14. Smooches

399 42 1
                                    

Keesokan paginya pelajaran olahraga, dimana seluruh kelas dari angkatan yang sama disatukan di lapangan. Seperti biasa, pemanasan mereka adalah lari keliling tiga putaran. Namun, baru putaran pertama saja, Yujin sudah roboh. Ia jatuh tersungkur dan langsung tidak sadarkan diri, membuat kawan-kawannya lantas panik.

Hanbin berlari ke arahnya seperti orang kesetanan dan menggendongnya di punggung, lalu membawanya ke rumah sakit tanpa berkata apa-apa lagi pada yang lain. Ia juga langsung mengabari Zhanghao dan Gyuvin yang hari itu tidak masuk.

"Temen kamu ini kram perut karna stres dan terus-terusan telat makan. Besok-besok jangan sampe telat lagi, dia punya asam lambung yang lumayan akut," ujar dokter yang menangani Yujin.

"Oh thank God.. saya udah takut aja dia hamil," Hanbin mengusap wajahnya kasar.

"Kenapa memangnya? Dia aktif?"

"Saya nggak tau. Emang bisa dicek, dok?"

"Bisa, tapi sebaiknya jangan. Kecuali dengan persetujuan pasien, biar nggak pelanggaran privasi."

"Kamu padahal tinggal tanya sama aku.. aku juga nggak akan bohong," ujar Yujin sembari berusaha mendudukkan dirinya di kasur. Ia menatap Hanbin dengan raut kecewa. "Do I seem like a slut to you? Sampe kamu ngira aku hamil? Aku aja nggak punya pacar."

"Gyuvin?" Hanbin memicingkan matanya.

"Gila ya? Ya nggaklah. Mana berani juga Gyuvin nyentuh aku sembarangan. You're so annoying, sumpah. Aku jarang marah tapi rasanya sekarang pengen nampar kamu."

"Tampar aja kalo itu bikin kamu ngerasa lega...."

Yujin baru saja mengangkat tangannya, namun ia harus kembali meringis kesakitan karena kram di perutnya.

"Tuh. Kualat kamu sama calon papamu," Hanbin mengusak pipi Yujin dengan gemas. "Tiduran aja gih."

"Maunya sama Gyuvin.." cicit Yujin.

"Bucin banget sih. Bentar lagi juga dateng, tadi udah kukabarin."

Yujin pun lagi-lagi menatap Hanbin dengan sinis.

"Kayak kamu nggak bucin aja sama mama," umpatnya.

- - -

Gyuvin muncul dengan membawa makan siang untuk Yujin, berupa bento yang nasinya berbentuk kepala beruang. Yujin memakannya dengan lahap, sementara Hanbin memperhatikan interaksi mereka berdua dengan jarak yang lumayan karena tidak ingin mengganggu Yujin.

"Katanya kamu boleh pulang nanti kalo infusnya udah abis," ujar Gyuvin seraya mengusapi paha Yujin. Yujin mengangguk, kemudian memeluk Gyuvin dan bersandar di dadanya.

"Kamu bakal nemenin terus 'kan sampe aku pulang?" bisik Yujin. "Sibuk nggak?"

"Nggak kok. Akunya juga lagi nggak enak badan gini. Mending kita tidur siang nanti kalo makanan kamu udah turun," kekeh Gyuvin. Ia lalu mengusapi perut Yujin, membuat Hanbin yang sedari tadi memperhatikan mereka lantas membelalakkan matanya.

"Hus.. kamu jangan pegang-pegang perut aku, Ben tuh ngira aku hamil tau," dengus Yujin.

"Hah? Kapan bikinnya?" Gyuvin meringis.

"Entah. Kasih tau tuh.. orang kita cuma temenan."

"Yaudah, kapan-kapan bikin beneran aja."

"Ayo boleh! Tapi siapin cincin sama kata-kata lamaran juga ya?" Yujin mengadu kedua hidung mereka meski sedikit malu-malu.

"Hehe.. nanti deh, aku belum kerja Sayangkuuu.." Gyuvin mengecup pipi Yujin, membuat Hanbin yang belum bosan mengawasi mereka semakin kewalahan.

"Aku mau jalan-jalan dulu.. nanti kalo mamamu dateng bilang ya?" Hanbin bangkit dari tempat duduknya, kemudian berjalan menuju pintu ruang rawat tersebut.

"Oke. Have fun jalan-jalannya," sarkas Yujin.

"Dia lucu ya. Bener-bener kelakuannya seolah-olah dia papamu," kekeh Gyuvin.

"Probably because he's now dating my mom."

"Oh ya? Wah berani banget.. kok mamamu mau ya?"

"Mungkin karna dia mirip papa waktu muda.. versi lebih baiknya. Semoga aja kalo dia besar nanti nggak akan jadi pemabuk dan tukang main tangan kayak papa. Semakin dipikir, aku semakin nggak nyesel sih kehilangan papa. Mama jadi keliatan lebih bahagia," Yujin memaksakan senyumnya.

"Papa kamu nggak seburuk itu, kok. Inget nggak, dulu waktu kita masih kecil, papamu selalu ajak aku juga kemana pun kalian pergi? Your dad was a good man, Yujin. Mungkin semakin kesini jadi buruk karna tertekan."

"It doesn't matter anymore now, Gyu. He is gone forever. Mamaku juga kayaknya segampang itu lupain papa."

"Kamu gimana? Apa kamu kehilangan papamu?" tanya Gyuvin hati-hati.

"Iya dan nggak? Sebenernya nggak ada yang berubah. Papa emang udah jarang ada buat kami, terutama setahun belakangan ini. Jadinya pas tau papa udah pergi.. aku nggak terlalu terguncang. Sebenernya yang paling kehilangan disini Yejun sih.. Yejun 'kan anak kesayangan papa dari dulu. Mungkin karna Yejun cowok banget kali ya, hehe. Sedangkan aku lebih banyak bantu mama di dapur, ikut belanja sama mama. Ibarat aku anak mama, Yejun yang anak papa."

"Aku juga anak papamu," Gyuvin tersenyum kecut. "Aku juga kehilangan om, Yujin. Ngeliat kamu yang sama sekali belum nangis setelah papa kamu pergi, aku khawatir."

"Kata siapa, Gyu? Aku cuma nggak nangis depan kamu aja," raut Yujin berubah sendu. "Kamu pikir ini kenapa aku sampe sakit? Mau makan aja aku dari kemaren nggak bisa, kamu tau? I'm not that heartless, Gyu. Aku bukan robot.. aku juga punya perasaan."

"Maafin aku.." Gyuvin merengkuh Yujin dan mengecupi pucuk kepalanya. "Biar aku yang gantiin posisi papamu buat kamu ya? Bilang aku kalo kamu butuh apapun."

"Nggak usah.. aku butuh kamu sebagai Gyuvin aja," Yujin kembali menyunggingkan senyumnya.

"What I'm trying to say is, jangan sungkan. Aku siap jadi apapun yang kamu butuh."

"You know exactly what I want from you tho?"

"Apa?"

Yujin mengikis jarak di antara mereka, hingga kedua ranum itu bertemu dan menari lembut. Entah siapa yang memulai, namun Yujin yang mengakhiri karena kehabisan udara.




.....tbc


—————


A/N : hayo jadian ga tuh?

18 AGAIN (BinHao / GyuJin)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن