32. Fading Away

263 35 8
                                    

Satu minggu berlalu, dan kondisi Yujin memburuk. Kini, ia bahkan nyaris tidak sanggup bangkit dari tempat tidurnya. Kuliahnya sudah berhari-hari terbengkalai, ia hanya bisa mengandalkan Ben yang satu jurusan dengannya untuk meminjamkan catatan.

Yejun memohon pada Yujin untuk beristirahat di rumah mereka selama sakit, meski Zhanghao sedikit tidak setuju. Bukan apa-apa, tapi Zhanghao adalah ibu yang bekerja seharian dan Yejun juga disibukkan dengan kuliah, ia takut Yujin dan Jaeyun tidak terurus.

Yujin masih berusaha untuk mengurus sendiri segala kebutuhan putranya. Ketika Jaeyun menangis, ia mengumpulkan tenaganya yang entah datang dari mana untuk bangkit berdiri dan memberikan apa yang Jaeyun inginkan.

Namun, sore itu sepertinya adalah batas Seongmin. Ia memuntahkan banyak sekali darah ke lantai kamarnya, sementara Jaeyun menangis keras di sampingnya.

'Ya Tuhan.. jangan sekarang..' Yujin merapalkan doa di dalam hatinya. Ia benar-benar takut karena ia hanya berdua dengan Jaeyun, Yejun dan Gunwook belum kembali dari kampus mereka. Uluh hatinya terasa nyeri, padahal ia sudah sarapan dan makan siang meski hanya sedikit. Ia memang sudah tidak bisa lagi makan dalam porsi terlalu banyak karena gastritis akut yang ia derita sejak kecil sedang kambuh.

Dengan putus asa, ia akhirnya memutuskan untuk menghubungi Gyuvin. Ia tidak peduli bahwa Gyuvin sedang berlatih di agensi dan tidak bisa diganggu, ia hanya ingin seseorang menemani putranya di kala kesadarannya kian menipis.

Gyuvin tidak mengangkat panggilannya, sudah lima menit ia mencoba. Maka, ia tidak mempunyai pilihan selain Hanbin. Ia menghubungi pemuda itu dengan nafas yang tersengal, dan Hanbin pun buru-buru pergi di tengah jam pelajaran terakhir. Ia bergegas menuju rumah lamanya, ia bisa merasakan bahwa putra bungsunya dalam bahaya.

Hanbin masih bisa masuk ke dalam rumahnya, karena toh kode pintu memang tidak pernah diganti. Ia bergegas menuju kamar Yujin dan membuka lebar pintunya. Air matanya menitik begitu ia mendapati darah yang tercecer di lantai, dihampirinya putranya yang terbaring lemah dengan sedikit kesadarannya yang tersisa.

"Yujin.. kamu bisa denger aku?" tanya Hanbin seraya mengusapi sebelah pipi Yujin yang terlihat jauh lebih tirus dibanding kala terakhir mereka bertemu.

"Ben.." bisik Yujin. "Tolongin aku.. bikinin susu buat Jaeyun..."

Hanbin mengecup panjang pada dahi Yujin, kemudian membawa Jaeyun yang masih merengek pelan pada gendongannya. Ia bergegas ke dapur untuk membuat susu, dan Jaeyun berhenti menangis begitu perutnya terisi sedikit demi sedikit. Hanbin pun kembali membaringkannya di kasur Yujin, lalu mengambil kain pel untuk membersihkan darah Yujin di lantai kamarnya.

"Yujin.. apa yang kamu rasain sekarang?" Hanbin berlutut di sisi Yujin setelah ia selesai mengepel lantai. Yujin menggeleng, mencoba meraih tangan Hanbin meski gemetaran.

"Perih.. perutku perih, kayak kebakar.." Yujin menggumam.

"Kita ke rumah sakit ya? Aku takut kamu nggak ketolong," ujar Hanbin dengan nada membujuk.

"Tapi yang bayar rumah sakitnya siapa?" Yujin mengerutkan alisnya.

"Tenang, itu nggak usah kamu pikirin. Aku telpon ambulans."


- - - - -


Yujin kehilangan kesadarannya dalam perjalanan menuju rumah sakit. Hanbin mendekap erat Jaeyun di dalam gendongannya, menepuki punggung mungilnya hingga bayi itu tertidur lelap. Ia hanya tidak ingin putra Yujin merasakan detik-detik kritis sang ibu.

18 AGAIN (BinHao / GyuJin)Where stories live. Discover now