Part 20-Realize

305K 17.7K 422
                                    


Valeria membuka mata di pagi hari. Ia kebingungan melihat keadaan di sekitarnya. Dimana ia berada? Jam berapa ini?

Beberapa detik kemudian ia tersadar bahwa ia ada di kamarnya sendiri di rumah orangtuanya. Ia ingat bahwa Sean kemarin mengantarnya kemari sebelum keberangkatannya dan menitipkannya pada mama dan papanya.

Sean tidak berani meninggalkannya di rumah mereka sendiri meski rumah itu dipenuhi pengurus rumah karena ia tidak yakin ada yang bisa menjaga Valeria lebih baik dibanding orangtuanya sendiri. Valeria sebenarnya juga lebih senang berada di sini selama Sean pergi. Ia tidak akan kesepian. Ada mama papanya serta Felix dan tentunya Bik Sani.

Sebenarnya semua ini sangat sesuai dengan keinginannya. Ia ingin menjauh dari Sean dan selalu gagal, tapi kebetulan sekali tiba-tiba malah Sean yang menjauh darinya. Mungkin ini adalah sebuah kesempatan yang diberikan oleh Tuhan untuknya.

"Wah. Kamu dipulangkan suamimu ya?"

Valeria tersedak mendengar kata-kata Felix. Felix kemarin pulang larut malam dan baru bertemu Valeria pagi ini saat sarapan.

"Kakak jahat banget sih! Aku nggak dipulangkan Sean. Dia sedang ada urusan ke Kanada tau!" Valeria memprotes tidak terima sambil memakan rotinya.

Felix hanya tertawa sambil meminta kopi pada Bik Sani. "Kukira Sean sudah sadar dan mencampakkanmu, Ale."

"Felix, berhenti menggoda adikmu terus. Kamu tidak memikirkan perasaan Vally apa?!" Mamanya memarahi Felix.

"Memangnya seperti apa perasaan Ale sama suaminya itu, Ma? Bukannya mereka menikah terpaksa ya? Ale, memangnya kamu ada perasaan sama Sean ya?" Felix mendadak bertanya padanya lagi dan membuat Valeria terbatuk-batuk. Ia segera meminum jus jeruknya.

"Udah, ah!! Kak Felix ini! Vally tentu saja nggak ada perasaan ke Sean. Mau dia pergi seminggu kek, mau setahun kek, nggak ngefek kok. Jangan ngomongin dia lagi napa, Kak." Valeria mengoceh sambil mencuil rotinya hingga menjadi remah-remah.

Mamanya hanya menatap tingkah aneh Valeria sambil mengernyit.

"Daripada kamu bosan nggak ada Sean, kamu mau ikutan Kakak gak? Kita hang out bareng." Felix menawarkan.

"Kemana, Kak?" Valeria merespon dengan antusias. Selama hidupnya Felix tidak pernah mengajaknya keluar, kecuali jika Valeria memaksa. Tumben kakaknya ini baik padanya.

"Pagi ini sih mau modif mobil di bengkel ampe sore, abis itu malamnya kita futsal bareng temen-temen Kakak." Felix menjawab dengan santai.

"Kakak ini niat ngajak nggak sih!? Masa Vally hamil-hamil gini ngejar bola futsal!" Valeria bersungut-sungut kembali. Ternyata Felix hanya mengerjainya. Felix hanya tertawa.

"Ya udah, hari ini Kakak udah janji ama temen-temen. Besok ya Kakak ajak kamu keluar bareng kemana aja yang Ale mau."

"Bener ya, Kak!! Awas boong lho!"

Valeria menatap ponsel yang ia letakkan di atas meja makan bersebelahan dengan piringnya. Tidak ada pesan ataupun panggilan dari Sean. Apa Sean sudah sampai di sana ya? Berapa lama sih perjalanan ke Kanada? Bukannya itu tempatnya hampir di ujung bumi utara ya? Itu juga tempat asal Justin Bieber, Avril Lavigne dan Shawn Mendes bukan? Terus kenapa sih dirinya bertanya-tanya terus? Haiyah...

