9. It's An If

419 53 4
                                    

"Yah... hujan.." Yujin mengeluh sembari mengangkat tudung hoodie miliknya menutupi kepala. Namun, seseorang tiba-tiba saja memayunginya dan membuatnya mendongak.

"Loh? Kirain kamu udah pulang?" cicitnya. "Kamu tuh selalu muncul di saat genting deh, kayak bapak peri," Yujin berdiri, ia tidak menolak saat Hanbin memindahkan payung berwarna ungu itu ke tangan mungilnya.

"Aku tadinya mau main basket sama Yejun, tapi hujan. Ditungguin nggak reda juga.. mending pulang deh," dalih Hanbin.

"Ohh iya bener juga.. kamu belakangan ini sama dia terus," Yujin tersenyum lima jari. "Makasih ya. Semenjak latihan basket sama kamu, dia jadi nggak semurung biasanya."

"Hmm.. may I walk you home?"

"Ah.. nggak usah, toh abis ini juga aku naik bus. Aku nggak suka jalan kaki lama-lama kayak Yejun," ringis Yujin. "Duluan ya. Makasih payungnya."

Hanbin pun buru-buru ke kelas Yejun begitu Yujin melewati gerbang, menaruh payung berwarna hitam yang ia bawa di dalam tasnya ke atas meja.

Yejun masih tertidur, dan kelihatannya tidak akan bangun dalam waktu dekat. Ketara sekali ia kelelahan. Maka, Hanbin duduk di deretan depannya dan memilih untuk memperhatikannya.

Putra sulungnya begitu manis sekaligus tampan, dengan raut wajah dan fitur yang tajam persis dengan sang ibu. Sebelah tangan Hanbin terulur ke pucuk kepala Yejun, mengusak surainya dengan lembut.

"Yejun, bangun yuk. Udah sore, kamu nggak mau pulang?" ujarnya.

Yejun perlahan membuka matanya yang sedalam jelaga. Ia mengerjap, kemudian menguap sembari menutupi wajahnya dengan tangan.

"Ben.. lo nungguin?" gumam Yejun. "Lo bisa Matematika nggak? Tadi ada PR.. siapa tau mau bantuin. Ke rumah yuk?"

"Ke rumah kamu? Cowok yang kemaren marah nggak kalo aku mampir-mampir?"

"Nggak, nanti aku ajak juga, hehe," kekeh Yejun.


- - - - -


Di perjalanan pulang, Hanbin membeli sekotak kue bulan untuk Zhanghao. Yejun pikir Hanbin yang akan memakannya, ia heran saat Hanbin meletakkannya begitu saja di atas meja makannya.

"Siapa yang suka kue sagu?" heran Yejun.

"Mamamu. Kamu nggak tau?"

"Oh! Nggak, gue pikir mama nggak pernah ngemil."

"Piring kotor kamu numpuk. Bentar ya, aku cuci dulu. Kasian mama kamu capek nanti pulang kerja, sekali-kali kamu dong yang bantuin," Hanbin melirik wastafel yang penuh piring kotor bekas semalam dengan sedikit risih. Ia melepas jas sekolahnya, lalu menggulung lengan kemejanya dan mulai memilah piring-piring tersebut sesuai ukurannya.

- - -

Seusai mencuci piring, barulah Hanbin membantu Yejun mengerjakan PR-nya. Tentu saja Hanbin bisa melakukannya dengan mudah, ia sudah terlampau khatam dan ia memang dianugerahi otak encer serta memori yang panjang.

Sementara Gunwook yang baru tiba, ia memilih untuk menonton TV dengan Yujin di ruang tamu sebelum pemuda mungil itu harus berangkat kerja. Ia hanya sesekali melirik pada Yejun, ia tidak mencium bau-bau ancaman dari pemuda yang ia ketahui bernama Ben itu. Ia bahkan berulang kali mengatakan pada Yujin bahwa Ben begitu mirip ayah mereka ; ayah Yejun dan Yujin. Yujin tidak begitu setuju, namun entahlah, ia juga tidak ingat wajah ayahnya sewaktu muda.

"Kalo misal.. misalkan aja.. Yejun tiba-tiba jadian sama Ben kamu bakalan sedih nggak?" bisik Yujin. Gunwook seketika mengerutkan alisnya.

"Jangan bikin gue kepikiran.." dengusnya.

"Abis kamunya juga abu-abu. Temenan nggak kayak temen, tapi kalo ditanya bilangnya cuma temen. Aku juga kalo jadi Yejun bakal bingung sih?" Yujin meringis.

"Jangan. Pokoknya jangan sampe. Atau gue gangguin aja?"

"Gih."

"Yejunnie!" Gunwook pergi ke meja makan dan duduk begitu saja di samping Yejun, membuat pemuda itu terkejut. "Lagi apa?"

"Lagi pusing?" cengir Yejun.

Gunwook pun dengan mudah memindahkan Yejun ke pangkuannya dan memeluknya dari belakang.

"Lo tuh.. gue berat, main pangku aja," protes Yejun.

"Berat? Kata siapa?" Gunwook menaikkan sebelah alisnya.

"Kata gue. Udah sana temenin kakak, bentar lagi gue kelar kok. Jangan ganggu dulu.." ujar Yejun memelas.

"Oke. Abis kalian serius banget, bawaannya jadi pengen ngerecok..."

"Nggak aku ambil kok Yejun-nya, nggak usah takut," ujar Hanbin yang seketika mengerti.

"Bukan gitu.." cicit Gunwook.

Yejun kemudian bangkit dari pangkuan Gunwook dan mengusirnya lagi.

"I won't take long. 3 nomor lagi, janji."

Gunwook pun kembali menghampiri Yujin dengan wajah ditekuk.

"Temenmu cemburuan ya," Hanbin terkekeh pelan. Yejun pun tersenyum kecut dan menopang dagunya dengan tangan karena malu. "I think he likes you too."

"Nggak gitu. Emang udah kebiasa bareng aja dari kecil makanya agak posesif?" elak Yejun.

"Mana ada temen posesif. Udah, kalian berdua jangan denial. Nggak apa kok kalo mau pacaran, asalkan tau batasan ya?" Hanbin menepuk pucuk kepala Yejun dan mengusapnya lembut.

"Lo tuh.. bener-bener kayak bapak gue. Umur berapa sih lo?" kekeh Yejun, sedikit gugup.

"Di kehidupan lain, mungkin iya?" Hanbin menaikkan kedua alisnya, seolah menantang Yejun.

Hening. Barulah kemudian mereka tertawa gugup.

"Haaa, that's a good one," Yejun mengernyitkan hidungnya. "Kalo papa gue perhatian kayak lo, mungkin gue akan sedih ditinggal."



.....tbc


—————


A/N : hayolo. Ada yang cemburu :3

18 AGAIN (BinHao / GyuJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang