PART 24.1 - Lost

108K 8.7K 52
                                    

Lost Without You ~ Delta Goodrem

Happy reading. Please vote.

"Apa maksudmu, Felix? Bukankah adikmu ada disini?" Sean menguatkan dirinya untuk berbicara. Pikiran-pikiran negatif mulai memenuhi benaknya.

Felix mengerutkan alis. "Jangan bercanda, Kak. Kok malah jadi membingungkan sih. Maksudnya apa? Kan dia pastinya bersama Kak Sean."

"Valeria seharusnya berada di sini sejak lima hari lalu! Aku pergi meninggalkannya ke Paris!!" Nada suara Sean mulai meninggi. Felix tampak terkejut mendengarnya.

"Felix, siapa itu?" Mamanya datang menghampiri mereka dengan cemas. "Sean? Ada apa kemari?" Amelia juga menengok belakang Sean dan kiri kanannya. " Apa terjadi sesuatu pada Vally? Kenapa dia tidak ikut?"

Sean terdiam tidak menjawab karena pikirannya begitu kalut. Felix membisikkan sesuatu pada Mamanya dan Amelia terkejut mendengarnya.

"Sean...tenangkan dirimu dulu." Ia merangkul punggung Sean perlahan-lahan dan menariknya masuk ke dalam. "Apakah kau sudah mencoba memeriksa rumahmu? Mungkin Valeria ada di sana."

Sean tidak menjawab dan langsung mengambil ponselnya lalu menekan tombol menghubungi seseorang. Pak Dira mengangkat panggilannya dan setelah Sean bertanya, ia mengatakan bahwa Valeria tidak ada di rumah dan sudah tidak pernah terlihat pulang selama beberapa hari.

Sean langsung menutup teleponnya tanpa berbasa-basi pada pengurus rumah tangganya itu.

Ia ingin marah pada para pembantunya. Kenapa mereka tidak melaporkan padanya bahwa istrinya tidak ada di rumah selama berhari-hari?

Tapi ia juga tidak mungkin melakukannya setelah memikirkan ulang kembali dan tersadar itu bukan salah mereka. Para pembantunya sudah mengetahui kebiasaannya jika berpergian, ia pasti menitipkan Valeria pada orangtuanya. Jadi jika Valeria tidak pulang saat ia tidak ada, mereka menganggap itu adalah suatu hal yang wajar.

"Ia tidak ada di rumah." Sean mengucapkannya singkat kepada Amelia dan Felix yang sudah sejak tadi menatapnya untuk menunggu jawaban.

"Kemana sebenarnya anak itu?!" Amelia berujar cemas sambil mondar-mandir di samping Sean.

Sean memperhatikan gerak-gerik mertua dan iparnya tersebut. Mertuanya tampak cemas setengah mati juga jadi kecil kemungkinan kalau mereka yang menyembunyikan Valeria dan berpura-pura.

"Felix, kamu telepon Kak Jean. Mama telepon Papa sekarang." Amelia mengambil telepon rumah dan menekan angka-angka di pegangannya.

"Baik, Ma." Felix berlari menaiki tangga menuju kamarnya.

Sean mendengarkan dalam diam. Ia melihat Amelia menyuruh suaminya untuk cepat pulang dan sempat menanyakan apakah suaminya itu bersama Valeria. Sean melihat kecemasan belum menghilang dari wajah mertuanya sehingga kemungkinan ayah Valeria juga tidak mengetahui keberadaan Valeria.

"Ma!! Kak Jean bilang Ale tidak ada di apartemennya." Felix berteriak dari lantai dua sambil menunjukkan ponselnya.

"Sampaikan padanya untuk segera kemari, Felix." Amelia kembali memerintah.

"Sean...Mama belum bisa menemukan Valeria. Kami pasti akan ikut mencarinya sampai menemukannya. Tapi tolong kauingat-ingat kembali saat terakhir kali kau bersama Valeria, kau meninggalkannya pada siapa?" Amelia menghampiri Sean kembali sambil bertanya dengan raut wajah cemas.

"Dia..." Sean sejak tadi sudah memikirkannya dan sedang menunggunya. Orang itu akan segera sampai kemari dan ia sedang menenangkan dirinya agar tidak meluapkan emosinya kepada orang tersebut. "..bersama sopirku." lanjutnya.

Amelia tampak lebih lega setelah Sean mengucapkannya seperti menemukan sebuah jalan pembuka. Sean sebenarnya merasa gemetar. Semoga saja benar sopirnya itu kemari. Ia mulai dibayang-bayangi oleh pikiran tentang penculikan dan hal-hal kriminal lain yang berhubungan dengan itu semua. Sopirnya sudah bertahun-tahun mengabdi padanya, bahkan semenjak ayahnya masih hidup dan memikirkan bahwa sopirnya itu menculik Valeria terasa mustahil. Namun tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.

Ia menghapus dugaannya itu lima belas menit kemudian setelah sopirnya muncul di depan rumah mertuanya.

"Dimana dia?!!" Sean tiba-tiba mencengkeram kerah pakaian sopirnya dan membentaknya sehingga membuat sopirnya terkejut akibat reaksi tak terduga majikannya itu.

"Ma...Maksudnya siapa,..Tuan?" sopirnya menjawab terbata-bata.

"Kau seharusnya tahu siapa yang kumaksud. Istriku!! Mana dia?!" Sean mengguncang-guncang sopirnya sehingga sopirnya semakin panik.

"Sean..Sean... tenangkan dirimu. Kau hanya membuat Bapak ini ketakutan." Amelia menengahi mereka dan membuat Sean melepaskan cengkeramannya. Sean menarik napas dalam-dalam dan meremas rambutnya menjauhi mereka untuk menenangkan dirinya.

"Ceritakan Pak, dimana anakku Valeria?" Amelia memohon.

"Te...terakhir ia minta diantarkan ke rumah sakit, Nyonya. Itu langsung sepulang dari mengantar Pak Sean ke bandara tiga hari lalu." jawab sopir tersebut dengan ketakutan.

Sean semakin kebingungan mendengarnya. "Lalu dimana dia sekarang? Apakah masih di rumah sakit itu?" Ia tidak sabar menunggu informasi dari sopirnya yang hanya sepenggal-penggal.

Sopirnya yang sudah agak lanjut usia menatapnya kembali dengan ketakutan. "Sa..ya tidak tahu, Tuan. Nyo..nyonya hanya menyuruh saya meninggalkannya dan dia mengatakan akan menelepon saya ji...jika ingin dijemput."

"Cepat antarkan aku kesana kalau begitu." Sean tidak melanjutkan memarahi sopirnya, padahal ia sangat ingin melakukannya.

Sopirnya tersebut sudah tahu bahwa Valeria masuk rumah sakit dan tidak mengabarkannya pada siapapun?

"Mama ikut, Sean. Mama akan menelepon Papa agar menyusul kami kesana nanti." Amelia bergegas mengambil tas tangannya ke kamar.

"Aku juga ikut." Felix menyahut.

***

(END) SEAN AND VALERIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang