Part 19.2 - Dating

143K 9.8K 181
                                    

Jangan sampai jatuh cinta padanya...

Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di pikiran Valeria dan malah membuatnya semakin tidak tenang sepanjang hari. Bagaimana caranya supaya ia tidak terlanjur jatuh cinta pada Sean? Setiap hari ia bertemu Sean dan bersama dengannya. Kata orang, cinta bisa tumbuh dari kebersamaan dan itu membuatnya ketakutan.

Berarti ia harus meminimalisir kebersamaannya bersama Sean. Tapi bagaimana caranya? Ia tidak mungkin tidak dekat dengan Sean. Tiap malam ia tidur bersama Sean dan rutin melakukan hubungan suami istri dengannya. Baiklah, itu memang tidak bisa dihindari, tapi setidaknya selain di malam hari ia akan mencoba menjauh dari Sean. Sepertinya mudah karena tiap pagi hingga sore, Sean ada di kantor.

"Valeria, kamu melihat Pak Dira?" Sean tiba-tiba masuk ke kamar dan itu membuat terkesiap.

Sean menatapnya keheranan.

"Kau sudah pulang?" Valeria mengelus dadanya.

"Belum. Aku masih di kantor." Sean menjawab dengan kesal.

Valeria tidak membalas sarkasme Sean. "Tadi Pak Dira pamit bilang mau mengantar istrinya yang sakit ke dokter."

Sean mengangguk mengerti "Sudah makan?" Sean bertanya sambil melepas jam tangannya.

Setiap hari Sean menanyakan hal itu selalu. Valeria selalu menepati jadwal untuk makan setiap hari setelah ia hamil karena ia tahu ia bertanggung jawab untuk sebuah kehidupan. Mamanya menasehatinya apapun yang terjadi, entah ia merasa sedih ataupun senang ia harus ingat untuk makan. Sean sendiri belum tentu serajin dirinya dalam urusan makan.

"Belum.." Ia menjawab.

Sean sontak menoleh padanya dengan pandangan siap membunuh.

"Belum 4 piring, baru 3 kali sejak tadi Sean. Aku belum selesai bicara." Valeria tersenyum nakal.

Sean menahan geramannya dan berlalu menuju kamar mandi dengan kesal.

Memang Sean saja yang bisa mengucapkan sarkasme? Dia juga bisalah...Omong-omong kenapa dia malah jadi bercanda lagi dengan Sean?! Bagaimana sih?! Valeria harus mengingatkan dirinya sendiri kembali akan visi dan misinya untuk menjauhi Sean.

"Bagaimana harimu di sekolah?" Sean bertanya setelah terjadi keheningan selama sepersekian menit diantara mereka. Sean baru saja selesai mandi dan melakukan aktivitasnya seperti biasa di depan meja.

"Baik-baik saja." Valeria menjawab singkat.

"Kau bertemu anak itu?" Sean bertanya lagi. Maksudnya adalah Fabian.

"Tentu saja, aku sekelas dengannya. Itu hal yang tidak bisa kuhindari." Percuma juga berbohong pada Sean. Valeria tidak pandai berbohong..

Sean tidak bersuara selama beberapa saat setelah mendengar jawabannya.

"Valeria..." suara Sean terdengar kembali.

"Iya, Sean."

"Bisakah kau tidak menjauh seperti itu di sudut ruangan?! Aku sempat mengira dirimu adalah pot tanaman hias. Cepat kemari!" Sean tiba-tiba berdiri dari mejanya dan membentak.

Valeria yang sedari tadi berada di belakang sofa di sudut terjauh dari lokasi Sean spontan berdiri. Ia berjalan mendekat dan duduk di kursi yang biasa ditempatinya. Tadinya ia memang berencana menjauh dari Sean, tapi mungkin ia terlalu terang-terangan melakukannya. Ia jadi merasa agak konyol.

"Siang ini mengapa kau menyuruh sopir untuk menjemputmu?" Sean mulai menginterogasinya.

"Lalu aku harus menyuruh siapa? Menyuruhmu?" Valeria meringis.

Ia tidak menyangka Sean mempermasalahkan hal ini. Tadi siang saat pulang sekolah, ia langsung menelepon sopir untuk menjemputnya. Memang sih sebelumnya ia berencana menelepon Sean, tapi Sean baru saja bekerja ke kantornya hari ini setelah beberapa hari ini menemaninya. Masa ia harus mengganggu Sean lagi hanya untuk menjemputnya?

