26. His Mom

378 32 1
                                    

Keesokan sorenya, aku sampai kembali di tempatku saat Gyuvin sudah pulang dari sekolah. Ia tengah sibuk mengganti seprai kami saat aku melangkah masuk. Rautnya terlihat murung, ia duduk dengan kepala tertunduk di kasur setelah ia selesai.

"Gyuvin? I'm home..." ujarku. Ia seketika mengangkat kepalanya dan merentangkan tangannya. Aku pun menghambur ke pelukannya dan memberi kecupan membabi buta pada wajahnya. "Kamu kenapa? Kok lesu gitu? Nggak enak badan?"

Ia menyunggingkan senyumnya, kemudian membawaku berbaring dan mendekapku erat.

"Aku abis ketemu sama mamaku tadi. It didn't go well.." ujarnya lirih.

"Hm? Kamu berantem sama mamamu?"

Gyuvin menyibakkan poninya, menampilkan luka memar yang tampak baru di dahinya.

"Dipukul pake vas bunga pas tadi di kafe deket sekolah. Sakitnya nggak seberapa.. tapi malunya itu loh," ia meringis. Aku meniup luka memar di dahi Gyuvin dan mengecupnya lama. Ia tersenyum seraya memejamkan matanya.

"Aku boleh tau nggak.. kenapa?"

"Bukan hal yang penting, mamaku emang kasar aja orangnya kalo udah adu mulut," Gyuvin mengibaskan tangannya.

"Kasian pacarku jidatnya biru," aku mengecup luka Gyuvin lagi. Ia terkekeh dan balas mengecupku, tepat di bibir.

"Jadinya.. kita udah official? Aku belum nembak kamu loh padahal?" ujarnya seraya mengerlingkan matanya.

"Emang perlu? Minji 'kan udah nggak ada.. otomatis aku pacar kamu sekarang, gantiin dia," dengusku.

"You're way more than just a boyfriend to me, Yujinnie. I want to grow old with you," ia kini menatapku dalam, sebelah tangannya masuk ke dalam sweater yang kukenakan, mengusapi punggungku seperti biasa.

"Gombal banget sih kamu.." aku terkikik, mendorongnya menjauh dariku. Ia benar-benar membuat pipiku memanas. "Jangan terlalu manis sama aku.. aku nggak biasa," ujarku seraya menggambar pola-pola kecil di dadanya.

"I'm just trying to be an ideal boyfriend here. Biar kamu nggak kemana-mana," Gyuvin menarikku mendekat dan memberi kecupan di pipiku.

"Emangnya aku bakal kemana?" tanyaku sedikit merajuk.

"Takutnya. You're just getting prettier everyday.. kayaknya kamu diliatin orang di jalan aja aku bisa cemburu deh.."

"Apaan sih! Udahan dong aku malu," aku mendusal pada dada Gyuvin, menghirup aroma tubuhnya yang menurutku menenangkan. "Eung.. Gyu, mamaku lagi disini. Kamu mau ketemu nggak? Kita makan malem bareng nanti?"

"Mamamu? Lagi nggak sibuk?" Gyuvin menatapku terkejut, dan aku pun memberinya anggukan cepat. "Aku nggak enak.. masa nggak kenal tiba-tiba makan malem?"

"Ya justru itu.. kenalan. Mamaku mau kenal sama kamu, karna aku bilang kamu orang yang paling jagain aku selama disini. Mau ya?" aku mengeluarkan jurusku.. yaitu bibir bawah yang mencebik dan tatapan yang memelas. Aku tau, kedua hal itu adalah kelemahan Gyuvin.

"Mama kamu tuh sebenernya ramah nggak orangnya?" Gyuvin memicingkan matanya.

"Gyu, kalo nggak ramah ngapain mau ajak kamu ketemu?"

"Iya sih.. oke. Pilihin aku baju ya? Aku nggak mau keliatan jelek di depan calon mertuaku," cengirnya.

Aku tau ini berlebihan, tapi rasanya jantungku baru saja jatuh ke perutku. Bagaimana ia mengatakannya di saat seperti ini terasa sangat berbeda meskipun aku yakin ia hanya bergurau.


- - - - -


Gyuvin's POV





Waktu telah menunjukkan pukul 7 malam saat aku dan Yujin-ku yang menggemaskan tiba di restoran daging yang sederhana namun lumayan terkenal di kota ini. Mereka tidak memiliki tempat duduk di dalamnya, hanya meja yang sangat rendah nyaris menyentuh tanah dan karpet. Aku rasa, ibu Yujin sengaja memilih tempat ini agar terkesan santai dan tidak mengintimidasi.

Berbagai perkiraan menghampiri benakku. Menurutku, benar-benar aneh bahwa pria itu tiba-tiba saja ingin bertemu denganku. Apakah Yujin telah memberitahu keluarganya mengenai kondisinya? Bisa saja bukan?

- - -

"Gyuvin, saya mau ngomong. Keluar sebentar yuk?"

Aku mendongak pada ibu Yujin yang telah lebih dulu berdiri dan mengulurkan tangannya. Aku bingung, sejak kapan honorific di antara kami juga ikut menghilang? Apakah kami sudah terlampau akrab? Aku menyambut tangan cantik itu, lalu mengikutinya keluar dari restoran.

Zhanghao memantik rokoknya, menawarkan sebatang padaku. Tentu saja aku menerimanya, kebetulan sekali.

"Oke, saya rasa kamu udah paham ya kenapa kamu diajak kesini. Saya yakin kamu juga udah tau tentang Yujin, walaupun dia masih ragu-ragu buat bilang sama kamu. Benar atau salah?" Zhanghao menunjuk ke arah wajahku dengan rokoknya. Mau tak mau, aku mengangguk takut-takut. "Jadi.. apa rencana kamu buat ke depannya?"

Aku menghela nafasku, sebelum akhirnya menghisap batang rokok yang terselip di kedua jariku.

"Sejujurnya, aku nggak tau. Aku udah bilang ke mamaku soal Yujin.. she didn't take it well," aku mengalihkan pandanganku, menatap lurus ke jalan raya. "Aku malah disuruh supaya berhenti sekolah aja. Mamaku udah nggak mau lagi biayain karna aku brengsek udah ngerusak anak orang. Aku belum bilang sih ke Yujin.. aku nggak mau dia kepikiran. Aku harus cari kerja sambilan, that's for sure. Tapi aku juga nggak mau dia tau kalo aku berhenti sekolah mulai tahun depan."

Zhanghao pun menepuk pucuk kepalaku dan menatapku simpati.

"Berapa yang kamu butuh buat bayar sekolah?" tanyanya.

"Emang.. kenapa?"

"Jangan berhenti. Kamu boleh sambil kerja, supaya nabung buat kalian. Tapi sekolah kamu jangan berhenti. Kalo pendidikan kamu bagus, kamu juga bakal bisa kasih kehidupan yang layak buat Yujin nanti. Saya juga nggak mau Yujin nikahin cowok yang asal-asalan. Saya nggak mau dia bikin kesalahan yang sama kayak saya dulu. I won't ask for anything in return.. just take care of my son well..."

Aku pun membawa Zhanghao ke dalam dekapanku, mataku memanas dibuatnya. Bagaimana bisa ia bersikap sebaik itu padaku, di saat aku telah merusak putranya?

"How am I supposed to act now? Sampe kapan aku harus pura-pura nggak tau? Apa dia nggak cukup percaya sama aku?" tanyaku kemudian.

"Sampe dia yang siap buat bilang sendiri. Dia terlalu sayang sama kamu, dia cuma nggak mau kamu kepikiran. Jangan berprasangka buruk sama Yujin ya.. saya tau Yujin, walaupun saya nggak sedeket itu sama dia. And you know why? It's because he is just another me. Oh iya.. mulai sekarang, kamu panggil saya Mama juga, mau 'kan?"

"Makasih ya, Ma. Aku janji, aku nggak akan pernah nyakitin anak mama."





.....tbc

—————

A/N : cie mama mertua :)

18 AGAIN (BinHao / GyuJin)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن