Part 25.1 - Somewhere Only We Know

121K 9.7K 326
                                    

Cerita ini adalah cerita pertama author dan dibiarkan seperti semula tanpa revisi.

***

Seminggu kemudian, detektif yang disewa Sean melaporkan hasil pekerjaannya. Mereka mendapatkan rekaman CCTV rumah sakit dan menunjukkannya pada Sean. Rekaman CCTV itu tidak begitu jelas karena terletak di sudut atas halaman depan teras rumah sakit, tapi Sean dapat melihat bahwa yang berada dalam rekaman itu benar Valeria. Valeria terlihat keluar dari rumah sakit dengan membawa kereta bayi dengan terseok-seok. Seorang petugas rumah sakit mengikuti di belakangnya sambil membawa tasnya. Valeria memakai dress berwarna putih dan perutnya tidak terlihat sebesar sebelumnya.

Valeria berhenti di teras seperti menunggu sesuatu. Ia lalu berjalan ke samping kereta bayinya dan menunduk sambil tangan kirinya memegangi perutnya sendiri. Tampaknya Valeria masih kesakitan. Ia membuka tudung kereta, membetulkan letak selimut dan mencium bayinya sebelum menutupnya kembali.

Pemandangan itu membuat perut Sean terasa melilit.

Beberapa hari lalu ia sempat berbicara dengan dokter yang menangani persalinan Valeria. Dokter itu menjelaskan bahwa Valeria sudah mengalami pecah ketuban saat tiba di rumah sakit dan dokter terpaksa melakukan operasi caesar untuknya. Operasi itu berjalan lancar dan kedua pihak selamat. Dokter tersebut sempat memuji Valeria karena istrinya tersebut begitu cepat pulih hanya dalam sehari setelah menjalani operasi.

Sean berpikir sepertinya Valeria sangat bertekad untuk cepat pulih. Atau ia sengaja menahan rasa sakitnya. Yang jelas Sean tahu, Valeria sudah melahirkan anak laki-lakinya dengan selamat. Ia sudah tahu jenis kelamin anak mereka jauh-jauh hari sebelumnya saat USG.

Sean melanjutkan menonton rekaman CCTV tersebut.

Sebuah taksi berhenti di depan Valeria, dan petugas rumah sakit membantu memasukkan tas serta melipat kereta bayi tersebut. Valeria menggendong anaknya memasuki taksi.

Detektifnya menjelaskan mereka sudah mendapatkan nomor plat taksi dan menelusuri perusahaan taksi tersebut.

"Sekarang penyelidikan kami masih terhambat karena sopir taksi tersebut masih mengingat-ingat kemana ia membawa istri anda." detektif tersebut saat ini sedang menjelaskan di depannya.

"Dan berapa lama itu membutuhkan waktu?" Sean menghela napas dengan tidak sabar.

"Entahlah, Pak. Sopir taksi itu mengantar bermacam-macam orang setiap hari dan lumrah bila ia susah untuk mengingat satu persatu penumpangnya. Nanti akan kami kabari bila sudah mendapatkan kepastian."

Detektif itu pamit dari kantornya beberapa menit kemudian.

Sean menyisiri rambutnya dengan jari.

Ia merasa lelah dan tersiksa. Selama seminggu ini ia hanya dapat tidur selama 3 malam dan itupun dengan bantuan minuman keras. Sebenarnya tubuhnya sangat lelah, tapi karena terlalu memikirkan masalah ini, ia tidak bisa tidur.

Pada awalnya ia berdiam diri di rumah selama beberapa hari dan mendapati dirinya semakin tertekan dengan tidak melakukan apapun. Akhirnya ia ke kantornya dan melakukan pekerjaannya semata-mata hanya untuk menghentikan dirinya memikirkan masalah ini berlarut-larut.

Ia menelepon kantor agen detektif yang biasa ia pekerjakan dan menyuruh mereka menyelidiki hilangnya Valeria. Dalam tiga hari mereka mendapatkan informasi bahwa tidak ada pembelian tiket penerbangan, penyeberangan kapal ataupun kereta api atas nama Valeria Martadinata.

Setidaknya itu berarti Valeria tidak melarikan diri ke negara lain.

Sean juga sudah mengecek tagihan kartu kredit dan rekening pribadi Valeria. Benar-benar rekening pribadi gadis itu, bukan hanya rekening yang ia bukakan atas nama Valeria setelah menikah. Ia mendapati Valeria menggunakan kartu debit darinya untuk membayar biaya persalinan, dan setelahnya tidak terjadi transaksi apa pun sehingga Sean tidak bisa mendapatkan informasi keberadaannya melalui cara ini.

"Ada kabar mengenai Valeria?" Budi tiba-tiba muncul dari pintu kantornya diikuti oleh kedua temannya yang lain. Mereka memang selalu berhasil masuk ke kantor Sean tanpa permisi dan Sean tidak mempermasalahkannya.

Sean menggeleng.

"Ini makan siang untukmu Sean. Kau boleh memakannya sekarang atau nanti. Kau harus selalu ingat untuk makan meski aku mengerti bagaimana sulitnya kondisimu saat ini." Budi meletakkan sebuah bungkusan makanan di depan Sean.

Sean memang belum makan sejak pagi tadi. Jadwal makannya akhir-akhir ini cukup kacau.

Rayhan mulai mengambil minuman dan gelas yang ada di lemari kaca Sean~ia sudah hafal letaknya~ dan menuangkannya masing masing untuk mereka kecuali Sean. Ia tahu Sean pasti sudah minum berlebihan.

"Kau tidak boleh terus seperti ini." Rayhan membagikan gelas-gelas itu pada Budi dan Daniel. Wajah mereka berempat masih tersisa sedikit memar dan luka-luka akibat perkelahian mereka seminggu lalu.

Yang paling parah tentu saja Daniel. Daniel duduk dan mengawasi Sean dengan kesal. Ini sudah kedua kalinya ia membayar ganti rugi di klub akibat kerusakan yang ditimbulkan Sean. Sebenarnya dirinya tidak terlalu mempermasalahkan ganti rugi tersebut. Ia lebih kesal pada dampak yang ditimbulkan Sean pada wajahnya.

Kalau saja ia tidak prihatin akan hilangnya Valeria, ia pasti tidak akan sudi kemari melihat keadaan Sean.

Daniel malas ikut bercakap-cakap dengan teman-temannya, jadi ia hanya tidur-tiduran di sofa kantor Sean dan menaikkan kakinya yang bersepatu ke sandaran kursi.

"Tidak mungkin ia sendirian, Sean. Pasti ada yang membantunya dalam hal ini. Sekarang kau harus mencari seseorang yang membantunya itu." seru Rayhan dengan nada menyelidik.

"Tapi dari semua laporan yang kudapat, ia melakukan semuanya sendiri, Rayhan. Tidak ada yang pernah mengunjunginya sekalipun di rumah sakit dan ia pergi dengan menggunakan taksi." bantah Sean.

Sean juga tidak mempercayai semua hal ini. Tapi ia pernah hidup bersama Valeria dan mengenal kepribadian gadis itu yang tidak diketahui oleh teman-temannya. Di balik penampilan manisnya, sesungguhnya Valeria adalah gadis yang memiliki tekad yang kuat, kadang keras kepala dan spontan dalam melakukan sesuatu.

"Jadi dimana dia sekarang? Kau sudah menelusuri semua tempat yang memiliki kemungkinan?" Budi bertanya kembali.

"Aku tidak tahu, aku menelepon keluarga Valeria setiap hari untuk bertukar informasi dan mereka juga sudah mencari di semua rumah kerabat mereka dan tidak menemukannya hingga sekarang."

"Dan rencanamu untuk mengecek semua hotel dan penginapan?"

"Sudah kulakukan juga dan tidak ada satupun nama Valeria tertera di daftar tamu mereka." Sean tidak bisa membayangkan dimana Valeria tidur. Di kolong jembatan?

"Kau bodoh, Sean." Daniel tiba-tiba terbangun dan melangkah mendekati mereka. Rayhan, Budi dan Sean memandangnya dengan heran setelah mendengar ucapannya.

"Kau mencari Valeria ke tempat-tempat yang begitu jauh. Tapi kau tidak menyadari, ia sebenarnya masih ada di dekatmu. Di wilayah propertimu." Daniel berhenti tepat di depan meja Sean dan berdiri dengan penuh rasa percaya diri.

"Jadi itu artinya kau tahu dimana dia berada? Begitu maksudmu, pria jenius?" Sean mendesis kesal.

"Aku tidak tahu." Daniel mengedikkan bahu acuh tak acuh dan membuat Sean semakin kesal melihatnya. "Kau yang harus memikirkannya. Hanya kau yang tahu apa saja properti yang kaumiliki. Tempat itu adalah sebuah tempat yang kau dan Valeria tahu. Sebuah tempat dimana ia bisa tidur secara gratis, makanan selalu tersedia dan ada pelayan yang bisa membantunya di saat kapan pun ia perlukan."

Sean mengerutkan kening sambil mencerna kata-kata Daniel.

Sebuah tempat yang masih merupakan miliknya? Yang Valeria tahu...

"Ia ada dihadapanmu, Sean. Tapi kau tidak melihatnya karena ia benar-benar berada tepat di depan hidungmu. Percayalah pada pengamatanku." lanjut Daniel.

***

(END) SEAN AND VALERIAWhere stories live. Discover now