Part 23.2 - That Day

129K 9K 299
                                    

"Sangat sakit sekali, Ale. Istri teman Kakak minggu lalu melahirkan dan ia mengatakan rasanya seperti kiamat. Kakak menyaksikannya sendiri saat menemani teman Kakak itu. Istrinya berteriak selama 18 jam hingga telinga Kakak hampir pecah, dokter kebingungan sambil membawa pisau bedah, darah dimana-mana..Aww!!!" Felix memegang telinganya yang baru saja ditarik oleh Mamanya.

"Jangan memberi informasi yang menyesatkan pada adikmu, Felix!!" Mamanya melepaskan jewerannya di telinga Felix. "Melahirkan itu tidak sakit, Vally." Mamanya tersenyum manis padanya.

"Mama tidak perlu menghiburku. Aku tahu melahirkan itu sakit, Ma." Valeria menjawab dengan wajah membiru setelah menyelesaikan sesi konsultasinya dengan Felix.

"Kau bisa memilih operasi caesar, Le. Katanya tidak sakit dan cepat." Felix kembali berujar. "Hanya saja sebelum operasi dijalankan, kau akan dibius dengan cara disuntik pada daerah tulang belakang dan setelah melahirkan, kau baru akan merasa kesakitan yang luar bia...Awww" Felix kembali mengaduh karena Mamanya menjewernya kembali.

"Jangan dengarkan Kakakmu, Vally!" Amelia menatap anaknya dengan cemas. "Melahirkan memang menyakitkan, Vally. Tapi setelahnya kau akan merasa bahwa sakit yang kaurasakan sepadan dan tidak akan mengatakannya sebagai suatu hal yang terlalu menyakitkan lagi." Ia menggenggam tangan anaknya.

Valeria mengangguk-angguk sambil menelan ludah.

"Percayalah pada Mama. Kalau tidak, Mama tidak mungkin memiliki anak sampai tiga bukan?" Amelia tersenyum.

Valeria memeluk Mamanya. Agak sulit karena terhalang perutnya. "Mama...aku juga takut Sean akan menceraikanku dan mengambil anakku, Ma." Valeria mulai terisak. Ia sebenarnya tidak ingin membicarakan ini dengan Mamanya tapi ia tidak sanggup menyimpan kesedihannya lagi.

Amelia melepaskan pelukannya dan menatap heran Valeria. "Apa maksudmu!? Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu, Vally?"

"Mama tahu bukan kalau Sean dulu mengatakannya sendiri, dia hanya menikahi Vally karena Vally hamil. Setelah anaknya lahir, ia akan menceraikan Vally dan mengambil anak ini, Ma."

Amelia berdecak mendengar perkataan Valeria. "Kau hanya berprasangka buruk, Vally. Sean pasti sudah melupakan perkataannya itu sekarang."

"Ia tidak pernah membahasnya, Ma. Kadang Vally berpikir terlalu berlebihan, sehingga ingin sesuatu itu penuh kepastian. Vally ingin Sean mengatakannya dengan jelas jika memang benar ia tidak akan menceraikan Vally." Valeria termenung sambil mengusap air matanya.

"Vally ingin lanjut hidup bersama Sean?" Mamanya bertanya.

Valeria mengangguk-angguk. "Vally mencintai Sean, Ma. Tapi Sean tidak pernah mengatakan ia cinta pada Vally." Dan dirinya sendiri juga tidak pernah mengatakannya pada Sean.

"Tidak perlu diucapkan pun Mama bisa melihat Sean juga merasakan hal yang sama padamu, Vally. Kalian saling mencintai." Amelia menepuk-nepuk pundak anaknya.

"Benarkah, Ma?" Valeria merasa sangat senang mendengarnya. Meski itu hanya perkataan Mamanya, bukan pengakuan Sean. Sejak kecil ia selalu menuruti perkataan Mamanya karena ia percaya padanya.

"Ale...sebenarnya kamu nggak buta kan? Masih sadar kan? Masa kamu nggak bisa lihat sendiri? Sean itu tidak cinta padamu, Ale!! Bego banget sih!" Felix juga tiba-tiba berkomentar.

"Kok Kakak bisa ngomong kayak gitu sih?! Seneng banget ngebuat Vally down." Valeria memprotes. Mamanya pun ikut menoleh dan melotot pada Felix sambil berkacak pinggang.

"Sabar, Ale. Kakak belum selesai ngomong. Sean itu nggak bisa dibilang cinta lagi, dia udah tergila-gila ama kamu, Ale." Felix mengacak-acak rambut adiknya.

(END) SEAN AND VALERIAWhere stories live. Discover now