Part 21.3 - Fallin in Love

159K 10.8K 190
                                    

Valeria turun ke bawah bersama Sean sekitar satu jam kemudian dan hendak berbalik lagi sambil mendorong Sean setelah mendapati keempat temannya menunggunya di ruang tamu. Tapi teman-temannya sudah melihatnya terlebih dulu.

"Vale!!! Ngapain aja kamu dari tadi kita udah nungguin kamu nggak turun-turun!" Indira bertanya sambil tersenyum nakal melihat Valeria bersama Sean.

Valeria berbalik sambil menggertakkan gigi. "Kapan kalian datang?"

"Sekitar setengah jam yang lalu, Vale. Mamamu mencarimu ke atas lalu malah turun lagi, katanya kamu masih istirahat." Indira menyahut lagi.

Valeria serasa akan pingsan. Jadi tadi mamanya sempat mencarinya?! Dan jika benar mencarinya, ia pasti mendapati pintu kamar Valeria terkunci dan bisa menyimpulkan apa yang dilakukannya dengan adanya Sean di kamarnya. Oh, Tuhan!!

Tapi mau bagaimana lagi...Ia yang mengajak Sean lebih dulu. Sekarang ia tidak bisa menyalahkan Sean bukan?

Ia berbalik menatap Sean.

"Sean...jauh-jauhlah dariku." Ia berbisik.

"Apa?" Sean menatapnya curiga. "Kenapa aku harus melakukannya?"

"Teman-temanku akan mengganggap kita melakukan hal yang tidak-tidak!" Valeria menghentakkan kakinya karena kesal.

"Tapi kita memang melakukan hal yang 'tidak-tidak' itu bukan?" Sean berpura-pura menampakkan wajah innocent.

Valeria merona. Ia benar-benar malu atas tingkahnya yang sangat agresif hari ini. Tadi seperti bukan dirinya saja.

"Pokoknya jauhi aku, titik!" Valeria menaikkan dagunya sambil bersidekap.

"Baiklah, aku akan kembali ke Kanada dan menetap disana sebulan!" Sean melayangkan ancamannya sambil menuruni tangga.

Valeria tersentak dan refleks menggamit lengan Sean. "Tidak boleh!!"

"Kalian romantis sekali sih!!" ucapan Maudy membuat mereka berdua serentak menoleh. Keempat temannya ternyata menonton drama mereka sejak tadi.

Valeria dan Sean terpaksa menuju ruang tamu bersama mereka.

"Kak Sean duduk disini aja bersama kita-kita ya." Tiba-tiba Sean ditarik oleh Maudy, Indira dan Dinda dan mereka mendudukkannya di sofa sebelum Valeria sempat memprotes.

Karena sudah diduduki empat orang, sofa itu sudah penuh dan tidak muat lagi sehingga Valeria terpaksa berbalik dan duduk di depan mereka sendirian.

Teman-temannya menggoda Sean, bertanya macam-macam padanya dan Valeria serasa menjadi obat nyamuk karena dikucilkan. Ia menatap mereka dengan dongkol. Sean bahkan menanggapi pertanyaan mereka dan tidak melakukan usaha sedikitpun untuk menjauh. Hu-uh!! Menyebalkan sekali!! Dan teman-temannya pakai acara memegang-megang Sean pula dengan akrab. Valeria serasa ingin mengusir mereka semua dari rumahnya dengan kemoceng.

Gwen baru saja kembali dari toilet dan duduk di sofa sebelahnya. Valeria menoleh kesal padanya dan Gwen hanya meringis.

"Kak Sean...Kak Sean tahu nggak kalo Vale itu tidak bisa berbohong dengan baik, Kak." Dinda tiba-tiba berceletuk. "Jika Vale berbohong, ia pasti akan menatap benda lain."

"Itu tidak benar, ah! Kalian sok tahu aja!!" Valeria berpura-pura tertawa sambil bertopang dagu meskipun kesal. Masa sih dirinya seperti itu? Menatap benda lain kalau berbohong?

"Oiya Kak, Kak Sean tahu juga nggak, kalau Vale itu galau banget pas Kak Sean pergi kemarin. Dia uring-uringan kayak orang gila."

Ucapan Dinda membuat Valeria malu. Ia tidak akan membiarkan Sean tahu bahwa dirinya serasa mati saat ditinggalkan. "Mereka bergurau, Sean. Aku baik-baik saja kok dan sempat bersenang-senang selama kau pergi. Seharusnya kau jangan kembali dulu." sahutnya

"Tuh, kan Kak. Dia ngelihatin meja!!" Dinda berteriak senang karena dapat membuktikan teorinya.

