Part 23.3 - That Day

118K 8.8K 168
                                    

Lagi, ini adalah cerita pertama otor di Wattpad yang tidak diubah ataupun direvisi tata bahasanya karena malas 🙃

Selamat membaca.

Dua hari kemudian setelah peristiwa tersebut, mereka sudah ada di terminal keberangkatan internasional yang bernuansa merah oriental dan Valeria sedang mengantar Sean sambil tersenyum.

"Setelah ini kau harus segera menuju rumah orangtuamu, Vale. Dan jangan pergi kemanapun. Aku lebih tenang jika kau ada disana selama aku tidak bersamamu." Sean terlihat resah menatapnya.

Valeria menepuk-nepuk bahunya. "Jangan khawatir, Sean. Aku baik-baik saja dan pasti akan menjaga diri baik-baik juga."

Sean memandang tangan Valeria yang menepuk-nepuk bahunya.

"Aku tidak bisa tidak mengkhawatirkanmu, Vale!! Ini juga pertama kalinya bagiku merasakan pengalaman akan memiliki anak. Aku pasti akan meneleponmu setelah tiba di sana dan kau harus mengangkatnya. Mengerti?! Kalau tidak, aku akan segera kembali kemari meski diriku baru saja menginjakkan kakiku di bandara tujuan." Sean melayangkan ancaman seperti kebiasaannya.

Valeria mengernyit dan tertawa. "Kau tidak akan melakukannya, Sean."

Sean menciumnya dengan keras dan lama sebelum melepaskannya. "Kau tidak mengenalku jika berasumsi seperti itu."

Valeria belum pulih dari keterkejutannya akibat perbuatan Sean yang mendadak tersebut. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Jangan melahirkan sebelum aku kembali! Kuperingatkan, kau!" Sean masih berbicara meski sudah berjalan memasuki tempat check in.

"Seperti kau bisa mengaturnya saja, Sean." Valeria melambaikan tangannya sambil mengawasi Sean hingga tidak terlihat lagi.

Valeria mendesah lega.

Ia berbalik dan melihat sopir yang menunggunya sejak tadi di dalam mobil dan pura-pura tidak memperhatikan mereka.

"Jangan melahirkan sebelum aku kembali! Kuperingatkan, kau!"

"Seperti kau bisa mengaturnya saja, Sean."

Percakapan terakhir mereka terngiang-ngiang kembali di telinganya. Ia berkata benar, bukan? Meski Sean selalu berhasil mengatur segala hal di kehidupannya selama ini sesuai keinginannya, ia tetap tidak bisa mengatur hal-hal yang ada di luar kendalinya seperti kelahiran seorang manusia. Bahkan prediksi seorang yang ahli seperti dokter pun bisa meleset. Dan Valeria sekarang mengeluarkan keringat dingin sambil melangkah perlahan menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Ia sudah merasa mulas sejak pagi ini dan bayinya berkontraksi lebih sering dibanding biasanya. Pertamanya ia berpikir ini hanya sakit perut biasa, tapi rasa mulas itu terus terasa dan meningkat seiring waktu yang berjalan.

Tapi ia tidak mengatakannya pada Sean karena hari ini jadwal keberangkatan Sean dan jika ia mengatakannya, Sean sudah pasti membatalkannya. Sedari tadi ia berusaha menahan rasa sakitnya dan menampakkan wajah tanpa derita di hadapan Sean.

Valeria diam-diam sudah menyelundupkan tasnya yang berisi keperluan melahirkan yang dipersiapkannya jauh-jauh hari bersama kereta dorong bayi yang bisa dilipat di bagasi mobilnya.

"Kemana sekarang, Nyonya?" sopirnya membukakan pintu untuknya.

"Rumah sakit, Pak." Valeria menjawab sambil menahan erangannya.

***

Sekembalinya Sean ke Indonesia 5 hari kemudian, ia merasa lelah luar biasa seakan baru saja melakukan lari maraton tanpa henti selama 72 jam lebih.

Pertemuannya dengan Mr. Bernard, investor Perancis yang sudah dikenalnya sejak beberapa tahun lalu berlangsung lancar dan bahkan ia memuji Sean karena menolak undangan makan malamnya dengan alasan harus kembali pada istrinya, Valeria, yang akan melahirkan. Ia tidak pernah berbakat untuk menjadi romantis. Ia hanya mengkhawatirkan Valeria, itu saja.

Pesawatnya sempat delay di transit saat perjalanan pulang namun tidak terlalu lama dan otomatis ia sampai lebih terlambat dari jadwal yang ditentukannya.

Sean menghubungi Valeria saat telah sampai di bandara Charles de Gaulle untuk pertama kalinya dan Valeria mengatakan dirinya baik-baik saja. Mendengar suara Valeria meski hanya melalui telepon membuatnya tenang dan gembira. Sungguh aneh.

Lalu ia menelepon untuk yang kedua kalinya pada malam hari saat ia berada di hotel yang disewanya sebentar dan Valeria tidak mengangkat panggilannya. Ia mendadak cemas setengah mati dan berpikir untuk segera menghubungi mertuanya meski seumur-umur menikah dengan Valeria tidak pernah sekalipun dirinya menelepon mereka. Tapi Valeria menghubunginya balik sebelum ia sempat melakukannya dan Sean merasa lega.

Kemarin saat ia berada di bandara transit di Singapura, ia menghubungi Valeria kembali dan gadis itu tidak mengangkat panggilannya. Bahkan yang didengarnya hanyalah suara operator yang menyatakan nomor yang ia tuju tidak aktif.

Sean mengernyitkan keningnya sambil menatap ponselnya.

Untunglah ia sedang dalam perjalanan kembali. Jika saja ia masih ada di Perancis, ia pasti sudah mencak-mencak tidak keruan seperti monyet yang kehilangan pisang.

Sean mencoba menghubungi Valeria kembali saat sudah berada di taksi dalam perjalanan menuju rumah Valeria dari bandara. Ia memutuskan menggunakan taksi karena tidak sabar jika harus menunggu sopirnya menjemputnya. Ia sempat menghubungi sopirnya tersebut tapi ia menyuruhnya langsung menuju rumah Valeria untuk menjemput mereka nanti di sana.

Dan hasilnya sama dengan sebelumnya. Valeria menonaktifkan ponselnya.

Sebenarnya ada apa dengan Valeria?

Sean merasa kebingungan dan was-was dalam hati. Ia merasa perjalanan menuju rumah mertuanya itu terasa lebih lama dibanding biasanya. Ia ingin secepatnya melihat Valeria dan memarahinya karena membuatnya hampir gila karena khawatir.

"Kak Sean?" Felix membukakannya pintu setelah pertama kali membunyikan bel pintu rumah Valeria. Biasanya pembantu Valeria yang membukakannya, tapi Kakak Valeria ini mungkin terlalu bersemangat.

"Sendirian aja? Mana Ale?" Felix mendongak sambil melihat ke belakangnya mencari-cari.

Pertanyaan Felix tadi membuat Sean merasa bagaikan tertimpa sebuah gunung. Badannya membeku seketika.

Valeria tidak ada di rumahnya...

Jadi di mana sebenarnya gadis itu berada sekarang?

***

Part 23 END

(END) SEAN AND VALERIAWhere stories live. Discover now