yang merindukannya.




———— END —————





A/N : utangku lunas ^^

Terimakasih sudah menunggu walaupun ini rewrite, aku cuma kemas dengan cara yang beda aja.

18 AGAIN (BinHao / GyuJin)Where stories live. Discover now