42. What The Heart Wants

285 23 14
                                    

Yujin's POV


Satu bulan berlalu, itu artinya aku hanya punya sisa 19 hari disini. Siang itu, aku menemani Jaeyun menonton setelah makan. Jam telah menunjukkan nyaris setengah 3. Aku duduk di antaranya dan Gyuvin, sembari memegangi mangkuk popcorn yang kubuatkan untuknya.

Jaeyun tiba-tiba terlihat mengantuk, kepalanya berkali-kali terjatuh.

"Jaeyunnie.. adek mau tidur?" tanyaku seraya mengusap punggungnya. Ia mengangguk dengan bibir yang dicebikkan. "Tapi Papi lagi tidur di kamar adek, kasian nanti kebangun. Disini aja ya?"

"Di kamar aku," sahut Gyuvin pelan. "Tidurin aja di kamar aku."

Aku menoleh padanya dan tersenyum kecil. Lalu menaruh mangkuk popcorn yang tersisa setengah itu di meja dan membawa Jaeyun ke dalam gendonganku. Entah, ia yang terlalu berat atau aku yang terlalu lemah. Aku pun meringis.

"Kuat nggak?" tanya Gyuvin. Ia menatapku sedikit khawatir. "Kalo nggak kuat nggak usah digendong. Dia udah gede, jangan dibiasain manja nanti keterusan."

Haha. Untuk sesaat aku pikir ia yang akan melakukannya. Namun aku harus berharap apa? Manusia tidak secepat itu berubah.

Aku lantas tetap menggendong Jaeyun ke kamar Gyuvin, lalu membaringkannya dengan hati-hati.

"Mau tidur sendiri apa ditemenin?" tanyaku. Ia memeluk leherku dan mengecup pipiku.

"Sama kakak. Biasanya tidur sama Papi.. tapi Papi lagi sakit. Nggak mau sendiri," ia tersenyum dengan sangat manis. Aku pun menangkup pipinya, mengusapinya dengan ibu jariku.

Ah, Jaeyun kecilku. Rasanya aku tidak keberatan menghabiskan waktu dengannya seperti ini.. sebagai apapun yang ia mau. Aku hanya ingin berada di sampingnya.

"Kakak cantiknya nangis," Jaeyun balas meraih pipiku dengan tangan mungilnya. "Kenapa nangis? Aku nakal ya?" ia bertanya, mengerjap polos.

Aku pun mengambil tangannya dan mengecupnya.

"Kakak sayang sama adek.." cicitku. "Kakak pengen ada di deket adek terus. Boleh?"

Jaeyun tiba-tiba saja duduk dan menghujani wajahku dengan kecupan, membuatku terkikik malu.

"Tapi kakak nggak boleh sedih terus.. janji? Kakak cantik.. kalo sedih nanti cantiknya ilang," ia kini memamerkan cengirannya.

See? Pintar sekali ia merayu.. aku benar-benar akan mencekik Donghyun nanti😒.

Aku naik ke kasur Gyuvin, membawa tubuh mungil putraku ke dalam pelukanku. Kami berhadapan, aku memainkan surainya hingga ia akhirnya benar-benar terlelap. Aku mempelajarinya dari Keum selama ini, bahwa putraku akan cepat sekali terlelap jika surainya dimainkan. Ia benar-benar sepertiku, untuk yang satu itu.

Aku lagi-lagi menitikkan air mataku saat aku memandangi wajah damainya. Ini.. momen ini akhirnya tiba setelah sekian lama aku hanya bisa mengawasinya. Aku bisa menyentuhnya dan memeluknya, rasanya hangat dan cukup. Aku sudah mencapai keinginan terbesarku, dan ini baru hari ketigapuluh aku disini.

"Maafin Mama, sayang.." ucapku pelan. "Mama nggak bisa lama-lama disini.. but atleast it was nice knowing you. You're such a good kid.."

Pintu kamar tiba-tiba saja dibuka kasar. Gyuvin bergegas masuk dan berdiri di samping kasur, menatapku seolah ia baru saja melihat hantu. Ia pasti mengintip kami sedari tadi.

Kenapa aku begitu ceroboh?

"Apa maksud kamu?" ujarnya dengan suara bergetar.

Sepandai-pandai tupai melompat—

18 AGAIN (BinHao / GyuJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang