12. Making Peace

425 41 4
                                    

The next day..



Di hari yang masih cukup pagi, Yejun sudah harus memergoki Donghyun yang ditampar ayahnya di dalam ruangan pelatih basket mereka.

"Kalo kamu emang nggak bisa main, udah, berhenti aja. Nggak usah bikin malu papa kayak gini," Tuan Keum membentak Donghyun yang kini menangis tanpa suara.

"Sekali lagi maaf ya pak. Tapi anak Anda nggak bisa main di musim berikutnya, saya nggak mau ngerusak tim saya," Pak Yunseong tampak memberi permintaan maaf yang tulusnya ketara sekali dibuat-buat. "Lagipula, bapak juga udah nggak pernah ada toh setoran ke saya. Bapak terlalu percaya kalo anak bapak yang payah ini bisa main..."

Cukup.

Donghyun berlari keluar dari ruangan Pak Yunseong tanpa permisi, ia bahkan tidak sengaja menabrak Yejun dan jatuh terduduk di lantai.

"Keum.. ikut gue yuk ke taman belakang?"

"Oh.. hai.." cicit Donghyun.

- - -

"Gue nggak ngerti. Padahal gue udah ngelakuin semuanya yang diminta. Apa emang gue seburuk itu? Seandainya iya, kenapa nggak dari awal aja bilang kalo gue seharusnya nggak main di tim dia? Kenapa harus manfaatin gue dan papa gue dulu sampe dia bosen? Gue juga baru tau kalo selama ini dia meras papa.. gue pikir dengan nyerahin badan gue aja cukup," Donghyun berujar pelan, seolah takut orang lain dapat mendengarnya.

"Kalo gue boleh tau.. kenapa? Kenapa lo dikeluarin?"

"Over kuota. Mereka mau masukin Ben ke tim karna liat rekaman dia main di CCTV lapangan belakang. Pak Yunseong bilang, dia lebih butuh orang kayak Ben daripada gue. Ya gue nggak nyangkal sih, dia hebat, gue juga udah liat rekamannya tadi. Tapi kenapa tiba-tiba banget? Gue belum tau harus ngapain setelah ini?"

"Kalo kita sama-sama nyerah, gimana?" YEJUN menawarkannya senyum simpul. "Gue rasa gue juga nggak akan pernah masuk tim. Kita masuk ke klub lain aja, mulai semester depan. Mau? Musik, misalnya?"

"I've always loved music.. tapi gengsinya agak kurang ya?" Donghyun terkekeh pelan. "It's high school. Mungkin kalo untuk kuliah nanti gue akan pertimbangin."

"Apa yang lo kejar? Cuma gengsi?" Yejun mengambil sebelah tangan Donghyun dan merematnya.

"Gengsi, tenar, diseganin. I mean that's partly why I'm being a jerk towards you. Gue mau diakuin orang-orang kalo gue hebat. Maafin gue, Yejun. Harusnya gue nggak gitu.. apalagi, lo salah satu temen gue yang paling awet dari kecil walaupun lo udah tau gimana gue..."

"And I'm still your friend. Kalo lo butuh tempat curhat, atau sekedar butuh pujian.. ada gue kok. Lo nggak butuh pengakuan murid-murid disini. Kenapa? Karna menurut gue, lo udah hebat dengan cara lo sendiri...."

Donghyun membungkam Yejun dengan ciumannya, membuatnya terkesiap dan membeku di tempatnya.

"No.. don't get me wrong.." cicit Yejun setelah Donghyun melepaskan pagutannya yang sama sekali tidak Yejun balas. "I'm already seeing someone else."

"Oh ya? Bukan karna lo jijik sama gue yang udah langganan dijamah Pak Yunseong?" Donghyun tersenyum kecut.

"Bukan. Lagian, ada orang lain yang nungguin lo peka. Semoga aja lo nggak telat.."

Donghyun meraup ranum Yejun lagi karena merasa belum puas. Ia bahkan menekan tengkuk Yejun, memaksa lelaki itu untuk membalasnya.

Satu menit, dua menit berlalu. Yejun masih belum juga bergeming, ia justru menangis karena Donghyun menakutinya untuk alasan yang lain.

18 AGAIN (BinHao / GyuJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang