19. Pretend

296 28 5
                                    

Keesokan paginya saat aku pulang ke tempatku, aku tidak sengaja berpapasan dengan Minji di parkiran motor. Ia melambaikan tangannya padaku, maka aku pun melakukan yang sama.

"Pacarnya temen lo?" tanya Taeyoung. Aku hanya mengangguk acuh, kemudian bergegas menuju kamarku. Ia pun mengekoriku tanpa bertanya lagi. Kurasa, ia mengerti bahwa aku dalam mood yang buruk.

Aku membuka pintuku dengan tangan sedikit gemetaran, namun Gyuvin tampak sibuk sendiri. Ia berkutat di depan laptop-nya, dan hanya melirikku sebentar saat aku beranjak masuk.

Gyuvin membuntutiku ke dapur dan aku mengambilkannya minuman segar dari kulkas.

"Nggak mau nyapa aku?" tanya Gyuvin tanpa mengangkat kepalanya. "Kedua, lupa ya peraturan yang udah kita buat? Nggak boleh bawa tamu kalo nggak izin dulu? Who's your friend?" tanyanya bertubi-tubi. Seketika, aku merasa nyaliku menciut.

"Kamu juga nggak izin pas bawa Minji. Aku ketemu dia tadi di parkiran. Akhirnya kesampean juga ya, dia nginep disini. Udah ngapain aja?" ujarku dengan nada menantang, entah mengapa lidahku bergerak sendiri. Mungkin aku terlalu cemburu dan tidak terima karena ia menggertakku seperti itu.

"Dia pacar aku, jelaslah dia boleh kesini kapan aja. Lagian, kamu juga nggak pulang semalem. Kamu kemana?"

"Ke tempat gue, kak. Dia nggak mau ganggu lo sama pacar lo, katanya. Nggak usah ngotot gitu bisa?" ketus Taeyoung.

Gyuvin mendengus dan berjalan ke arah kami dengan raut mengeras. Aku bersembunyi di balik punggung Taeyoung, membenci bagaimana ia menatapku begitu nyalang.

"Gue bukan ngomong sama lo. Emang Yujin nggak punya mulut, hm?" Gyuvin mendorong bahu Taeyoung, membuatnya menjauh dari kami berdua. "Kenapa nggak kabarin aku kalo kamu nggak pulang?" Gyuvin kini kembali menatapku lagi dan menaikkan nada suaranya. Aku mengernyit, menahan air mataku agar tidak jatuh. Ia tidak pernah membentakku sebelumnya. "Tau nggak kalo aku nungguin kamu?"

"Kamu kenapa nggak nyariin aku?" ujarku tak mau kalah.

"Aku sibuk nugas, kurang jelas?"

"Sama Minji?"

"Aku minta dia nemenin aku disini, biar bisa nanya-nanya. Kamu pikir kita ngapain? Do you really think that low of me?"

Aku pun bungkam dan menatap Gyuvin berkaca-kaca.

"Maafin aku.. pikiran aku udah kemana-mana pas liat sepatunya Minji di depan. Karna selama ini kamu nggak kasih dia nginep.. kok tiba-tiba..."

"Kamu yang nggak kasih dia nginep, inget? Aku cuma nurutin kamu aja dari awal. Aku nggak keberatan, it's not a big deal for me dan asal kamu tau.. aku sama Minji juga tidurnya nggak sekasur. Aku tidur di sofa. Udah? Udahan cemburunya? Atau masih mau nuduh aku yang macem-macem?" Gyuvin masih belum melunakkan pandangannya padaku, dan aku merasa serba salah.

"Kayaknya gue nggak seharusnya disini.." cicit Taeyoung. Ia berjalan ke arah pintu tanpa pamit, dan aku pun mengikutinya.

"Taeyoung.. jalan yuk? Aku juga lagi nggak pengen disini," pintaku seraya menggamit lengannya dan membuatnya sontak menoleh. Ia lantas mengulaskan senyum segaris pada Gyuvin dan menggandeng tanganku. Mengabaikan Gyuvin yang mengepalkan kedua tangannya dengan marah.


- - - - -


"Yujin, lo ada apa sih sama temen sekamar lo?" tanya Taeyoung saat kami tiba di minimarket yang kami datangi subuh tadi.

Aku terdiam menatap minuman bersoda di hadapanku. Sesungguhnya, pertanyaan tersebut bukan sesuatu yang bisa kujawab.

Aku bahkan tidak tau...

"Kenapa pake cemburu segala sih? Kalian tuh kayaknya saling posesif ya? Jangan dibiasain.. nggak sehat buat pertemanan kalian," Taeyoung mengusapi bahuku pelan, membuatku seketika merasa sedikit tenang. "Atau jangan-jangan.. lo nyimpen rasa lebih ya, sama temen lo itu?"

Aku menggigit bibir bawahku sedikit keras. Entah mengapa, sakit sekali rasanya mendengar kenyataan itu dari mulut seseorang yang bahkan belum 24 jam mengenalku.

"Gue bisa bantuin lo, Yujin," ujarnya lagi. Kali ini, aku mendongak dan menatapnya dengan sedikit harap. "Kita panas-panasin. Kalo dari yang gue liat, temen lo itu emang suka juga sama lo. Cuma dia denial.. apalagi dia masih punya pacar cewek."

"Kenapa pake acara panas-panasin segala? Gimana kalo dia malah jadi benci sama aku?"

"Nggak mungkin. Namanya orang suka nggak ada istilah benci, kak. Adanya cemburu."

"Terus.. untungnya buat kamu apa kalo kamu bantuin aku?"

"I get to spend more time with you. It's a win win. I'm so into you. Tapi gue sadar diri.. hati lo udah jadi milik dia sepenuhnya."

"Cepet banget kamu ambil kesimpulan kayak gitu? Kita belum sehari kenal loh?" aku terkekeh dengan gugup.

Taeyoung menggeleng seraya menyunggingnya senyumnya, memamerkan deretan giginya yang rapih. Sebelah tangannya terulur dan menepuk pucuk kepalaku.

"Emangnya seiring berjalannya waktu, perasaan lo bakal berubah? Nggak mungkin. I can read you like a book. Once you fall, there's no going back. Jadinya.. gue cuma bakal bantuin lo aja. It's still my win anyway."

Taeyoung mengedipkan sebelah matanya dengan genit, dan saat itu pula aku merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja.





.....tbc


—————

A/N : who's with Youngtae on this?🤡

18 AGAIN (BinHao / GyuJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang