31. Bruised and Wounded

287 30 7
                                    

A few days later..





Pagi itu Yujin demam, terpaksa ia tidak berangkat ke kampusnya. Ia hanya diam di kamar, ia bahkan tidak punya tenaga untuk menuruni tangga. Sudah dua kali jam makan yang ia lewatkan, sementara Gyuvin yang juga sedang berada di rumah tidak repot-repot memeriksa keadaannya. Gyuvin pikir, Yujin memang marah padanya dan tidak ingin melihatnya dulu.

Namun, sekitar pukul 3 sore, Jaeyun menangis keras karena rindu pada ibunya. Maka, mau tak mau Gyuvin membawanya ke kamar Yujin untuk mendiamkannya.

"Jaeyun nangis nih, minta digendong kamu," ucapnya datar. "Kamu apaan sih, ngambeknya kayak bocah segala nggak mau keluar kamar."

Yujin mendudukkan dirinya dengan susah payah, lalu meraih masker dari laci nakas. Mengenakannya, barulah ia membawa Jaeyun ke dalam gendongannya.

"Kamu.. nggak enak badan?" Gyuvin menangkup kedua sisi leher Yujin. Yujin tidak menanggapinya, ia sibuk menimang Jaeyun dengan senyuman yang terkesan sendu di wajahnya.

"Baru pisah bentar sama mama aja kamu udah rewel ya nak.. gimana nanti kalo mama udah nggak disini," lirih Yujin.

"Maksud kamu apa?" ketus Gyuvin. "See? Kamu emang nggak sayang 'kan sama anakmu? Nanti kalo dia udah besar dan nanyain kamu, aku harus jawab apa? Oh, sorry son, your mom was busy searching for a dick," Gyuvin tersenyum remeh. "Tapi aku udah mikir sampe sana sih. Apa coba yang kamu cari dari aku."

"Are you trying to guilt trip me, again? Maksud aku bukan itu. I want to be happy, for once. I really have nothing left, not even my family.."

"Jaeyun is your family. Aneh kamu kalo ngomongnya gitu."

"Yeah, the only one I have and you're taking him away from me as well. So what do I end up with? Nothing. It's never been a win for me," Yujin kini dengan leluasa membiarkan air matanya terjatuh. "Mungkin akan lebih mudah kalo aku mati aja waktu itu. Dengan begitu, bener-bener cuma akan ada kamu berdua sama Jaeyun. Itu 'kan yang kamu mau? Buat apa kamu minta mereka selamatin aku, kalo adanya aku sekarang cuma buat jadi punching bag kamu tiap kamu marah? Apa lagi yang kamu mau dari aku, Gyu..."

Gyuvin membuka masker Yujin dengan paksa dan melumat bibirnya dengan rakus, tanpa aba-aba. Yujin sama sekali tidak bisa melawan, ia pasrah saat Gyuvin mendorongnya hingga telentang dan merebut Jaeyun yang masih menangis dari dekapannya. Membaringkan bayi malang itu di sisinya, sedangkan sang ayah kini mengukung Yujin dan mencengkeram kedua lengan kurusnya.

"Lepasin aku.." lirih Yujin.

"You're making me lose my patience, what an ungrateful little brat. You're paying for this. Sekarang kamu pilih. Mau layanin aku, atau mau aku pukul?"

"Kalo kamu bunuh aku aja.. gimana?" bisik Yujin tepat di depan bibir Gyuvin.

"Ooh.. nantangin kamu ya?" Gyuvin menjenggut surai Yujin dan membuatnya mendongak. Putra mereka menangis semakin keras, dan saat itulah tatapan Gyuvin seketika kembali melunak. Ia melepaskan Yujin, kemudian mendudukkan dirinya di sisi kasur dan terpaku menatap putranya.

"Kamu bisa keluar? Mungkin dia bakal tenang.. kalo kamu nggak ada di deket dia," ujar Yujin hati-hati. Ia kembali memasang maskernya, lalu membawa putranya mendekat dan menepuki perutnya.

Gyuvin menurut, pada akhirnya. Ia keluar dari kamar Yujin, dan tangis putranya seketika berhenti. Ia pun jatuh terduduk, bersandar pada pintu kamar Yujin seraya melipat kakinya ke dada.

Ia tau, bahwa saat itu juga, ia benar-benar telah kehilangan Jaeyun sekaligus Yujin-nya. Ia meraih ponselnya di saku, lalu menghubungi nomor terakhir yang tersimpan di kontaknya.




18 AGAIN (BinHao / GyuJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang