3.

11.4K 705 60
                                    


"Apa hebatnya Valentino Rossi?"

"Dia juara dunia 9 kali, legenda hidup Moto Gp."

"Jorge Lorenzo?"

"Dia rider favorit aku, cara dia memgendarai motornya benar-benar halus apalagi pas overtaking. Kamu pasti bisa lihat gimana dia memperlakukan motornya. Lembut banget."

Hana mendengus, ketika memperhatikan Ari yang berbicara tanpa menoleh sedikitpun kepadanya. Mata laki-laki itu sepenuhnya terfokus pada layar laptop yang sedang menampilkan race Moto Gp sambil sesekali mengumpat saat melihat rider favoritnya itu disalip oleh rider lain.

"Apa yang bikin kamu mengidolakan dia?" tanya Hana sembari menopang dagu melihat Ari yang duduk disampingnya.

"Pantang menyerah."

"Terus?"

"Dia pernah ikut balapan selang beberapa jam setelah operasi pemasangan pen di tulang belikatnya, pernah podium pas kakinya cedera dan pernah ngalamin gegar otak sampai hilang ingatan beberapa hari."

"Terus?"

"Orangnya to the poin."

"Dia punya pacar?"

"Sekarang kayanya, nggak."

"Kok tau?" Hana bertanya penuh selidik, apakah Ari sangat-sangat mengidolakan si Lorenzo ini hingga tau tentang hal-hal pribadinya segala.

"Di akun instagramnya udah gak pernah upload photo sama ceweknya lagi."

"Kamu punya akun instagram cuma buat stalkerin si Lorenzo?" Hana merengut lantas memukul Ari dengan bantal sofa yang sedari tadi dipeluknya. "Jadi akun IG yang nol kiriman dan nol folowing tapi sok-sokan digembok itu cuma dipakai buat ngeliat aktivitas dia doang?" Jari Hana menunjuk si pembalap dengan nomor motor 99 itu dengan agak kesal.

"Ya nggak juga." Ari membela diri.

"Giliran aku folow, gak dikonfirmasi sampai sekarang," gerutu Hana, sebal.

"Ya kenapa harus dikonfirmasi coba, kita 'kan bisa komunikasi langsung, gak perlu lewat medsos-medsos segala. Kaya ABG aja," Ari berujar kemudian mendesah keras ketika lagi-lagi dia harus melihat Lorenzo disalip rider lain.

Bibir Hana mencebik, jika saja yang sedang berada di hadapannya saat ini bukanlah Ari, ingin rasanya dia membanting laptop itu lalu menginjak-injaknya hingga hancur supaya perhatian kekasihnya itu hanya tercurah padanya saja. Tapi saat Hana melihat betapa Ari menikmati acara tersebut tiba-tiba saja dia merasa sangat egois karena sudah menggangu kesenangan laki-laki itu.

Akhirnya Hana memilih mengalihkan perhatiannya pada sebuah ransel berwarna hitam yang disimpan dekat sofa.

"Kamu beneran mau bawa barang-barang segitu doang?" tanya Hana sekadar memastikan lagi jika barang yang dia bantu bereskan sudah cukup.

Ari menoleh. "Iya. Emang kenapa?"

"Gak apa-apa, aku cuma bingung aja sebenarnya kamu itu mau pindah apa mau camping. Bawa barangnya tanggung banget."

Hana berdiri dari duduknya di atas karpet lalu berjalan ke arah tas ransel yang nantinya akan dibawa Ari ke apartemen.

"Cuma buat keperluan selama seminggu aja dulu. Lagian mama belum benar-benar ngasih ijin." Ari mematikan laptopnya lalu menghampiri Hana yang sekarang sudah duduk di atas sofa "Aku serakah gak sih?" tanyanya kemudian.

Alis Hana bertaut, matanya menyisir raut wajah Ari yang tampak seperti sedang terbebani. Dan raut wajah itu tidak berubah sedikitpun semenjak dia masuk ke rumah ini dua jam lalu. "Serakah? Maksudnya?"

i'm yoursWhere stories live. Discover now