i'm yours 17

7.6K 602 26
                                    


"Baru pulang?"

Hana menoleh ke belakang kemudian tersenyum mendapati Wisnu, papanya sedang berdiri di ambang pintu sambil menyender pada daunnya.

"Iya. Aku pikir Papa udah tidur," jawab Hana seraya menuangkan air yang diambilnya dari dalam kulkas pada sebuah cangkir putih bergambar Doraemon.

"Belum. Papa lagi baca buku sambil nunggu kalian pulang. Tadinya kalau lewat dari jam setengah sebelas kamu belum pulang juga, Papa mau langsung nyusul ke rumah sakit." Wisnu menegakan tubuhnya lantas berjalan dan duduk di kursi meja makan. Berhadapan dengan Hana. "Emang Ari sakit lagi?" tanyanya penasaran.

Hana mengangguk. Menyesap air dari cangkir yang sedang dipegangnya, perlahan. "Harus operasi," jawabnya, "paru-parunya bocor lagi kaya dulu. Cuma agak lebih parah jadi dokter langsung ambil tindakan itu."

"Kapan?"

"Empat hari lagi dari sekarang. Jadwal dokter bedahnya padat."

"Dia kok bisa gitu lagi sih? Bukannya kemaren udah sembuh total, ya?" Wisnu bersedekap sambil menganggukan kepala. "Apa dia kecelakaan lagi? Atau dadanya kebentur apa gitu?"

"Hah?" Hana mengangkat kepala yang semula menunduk memperhatikan gambar yang tercetak di cangkirnya menjadi memperhatikan Wisnu. "Dia gak pernah cerita."

"Papa gak yakin juga sih. Cuma nebak aja. Soalnya aneh kalau Ari yang sebelumnya udah sembuh total tiba-tiba kaya gitu lagi. Dan malah lebih parah."

"Emang iya?" tanya Hana. Berhasil dibuat penasaran oleh ucapan Wisnu.

"Papa bilang 'kan Papa juga gak yakin. Cuma dari beberapa orang yang Papa kenal dan pernah mengalami sakit kaya gitu. Mereka kambuh gara-gara kecelakaan lagi. Coba deh nanti kamu tanya sama Ari. Mudah-mudahan sih bukan gara-gara kecelakaan"

"Entar deh aku coba tanyain, kalau sekarang gak mau nanya yang aneh-aneh dulu, takut entarnya dia malah kepikiran," ucap Hana. Sudut bibirnya berkedut. Ia tersenyum tipis.

"Kalau kamu gak mau langsung nanya ke Ari juga gak apa-apa, biar nanti Papa coba nanya ke calon mertua kamu."

"Calon mertua?" Hana mendelik.

"Iya. Papa ntar coba tanyain ke Om Dhika. Calon mertua kamu 'kan?" ledek Wisnu. Tersenyum jahil.

Hana mendengus. "Papa niat banget pengin besanan sama Om Dhika."

"Iyalah," balas Wisnu. Semangat. Wajahnya berbinar cerah. "Soalnya dia udah jadi sahabat Papa dari zaman SMA. Temen diskusi, temen di masa-masa sulit sekaligus temen ngebandel juga. Jadi kayanya seru kalau akhirnya kita malah jadi besanan dan jadi satu keluarga besar."

"Emang temen Papa waktu SMA cuma Om Dhika doang?" Hana meringis ketika lagi-lagi mendengar nama Dhika terselip di cerita masa lalu papanya itu.

"Sebenernya ada sih yang lain. ceweknya juga ada. Kalau cowoknya selain Om Dhika ada Om Aswar, tapi sama dia Papa gak terlalu deket soalnya kalau ngobrol kita gak nyambung. Dia kelewat kaku."

"Sebentar-sebentar." Hana menyela cepat ucapan Wisnu. Ia merasa menemukan sesuatu yang teramat sangat menggelitik. "Om Aswar yang tadi istri sama anaknya datang ke butik?"

"Heeh. Mereka yang tadi mampir ke sini."

"Serius? Dia temennya Papa sama Om Dhika juga?" selidik Hana, "makanya mereka mampir ke sini?"

"Gak temen juga sih. Mereka sebenernya deket sama Amih bukan karena Om Aswarnya deket sama Papa. Cuma keluarga istrinya deket sama Amih. Mereka itu kaya punya hutang budi gitu ke Amih, makanya setiap kali mereka balik ke Indonesia, mereka pasti nyempetin buat mampir ke sini. Terus kamu inget gak?"

i'm yoursWhere stories live. Discover now