Valeria tersentak. Ia memang tidak sadar telah melihat meja tapi ia juga tidak mengerti kenapa dirinya melakukannya. Masa benar ia seperti itu?

"Dia juga selalu mengecek ponselnya tiap menit, Kak. Dikit-dikit ponsel, dikit-dikit ponsel. Kita yang ngeliatinnya juga bete jadinya. Bener gak?" Indira meminta persetujuan. Semua mengangguk dan mengiyakan serempak.

Sean hanya tersenyum melihatnya.

Valeria tidak terima dibully seperti ini! Ia akan menyanggah sekarang dan tidak akan menoleh ke arah lain. Harus! harus! "Aku mengecek ponsel itu untuk melihat apa Papa dan Mamaku menelepon kok. Hanya itu." Ia tersenyum kembali.

Yes!! Ia berhasil melakukannya meski badannya jadi agak lemas. Ia serasa baru saja habis melakukan lari keliling kampung 10 kali, padahal yang dilakukannya hanya berbohong sambil menatap mereka. Kenapa berat banget sih?!

"Di rumah, dia juga selalu memandangi ponselnya kok. Sampai ke kamar mandi juga dibawa-bawa." mamanya yang tiba-tiba lewat di samping mereka ikut menimpali.

Semua sontak menoleh mamanya yang berlalu dengan cuek. Valeria apalagi.

"Mama!!!" Ia berdiri dengan kesal sambil menutup wajahnya yang sudah merah seperti kepiting rebus. Ia memandang semua teman-temannya termasuk Sean dan merasa semakin malu.

"Kalian semua jahat!!!" Ia tidak tahan lagi menghadapi mereka dan tiba-tiba berlari ke arah pintu penghubung menuju taman.

"Valeria!!!" Semua berdiri serempak dan mengejarnya.

"Jangan mendekat!!!" Valeria berhenti di balik pohon sehingga semua tidak bisa melihatnya tapi bisa mendengar suaranya.

"Valeria, jangan merajuk seperti itu. Aku sudah minta maaf." Sean mendekat.

"Aku tidak mau kau melihatku, Sean. Pergilah." suara Valeria terdengar pelan.

"Kau tahu. Aku juga melakukan hal yang sama denganmu. Aku memikirkanmu yang tidak menghubungiku. Aku juga membawa ponselku ke toilet sama sepertimu. Aku juga tidak tahan melalui malam-malam yang kulalui tanpa dirimu yang tidur di sampingku apalagi kalau ingat kita selalu melakukan.."

Sean tidak melanjutkan ucapannya karena Valeria membungkam mulutnya dengan ciuman.

Teman-temannya menjadi semakin gaduh melihat tontonan live tersebut.

"Jangan coba-coba mengucapkannya, Sean! Kau sengaja ingin mempermalukanku!?" Valeria berbicara di depan wajah Sean dengan raut kesal sehingga hanya terdengar oleh mereka.

"Cara itu lebih efektif dibanding aku harus menyeretmu keluar dari sana." Sean tertawa.

Sean memang selalu memiliki alasan. Menyebalkan.

***

Setelah berpamitan dengan mama papanya, mereka kembali ke rumah mereka sendiri.

Valeria merasa dunianya kembali lagi setelah Sean pulang. Suasana hatinya berubah 180 derajat seperti musim dingin yang digantikan oleh musim semi.

Kadang-kadang ia melirik Sean sembunyi-sembunyi dan menatapnya lekat-lekat. Seperti saat ini, saat ada di mobilnya yang dikendarai oleh sopir, Sean sedang menatap jendela dan ia terlihat begitu...begitu...tampan?

Oh, sial!! Efek jatuh cinta memang mengerikan. Selama ini ia menganggap Sean biasa-biasa saja dan sekarang Valeria menganggapnya lebih tampan dibanding Daniel dan pria manapun di dunia ini. Apa ini suatu hal yang wajar?

Merasa diamati, Sean tiba-tiba menoleh padanya dan Valeria langsung memalingkan wajah agar tidak kepergok oleh Sean. Ia belum ingin Sean tahu tentang perasaannya itu. Benar...Jangan sampai Sean tahu. Ia pasti ditertawakan setengah mati. Sean pernah mengatakan tidak percaya pada cinta.

"Memikirkan apa sih?" Sean bertanya padanya.

Valeria menoleh padanya dengan kebingungan karena Ia tidak tahu harus menjawab apa.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu yang seharusnya ia tanyakan sejak tadi.

"Jadi, Sean. Sekarang ceritakan padaku siapa wanita itu."

***

Jangan lupa vote. 

(END) SEAN AND VALERIAΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα