Part 24.2 - Lost

120K 9.2K 169
                                    

Rumah sakit yang mereka tuju ternyata berjarak setengah jam dari rumah. Sean memperhatikan rumah sakit tersebut adalah salah satu rumah sakit besar yang memiliki fasilitas yang cukup lengkap sehingga agak mengurangi kekhawatirannya.

"Valeria Martadinata. Tunggu sebentar ya, Pak." perawat yang bertugas jaga di bagian informasi tersebut segera mencari datanya di komputer setelah Sean mengeja namanya.

Mereka bertiga menunggu hasil laporan perawat itu dengan tidak sabar.

"Benar, Pak. Ibu Valeria Martadinata memang mendaftarkan dirinya di sini karena melahirkan sejak lima hari yang lalu." perawat itu menjelaskan dengan ramah kepada mereka.

Sean, Amelia dan Felix mendesah lega mendengarnya.

Melahirkan? Jadi Valeria sudah melahirkan?

Sean merasa begitu lega sekaligus bahagia. Kenapa Valeria menyembunyikan kejadian sepenting ini darinya?

"Apakah ia dan bayinya baik-baik saja, Mbak?" Felix ikut bertanya.

"Menurut laporan di sini. Ia melahirkan bayi yang tampaknya sehat-sehat saja. Ibunya juga menurut catatan melahirkan dengan lancar, meski di awal ada masalah tapi sudah dilalui dengan baik." perawat tersebut menjelaskan sambil menatap layar komputer.

"Di kamar mana ia dirawat? Kami ingin menemuinya sekarang." Sean sudah merasa tidak sabar lagi.

"Maaf, Pak, Ibu Valeria sudah keluar rumah sakit sejak kemarin."

Perkataan perawat tersebut membuat mereka bertiga terkejut kembali, terutama Sean.

"Apa...?" Amelia mengucapkannya seakan-akan ia salah dengar.

"Kemarin pada pukul sebelas pagi tepatnya." perawat itu melanjutkan.

Amelia dan Felix mulai ribut bertanya-tanya satu sama lain. Sean tidak dapat mendengar apa yang dibicarakan oleh mereka, karena ia sibuk dengan pikirannya sendiri.

Semua cerita ini tampak terlalu tidak masuk akal baginya. Valeria yang sering mengaku ketakutan menghadapi persalinannya tiba-tiba masuk rumah sakit, mendaftar, melahirkan dan keluar rumah sakit sendirian? Semuanya dilakukan seorang diri oleh Valeria?

Itu tidak mungkin...

"Apa ada seseorang yang membantunya saat ia berada di sini? Atau saat ia keluar dari sini?" Sean mulai bertanya dengan nada mendesak.

"Saya saat itu sedang tidak bertugas, Pak. Teman saya yang bertugas." perawat itu agak mengernyit karena baru kali ini ia diinterogasi dengan begitu rupa.

"Apa anda tidak bisa membantu kami mendapatkan informasi tentang itu, Mbak. Maaf kami mendesak karena kami sangat memerlukan informasi tersebut. Tolonglah." Amelia memohon.

"Kalau boleh tahu, apa hubungan kalian dengan pasien kami? Karena kami tidak mungkin memberikan data yang bersifat pribadi..."

"Saya suaminya." Sean membuka dompetnya dan mengambil kartu identitasnya sebelum perawat tersebut menyelesaikan ucapannya.

"Dan saya ibunya." Amelia menambahkan. "Sekarang anak saya menghilang tanpa kabar apapun. Tolonglah. Mbak. Tolong!! Ini benar-benar penting."

Perawat itu tampak ikut kebingungan sambil menoleh pada mereka bergantian. "Sebentar kalau begitu ya, Bapak, Ibu. Saya hubungi supervisor saya dan teman saya yang bertugas kemarin. Semoga saja ia masih ingat."

Perawat yang sedang bertugas itu lalu sibuk dengan telepon di mejanya.

Amelia berjalan mondar mandir di depan bagian informasi sehingga membuat semua orang yang lewat menoleh padanya.

(END) SEAN AND VALERIAWhere stories live. Discover now