Part 21-Fallin in Love

304K 18.3K 626
                                    

"Valeria....mana Sean?"

Sepasang mata biru menatapnya saat Valeria menuruni tangga. Ternyata Daniel. Ia terkejut menatapnya dan langsung terhenti seketika.

"Jangan takut begitu. Aku tidak datang sendiri kok." Daniel tersenyum padanya.

Valeria melihat ke ruang tamu dan menemukan dua teman Sean yang lain. Ia hanya tahu Budi dan satunya lagi ia tidak tahu namanya, karena belum pernah berkenalan.

"Jangan pura-pura tidak tahu, Kak Daniel. Sean sudah tiga hari ini pergi ke Kanada. Mungkin sampai seminggu." Valeria mencoba untuk sopan tapi lidahnya selalu keseleo kalau sudah berbicara dengan teman Sean yang menyebalkan ini.

"Ya, ampun! Pantas saja matamu sembap. Habis nangis ya? Bertengkar dengan Sean?" Daniel tertawa.

"Tidak!" Valeria menggertakkan giginya.

"Jangan takut. Kalau Sean mencampakkanmu, masih banyak yang menyayangimu, kok. Termasuk diriku ini." Daniel menawarkan dirinya dengan riang.

"Aku bukannya habis nangis Kak. Aku baru saja bangun tidur dan hubungan kami baik-baik saja. Jelas?" Valeria membela diri.

Kenapa Daniel ini selalu berbicara terang-terangan dan ceplas ceplos sih? Benar-benar tidak sopan!! Valeria semakin merasa yakin akan keputusannya untuk benci pada Daniel.

"Daniel, jangan mengganggunya. Kita kan cuma mencari Sean disini." Budi menasehati.

"Pantas saja Sean tidak mengangkat teleponnya. Ternyata ia berada di luar negeri." Rayhan menggaruk-garuk kepalanya.

Daniel mencerna perkataan Rayhan dan menyimpulkan sesuatu. "Kau pasti menangis karena Sean tidak mengangkat teleponmu bukan?"

Valeria merona. "Itu tidak benar! Selama tiga hari ini aku belum pernah meneleponnya!!" Valeria meralat kata-kata Daniel.

Daniel tercengang mendengar pengakuan Valeria.

Valeria merasa amat bodoh! Bisa-bisanya ia mengatakan hal tersebut. Bukankah itu berarti Daniel jadi tahu bahwa selama tiga hari ini dirinya dan Sean sama sekali putus komunikasi satu sama lain.

Daniel berdecak. "Kalian ini, selalu saja harus memerlukan bantuanku." Ia mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu. "Sekarang Sean pasti akan mengangkat telepon."

Teman-temannya dan Valeria menatapnya kebingungan.

"Ngapain kamu, Niel?" Rayhan bertanya.

"Cuma mengirim pesan pada Sean kalau istrinya bersamaku." Daniel menjawab dengan santai.

Budi dan Rayhan terkejut. Valeria apalagi. Ia ternganga mendengar kata-kata Daniel barusan. Ia tidak salah dengar bukan? Daniel mengirimkan pesan se-provokatif itu pada Sean? Sean pasti akan marah besar padanya saat pulang nanti.

Apa orang ini tidak pernah memikirkan akibat perbuatannya itu? Daniel terlalu lancang padanya. "Kak Daniel! Tolong..."

Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya ponsel Daniel berbunyi. "Dari Sean!!" Daniel menunjukkan ponselnya dengan gembira.

Valeria merasa panik. Ia tidak tahu apa yang akan dikatakan Daniel pada Sean jika sampai ia menjawab panggilan tersebut. Ia spontan maju untuk mengambil ponsel Daniel "Kak Daniel! Jangan!!!!" dan gagal karena Daniel berbalik memunggunginya.

Daniel sudah menerima panggilan itu sebelum Valeria berteriak.

Tidak...

Oh tidak seribu tidak...

Sean pasti mendengar suaranya tadi saat ia berteriak. Ia tidak bisa mengelak lagi dengan mengatakan ia tidak bersama Daniel dan beralasan Daniel hanya mengarang cerita.

"Ya, ampun, Sean. Bisakah kau tidak berteriak?" Daniel tertawa sambil berbicara pada Sean di ponselnya. Dari pembicaraan itu Valeria tahu bahwa Sean pasti mengamuk di telepon.

Selebihnya ia tidak tahu lagi apa yang dibicarakan oleh mereka, karena Daniel hanya tertawa.

Tidak berselang berapa lama, Ia memasukkan ponselnya kembali.

"A...apa katanya?" Valeria bertanya dengan suara bergetar. Ia sangat syok dengan situasi yang dihadapinya saat ini.

"Tidak penting-penting amat." Daniel mengedikkan bahu. "Katanya ia merestui hubungan kita."

Valeria merasa sangat marah hingga ke ubun-ubun. Kenapa Daniel begitu santai seolah-olah ia tidak berbuat apapun. Ia sudah merasa begitu murka hingga ingin mengambil pisau dapur dan menancapkannya pada Daniel berkali-kali.

"Niel, jangan kauteruskan candaanmu. Kasihan Valeria. Kau seperti tidak tahu Sean seperti apa." Rayhan menasehati dengan raut wajah cemas.

Ponsel Valeria berbunyi. Ia mengambilnya dan seketika lemas ketika melihat nama yang tertera di layar ponsel. Sean meneleponnya. Ia terdiam sebentar dan menatap kedua teman Sean. Mereka juga menatapnya khawatir.

Valeria pasrah menerima nasibnya. Ia menggeser layar ponsel dan mengangkatnya di telinga.

"Kenapa kau begitu lama mengangkatnya?!" Sean membentak.

Valeria terdiam.

Ia sudah lama ingin Sean menghubunginya dan sekarang hal itu benar-benar menjadi kenyataan. Hanya saja dalam versi yang menyakitkan.

"Valeria!!" Sean kembali membentak karena Valeria tidak menjawab.

Valeria menggigit bibirnya untuk menahan air matanya. Ia menatap sekelilingnya dan akan sangat malu jika sampai menangis di hadapan teman-teman Sean ini. Benar kata Gwen. Sean benar-benar makhluk yang sangat tidak peka.

"Kenapa kau baru meneleponku sekarang, sialan! Aku memang bersama Daniel! Dan aku bebas untuk bersama siapapun yang kuinginkan!" Valeria balas berteriak pada Sean di telepon dan seketika memutuskannya.

Tanpa ia sadari ternyata air matanya sudah mengalir. Disini. Disaksikan oleh tiga pasang mata yang menatapnya.

Rayhan dan Budi pura-pura memalingkan wajah.

Daniel memutar bola matanya "Kenapa kalian begitu serius satu sama lain sih. Santai dikit kan bisa."

Valeria maju dengan mantap ke hadapan Daniel dan menamparnya.

Tamparan itu terdengar begitu keras hingga Budi dan Rayhan meringis mendengarnya.

"Kau juga sialan Kak Daniel." Valeria menatapnya penuh kebencian dan berbalik menuju pintu keluar dengan gusar.

"Candaanmu keterlaluan, Niel. Kau pantas mendapatkannya." Rayhan berkomentar.

"Apa boleh buat. Mereka menggemaskan sih. Jadinya bawaanku ingin mengganggu mereka terus. Tapi sialnya mereka tidak tahu terimakasih." Daniel tertawa sambil memegang pipinya yang memerah.

Budi hanya geleng-geleng kepala.

Ponsel Rayhan tiba-tiba giliran berbunyi. Rayhan mengambilnya dan melihat nama Sean yang tertera di layar. Ia menghela napas dan mengangkatnya.

"Kau bersama Daniel?" Sean bertanya tanpa mengucapkan basa-basi dengannya.

"Iya. Ada Budi juga. Kami semua bersamanya." Rayhan menjawab.

Rayhan menunggu respon Sean. Sean sepertinya terdiam mendengar kata-katanya barusan.

"Sean, kurasa kau terlalu keras pada istrimu. Kau harus ingat ia sedang hamil. Ia terlihat begitu syok setelah menerima teleponmu. Ini semua hanya keisengan Daniel. Tapi Daniel sebenarnya tidak bermaksud buruk." Rayhan menceritakan segala yang terjadi pada Sean.

"Apa ia masih disana?" Sean terdengar bertanya.

"Ia baru saja pergi." Rayhan menjawabnya.

"Ia tidak mau mengangkat teleponku lagi, Rayhan." Sean menjawab dengan frustrasi.

Rayhan menghela napas kembali. Ia juga tidak tahu harus berbuat apa. "Apa perlu aku menemuinya dan menyampaikan pesan darimu?" Rayhan menawarkan diri.

Sean terdiam kembali beberapa saat.

"Kurasa tidak perlu." Sean menjawab.

"Baiklah kalau begitu. Hubungi aku jika kau perlu." Rayhan menutup ponselnya.

***

(END) SEAN AND VALERIAWhere stories live. Discover now