Valeria tidak mungkin menanyakan pertanyaan tersebut pada mama dan kakaknya. Gengsilah!! Bisa ketahuan kalau dia memikirkan Sean. Lagipula mama dan kakaknya tidak pernah ke Kanada. Paling jauh juga pernah wisata ke Cina dan Belanda.

Setelah mencari di Google, akhinya ia menemukan bahwa perjalanan ke Kanada memerlukan waktu seharian. Sean mengatakan ia berangkat malam, berarti ia baru akan mengabarkan kalau dirinya sudah sampai kira-kira besok malam atau besok pagi. Dan sekarang baru pukul delapan pagi. Jadi sekitar 20 jam lagi menjelang esok pagi. Ya, ampun! Kenapa lama sekali sih??!!

Valeria kembali menenangkan dirinya. Ia harus bersabar menunggu hingga besok pagi. Daripada tidak keruan memikirkan Sean, ia harus mencari kesibukan lain yang bermanfaat untuknya. Lalu kesibukan apa yang harus dilakukannya?

Valeria segera mencoret memasak dari daftar kegiatan pilihannya. Ia tidak mungkin memasak. Mamanya bisa histeris jika melihatnya memegang wajan. Ia juga tidak mungkin menjahit atau menyulam. Memasukkan benang ke lubang jarum saja ia sulit. Lagian dia mau menjahit apaan coba?

"Vally, lagi ngapain sih? Kok melamun aja?" mamanya yang muncul di depan pintu membuatnya tersadar dari lamunan. "Itu temen-temenmu datang tuh nunggu di ruang tamu."

"Teman-teman?" Valeria mengerutkan kening. Ia segera menuju ruang tamu dan mendapati Gwen, Indira, Maudy dan Dinda sedang duduk di sofa. Valeria merasa gembira karena kedatangan teman-temannya itu. Timingnya pas banget.

"Uda mandi lom, Val? Ntar gak mandi lagi mentang-mentang udah santai nggak sekolah." Indira bertanya.

"Ishhh!! Aku nggak mungkin jorok-jorok kayak gitu ah. Kalian kok tumben barengan kesini sih? Emang mau ngapaen?" Valeria ikut duduk di sofa sambil menaikkan kedua kakinya.

"Mau numpang makan di rumahmu, Val. Kamu ada camilan kan?" sahut Dinda.

"Tunggu bentar ya!!" Valeria segera melesat menuju lemari es dan mengambil ransumnya yang berupa snack, Pocky dan permen jelly. Ia juga melirik dapur dan melihat Bik Sani sudah menyiapkan minuman dan kue.

Alhasil mereka asyik ngerumpi dan bergosip selama beberapa jam sambil menghabiskan makanan.

"Val. Elo jangan makan beginian terus kalo lagi hamil!!" Gwen berbisik di dekatnya.

"Nggak kok, Gwen. Ini makanan juga udah kubeli lamaaa terus kesimpen di kulkas." Valeria menjawab tanpa rasa bersalah.

"Whattt!?" Gwen langsung mengambil bungkus makanan itu dan melihat tanggal kadaluwarsanya. Ia mendesah lega setelah melihatnya dan melirik kesal pada Vale yang sudah mengerjainya. Valeria hanya terkikik.

"Yuk, kita sekarang keluar bareng aja. Rencana kita tadi kan emang jjs bareng kan, Gwen?" Indira berdiri sambil melirik Valeria. "Gwen tadi ngajak kita, katanya kasian kamu Vale, ditinggal pacar seminggu. Pasti bete kan?"

Valeria merona. Ia menoleh pada Gwen siap untuk mengomeli sahabatnya itu. Gwen hanya meringis.

***

***


(END) SEAN AND VALERIANơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