i'm yours 26.

7.8K 615 45
                                    


Empat hari pasca operasi, Ari mulai bisa duduk, meski belum tegak dan masih harus ditopang dengan bantal, tapi setidaknya ia sudah bisa merubah posisi tubuhnya. Tidak lagi berbaring seperti hari-hari kemarin.

Kondisinya berangsur pulih, tidak lagi diserang rasa pusing dan mual. Hanya tinggal lemas dan sesekali sakit dibagian luka bekas operasinya, Selebihnya semuanya baik-baik saja.

Kata dokter, kondisinya menunjukan kemajuan yang signifikan bahkan lebih cepat dari yang diprediksikan sebelumnya. Sehingga peluang untuk keluar dari rumah sakit lebih cepat pun sekarang jadi terbuka lebar.

Berkat pengalaman dari operasi-operasi sebelumnya, juga 'team penyemangatnya' yang seakan tidak pernah lelah menguatkan menjadi obat mujarab bagi Ari selain obat yang diberikan oleh dokter.

Ari merasa bersyukur dan akan selalu berterima kasih untuk kedua hal itu. Untuk pengalaman dan orang-orang yang selalu ada di sampingnya. Untuk setiap perhatian dan waktu yang mereka berikan.

***

"Selamat pagi."

Seorang suster berhijab dan perawat laki-laki masuk ke kamar rawat sambil menyapa dengan senyuman lebarnya.

"Pagi." Itu Rani yang menyahuti, sementara yang lain; Ari, Hana dan juga Dhika sedang mengobrol sambil mengitari ranjang Ari sehingga tidak begitu menyadari kehadiran perawat tersebut karena tirai penyekatnya juga ditutup.

"Wah, Ibu udah cantik aja, siap-siap berangkat?" tanya si perawat perempuan.

"Iya." Rani tersenyum. "Berangkat anter suami sarapan," ucapnya sambil berjalan membuka tirai.

"Ya ... kalau Papa sih, terserah kalian. Tapi, lebih cepat lebih baik 'kan?"

"Ada yang mau ganti perban," sela Rani menghentikan ucapan Dhika sekaligus obrolan ketiga orang itu.

"Bang, Papa berangkat sekarang aja ya, sekaligus sarapan dulu di bawah. Ada Hana ini yang nemenin." Dhika lantas berpamitan. Setelah disalami oleh Ari juga Hana, dia pun bergegas pergi diantar oleh Rani menuju kafetaria di lantai dasar.

"Selamat pagi, Mas. Ganti perban dulu seperti biasa."

Ari hanya tersenyum menanggapi ucapan suster tersebut. Dibantu oleh perawat laki-laki dan juga Hana, dia mulai merubah posisi tubuhnya jadi menyamping kemudian melepas baju yang menutupi tubuh bagian atasnya.

Tangan Ari reflek memegang tangan Hana ketika suster mulai mengecek lalu memijat area sekitar jahitan luka operasi untuk memastikan tidak ada rembesan dari dalam ke luka jahitan luar.

"Pemulihannya bagus, kering, tidak ada infeksi atau pun rembesan," ucap si perawat itu sambil memasangkan perban konvensional dan kain kasa yang baru."Kalau ada reaksi alergi terhadap plester sama perban, langsung bilang ya, Mas?"

"Kecuali sama plester waterproof, saya gak ada alergi, Sus," sela Ari.

"Masalah itu, nanti bisa kami kondisikan. Sebisanya jangan bersin dan batuk terlalu keras, sama jangan tertawa lepas dulu, ya?" pungkas suster seperti biasa, lalu membantu Ari duduk, kemudian berpamitan.

"Denger gak? Suster bilang jangan kebanyakan ngakak!" Hana tersenyum geli menatap tangannya yang masih dipegangi Ari. "Lepasin!"

Ari menurut. "Mulai hari ini, kamu, si Gendut sama si Marmut, aku coret dari list."

"List apaan?" Hana beranjak, mengambil ponselnya dari atas nakas saat teringat belum membalas pesan dari Amih sejak subuh tadi gara-gara langsung mengobrol dengan Ari dan Dhika.

"List orang-orang yang gak boleh masuk ke sini," ucap Ari. "Apalagi si Bilal, ngocol terus."

Hana mencibir sambil beranjak ke arah sofa membereskan barang-barang yang akan dibawanya pulang hari ini. Masa cutinya habis, dan itu artinya ia harus kembali pada rutinitasnya.

i'm yoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang