24. His, At Last

332 26 2
                                    

"Cepet banget kamu pulangnya," Yujin menyambutku dari ruang tamu. Ia hanya mengenakan atasan piyama milikku yang kebesaran di tubuhnya, pahanya terpampang begitu saja dan mungkin ia tidak sadar. Aku pun menghampirinya dan menutupi kakinya dengan selimut.

"Bandel deh kamu. Udahan tidur siangnya?" kekehku.

"Bandel apanya sih? Kamu aja yang mesum! Selalu deh.." gerutunya.

"Mau dipakein minyak telon lagi nggak?" tanyaku sembari menelusupkan tanganku ke dalam pakaiannya, membuatnya menggeliat kecil.

Aku mengecup ujung hidungnya, membuatnya mengernyit dan terkikik. Kemudian, aku mengangkat tubuh ringkihnya dengan mudah dan membaringkannya di kasur. Ia sama sekali tidak protes, justru ia menarik tengkukku dan menyatukan kedua belah bibir kami.

Aku menggigit kecil pada bibir bawahnya yang kenyal, sebelum kecupanku turun pada rahang tirusnya berikut leher jenjangnya. Salah satu tanganku mengusapi paha dalamnya dan kian mendekat pada miliknya yang masih tertutup celana boxer. Aku terkejut ia tiba-tiba saja menutup rapat kakinya serta mendorongku menjauh.. itu cukup menjadi lampu merah untukku.

"Kenapa sih aku murah banget.. maunya disentuh kamu terus.. tapi aku nggak mau..." cicitnya. Aku lantas memekik pelan dan menghujani wajahnya dengan kecupan, ia benar-benar membuatku gemas.

"Ngomong apaan sih kok ribet gitu? Bukan murah namanya kalo sama-sama mau. Emangnya aku bayar kamu? Nggak 'kan?"

Ia menggeleng ribut, kemudian mendusalkan wajahnya di dadaku.

"Mau diusap-usap aja kayak biasa.. boleh? Biar aku tidur lagi," pintanya.

Aku kembali menelusupkan tanganku, menggapai punggung mungil yang sudah kuhafal betul setiap lekuknya. Mengusapinya dengan gerakan memutar, dan ia benar-benar tertidur sekitar 10 menit kemudian.

Aku memberi jarak di antara kami untuk mengamati wajah cantiknya. Bibir bawahnya mencebik, dan kedua alisnya sedikit terangkat. Namun, beberapa tanda kemerahan yang tercetak di lehernya seolah mengundangku lagi. Maka, aku benar-benar melepaskan pelukanku padanya dan memilih menyibukkan diriku dengan berbenah.

- - -

Dua jam telah berlalu, Yujin masih saja lelap dalam tidurnya. Sepertinya ia memang benar-benar lelah.. atau benar-benar sakit. Aku melirik amplop hasil periksa Yujin yang sedari tadi terletak di meja ruang tamu. Apakah lancang jika aku membukanya? Tapi.. ia selalu terbuka padaku bukan?

Aku membuka tali pengait di amplop tersebut dan mengeluarkan beberapa lembar kertas, menatapnya satu persatu dengan bingung. Aku sangat awam dengan istilah kedokteran, itu jelas.

Namun, dua lembar foto hitam-putih terjatuh saat aku membalik amplop coklat itu untuk mengosongkannya.. dan aku tidak sebodoh itu untuk tidak mengetahui apa yang ada disana.

Aku mengambil kedua foto tersebut dengan tangan gemetaran. Memotretnya dengan kamera ponselku sebelum aku mengembalikannya ke amplop seolah tidak terjadi apa-apa.

Yujin masih tidak terusik dalam tidurnya, ia hanya memutar tubuhnya menghadap tembok dan sedikit mengigau. Aku pun berbaring di sampingnya dan memeluknya dari belakang, mataku terasa panas. Aku tidak mengerti mengapa ia merasa harus menyembunyikan hal yang begitu besar dariku.


- - - - -


Malam harinya, aku lagi-lagi mengantar Yujin ke tempat kerja. Namun, yang kucari pertama— tentu saja Wooseok. Aku menunjukkan foto yang kuambil tadi siang padanya, meski aku masih belum percaya.

Wooseok menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan, lalu ia memberi tamparan keras pada pipiku.

"Sekarang juga lo putusin Minji. Jangan sampe lo bikin nasib Yujin sama ya kayak gue! Jangan jadi bajingan!!" bentaknya.

18 AGAIN (BinHao / GyuJin)Where stories live. Discover now