"Aku harus memastikan dirimu pulang ke rumah dan tidak memanfaatkan waktu saat aku tidak ada dengan berpergian apalagi kencan dengan pria lain."

Valeria ternganga mendengar pernyataan Sean. Sean sampai berpikir sejauh itu?! Tunggu dulu! Seharusnya ia sebagai istri yang biasanya memikirkan hal-hal semacam itu. "Memang kaupikir diriku gadis yang suka gonta-ganti pasangan?" Valeria memprotes.

"Aku tidak mengatakan persis seperti itu, tapi entah kenapa seringkali aku mendapatimu ada bersama pria lain. Entah itu Daniel ataupun mantanmu di sekolah itu. Aku tidak ingin hal itu terulang lagi karena saat ini kau hanya milikku! Mengerti?" Sean kembali menunjukkan wajahnya yang sedingin es.

Ucapan Sean benar-benar membuatnya geram. Memangnya Sean pikir selama ini dirinya sendiri adalah makhluk yang setia dan tanpa cela? Valeria berdiri dari tempat duduknya dengan seketika menantang Sean. Ia sudah tidak terlalu takut pada Sean.

"Aku tidak pernah mendekati Daniel jika memang penting bagimu untuk mengetahuinya. Dan tentang Fabian, saat itu aku sedang berencana memutuskannya tanpa sepengetahuanmu, tapi sialnya kau ada disana sebelum aku selesai mengucapkannya. Aku hanya pergi menonton film dengannya, bukan melakukan hal nista seperti membawanya ke kamar dan tidur semalaman bersamanya seperti yang kaulakukan saat membawa pelacurmu itu ke apartemen!" Valeria akhirnya mengeluarkan uneg-unegnya dengan sempurna. Sean tercengang menatapnya.

"Aku sudah mengatakan aku tidak tidur dengannya!"

"Aku tidak peduli, itu urusanmu!"

Sean memalingkan muka mendengar balasan Valeria yang sangat mengena di hati tersebut.

Valeria tanpa sadar mengucapkan kata-kata yang tidak sesuai dengan kata hatinya lagi. Tapi harus bagaimana coba? Apa ia harus menjawab "Iya syukurlah, Sean. Aku sempat menangis saat itu di apartemenmu." Hu-uh! Sean bisa besar kepala kalau tahu seperti itu.

"Tapi seandainya aku yang berada di posisimu, apa kau akan percaya pada perkataanku? Pasti tidak, bukan? Aku ingin kau membuka matamu dan memikirkan dirimu sendiri! Kau memiliki masa lalu dengan para gadis yang tak terhitung jumlahnya. Sedangkan aku? Aku hanya pernah berpacaran sekali dalam hidupku bersama Fabian dan aku bahkan jarang berkencan dengannya." Valeria berbalik menjauh lalu melanjutkan ocehannya.

"Aku merasa benar-benar telah menyia-nyiakan masa remajaku yang sebentar lagi akan selesai. Bahkan setelah menikah aku semakin merasa menyesal . Kalau tahu begini, mengapa aku dulu tidak memiliki pacar sebanyak-banyaknya dan pergi setiap malam minggu, bukannya nongkrong di rumah bersama..."

Ucapannya terhenti karena Sean menggamit lengannya. "Kau ingin kencan?"

Valeria menatap Sean dan tangan Sean yang mencengkeram lengannya bergantian dengan kebingungan. Sean tidak terlihat marah ataupun kesal mendengar ucapannya sedari tadi.

"Kalau begitu ayo kencan!" tanpa menunggu jawaban Valeria, Sean menariknya dan Valeria terpaksa mengikuti langkahnya dengan tergesa-gesa.

"Tunggu! Tunggu! Sean...Sean..." Valeria memprotes, tapi Sean tidak menggubrisnya dan terus berjalan hingga berhenti di garasi. "Sekarang?"

"Tentu saja, kapan lagi?" Sean menjawab santai sambil membuka pintu mobil untuknya.

"Tapi aku belum berganti pakaian!!" Valeria berteriak.

Sean menatap piyamanya naik turun. "Tidak perlu diganti. Kau terlihat cantik, kok. Siapa tahu kau malah membuat trendsetter dari cara berpakaianmu ini." Sean tertawa.

***

(END) SEAN AND VALERIAحيث تعيش القصص. اكتشف الآن