21. He's Home

341 30 2
                                    

"Yujinnie..."

Aku baru saja akan bersantai di sofa dan menonton TV saat Gyuvin tiba-tiba saja mendudukkan dirinya di karpet dan menumpukan dagunya ke pahaku.

"Udahan dong ngambeknya.. pulang yuk?" rengeknya.

"Ih.. apaan sih? Itu tempat kamu.. ngapain ajak aku pulang?" hardikku. "Mending sekarang kamu beberes, terus pergi. Aku nggak nyaman berduaan sama kamu di tempat orang...."

"Berarti kalo di tempat kita.. mau 'kan?" Gyuvin memainkan kedua alisnya dengan jahil.

"Gyu.. aku nggak mood bercanda.. badanku lagi nggak enak oke?" keluhku. Aku pun menyandarkan punggungku dan memejamkan mataku, menahan rasa menusuk di perutku. "Kamu mau bantuin aku nggak? Beliin obat maag.. nanti uangnya aku ganti. Males banget ambil dompet di tas."

"Maag kamu kambuh? Udah berapa hari skip makan malem?" tanyanya seraya memicingkan matanya. Ia hafal betul kebiasaanku yang satu itu, jika aku terlalu sibuk.

"Baru kemaren.. beneran, nggak bohong kok aku. Beliin ya.. please?" aku menatapnya memelas.

"Ck.. kayak gini kok gaya-gayaan mau tinggal sendiri. Manja!" Gyuvin melayangkan protesnya, namun ia buru-buru bangkit berdiri dan menyambar jaketnya yang tersampir di sampingku.

Selang beberapa menit setelah Gyuvin pergi, Taeyoung kembali dan kali ini ia membawa kawannya yang lain.

"Serim kemana? Kok pulang-pulang udah beda lagi yang ikut?" tanyaku sembari memaksakan senyum. Bukan apa-apa, aku benar-benar merasa tidak sehat hari ini.

"Yujin.. lo sakit? Muka lo makin pucet!" seru Taeyoung. Ia menghampiriku dan menyentuh dahiku dengan punggung tangannya. "Lo agak demam, kak. Lo kelamaan nangis sih kak kemaren..."

"Ngaruh ya? Kebanyakan nangis bikin sakit? Oke.. kalo gitu aku nggak mau lagi nangisin dia. Rugi.. perut aku kayak diaduk-aduk sekarang," dengusku.

"Emang gitu.. gue juga kalo stres mau ujian nggak enak badan. Tapi pas udah kelar... lega. Intinya.. lo kalo ada masalah kelarin dulu coba kak. Jangan malah kayak gini, nanti bikin masalah baru," tanpa kusangka, itu kawan Taeyoung yang menyahutiku.

"Kamu cerita ya sama temenmu?" aku melirik Taeyoung dengan sedikit kecewa.

"Iya.. dia nanya kenapa lo tiba-tiba ada di rumah," sahutnya sembari meringis.

"Ya nggak usah ceritain masalah aku jugalah sama orang lain..."

"Seongmin bukan orang lain!" protesnya.

"Buat kamu. Buat aku 'kan iya.. gimana sih?"

"Santai aja.. gue nggak pusing kok sama urusan orang lain. Cuma kasian aja liat lo kayak gini," Seongmin tersenyum teduh dan mendudukkan dirinya di sampingku.

Sementara itu, rasa mualku benar-benar tidak bisa ditahan lagi. Aku bergegas ke kamar mandi dan memuntahkan sarapanku ke dalam kloset, sembari menangis karena aku benci rasa kram yang ikut muncul saat aku mengosongkan perutku.

Aku pun berbaring meringkuk di lantai kamar mandi yang dingin sembari mencengkeram perutku, berharap Gyuvin cepat kembali. Namun yang justru menemukanku beberapa menit kemudian, adalah Taeyoung.

"Gue khawatir soalnya lo nggak balik-balik ke ruang tamu," ujarnya seraya membantuku duduk dan bersandar di sisi bathtub. "Lo nggak mau ke dokter, kak? Gue anterin yuk?"

"Manja banget maag doang ke dokter. Udah biasa kayak gini.. biasanya mah Gyuvin yang ngurusin aku.. hahah," aku tertawa hambar. Taeyoung menautkan kedua alisnya, kemudian mengusapi sisi kepalaku dengan sebelah tangannya.

"Yujin.. lo pulang ya sama Gyuvin? Gue bukannya mau ngusir.. dan bukannya nggak seneng lo disini sama gue. Tapi lo tuh butuh dia.. liat, sekarang aja gue nggak bisa apa-apa pas lo kayak gini. Nanti malem berarti lo nggak kerja 'kan? Gunain waktu libur lo sebaik-baiknya buat ngomong sama dia. Gue tau dia keras kepala.. but I also happen to know that he loves you.."

Taeyoung menarikku ke pelukannya, sembari mengusapi punggungku. Dan entah sejak kapan, mual yang kurasakan tiba-tiba saja menghilang. Aku rasa, Seongmin benar, yang kubutuhkan hanya menenangkan pikiranku.




- - - - -




Gyuvin's POV



Dengan segala bujuk rayu, akhirnya aku berhasil membawa Yujin kembali ke tempatku. Ia merengek kecil saat aku menggendongnya dan membaringkannya di kasur kami dengan sedikit kasar dan menindihnya.

"Gyu.. berat.." cicitnya.

"Biarin. Aku kangen kamu," ujarku diakhiri kecupan di cuping bibirnya yang terlihat sedikit pucat.

"Jorok kamu.. aku belum sikat gigi abis tadi muntah," protesnya seraya mendorong dadaku menjauh. Hidungnya yang mancung itu mengernyit, dan kedua gigi depannya yang tersembul membuatnya semakin mirip dengan kelinci.

"Perutmu masih nggak enak?"

"Hmmm.. mau dipakein minyak telon," rengutnya.

"Bayi besar.. sini sini ujuju.." aku mendusali perutnya dengan gemas, kemudian mengambil minyak telon yang memang selalu tersedia di laci nakasku. Ia mengangkat kausnya, menampilkan perut rata tanpa otot miliknya yang selalu menjadi kesukaanku.

Aku menuangkan minyak telon ke tanganku dan mengusapi perutnya, membuatnya seketika memejamkan matanya dan mengulum senyumnya. Kini, ia terlihat seperti kucing yang sedang dimanja oleh pemiliknya...

...wait, that sounds so wrong. Pemilik? Aku? Pantaskah?

"Aku cuma butuh kamu," aku menariknya ke dalam pelukanku, kemudian meninggalkan kecupan panjang pada dahinya yang tersingkap. "Kamu mau apa buat makan siang? Kita pesen yuk?"

"Aku maunya masak.." ia mencebikkan bibir bawahnya.

"Nggak boleh, kamu lagi nggak enak badan. Aku mau manjain kamu hari ini. Mau apa, hm?"

"Mau minjem laptop kamu aja, boleh? Aku mau nge-vidcall mama. Makanannya terserah kamu aja deh.. kalo emang mau mesen," ia mendudukkan dirinya, dan aku pun mengambilkan laptop-ku yang kusimpan di dalam lemari pakaian.

"Nih. Password-nya tau nggak?" tanyaku.

"Hm? Apa?" ia menaikkan sebelah alisnya.

"Coba tebak aja. Kamu bisa pasti," cengirku.

Ia pun mendecakkan lidahnya dengan malas. Aku pergi ke ruang tengah untuk memberinya waktu sendiri. Beberapa menit kemudian aku mendengarnya memekik pelan.

"Ih Gyuvin kok kamu sok sweet gini sih.." ujarnya.

"Biar nggak lupa. Apa sih yang aku lupain tentang kamu?"

"Bacot!" dengusnya lagi. Aku menoleh, rasanya lega mendapati pipinya yang kembali bersemu merah.

Aku memutuskan untuk memesan sup ayam dan jeroan untuk makan siang kami, karena aku tau ia sangat menyukai makanan itu. Aku akan melakukan segala cara agar ia kembali merasa nyaman berada disini, dimulai dari hal-hal kecil.

Yujin adalah pemuda yang sederhana dan tidak banyak menuntut.. aku hanya harus mencoba lebih memahaminya dan juga diamnya.





.....tbc


—————


A/N : cie gajadi kabur kan lo hah??

18 AGAIN (BinHao / GyuJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang