16

7.8K 579 44
                                    

"Iya. Sayang banget 'kan? Padahal---"

Ari diam. Tidak menyahuti dalam bentuk apapun. Ia masih merasa enggan untuk percaya, jika Mori yang sedang diceritakan Hana adalah Mori yang ia kenal setahun belakangan ini. Yaitu; Mori si gadis depresi yang tidak sengaja ia temui saat mengahadiri acara ulang tahun Zona, teman sekampusnya di Slainte Irish Pub, Amsterdam. Dulu.

Ari mengerjap beberapa kali. Berusaha mengusir ingatan-ingatan tentang apa saja yang sudah ia lalui bersama Mori dalam kurun waktu setahun tersebut. Di mulai dari obrolan mereka di meja bar, hingga obrolan mereka di dalam mobil sebelum mengalami kecelakaan. Semuanya tergambar jelas satu per satu seperti video yang sedang di-playback. Membuat Ari mau tidak mau harus berusaha keras untuk menghentikannya.

" ..., Ri?"

Tubuh Ari agak sedikit tersentak ketika merasakan tangan Hana menyentuh permukaan kulitnya. Membawanya kembali tersadar dari ingatan tentang Mori dan semua yang pernah mereka lalui.

"Kok malah bengong sih?" tanya Hana, "mikirin apa?"

"Gak mikirin apa-apa." Ari menggeleng. Sambil menatap lekat wajah lembut Hana yang dihiasi lesung di sudut bibirnya setiap kali gadis itu sedang tersenyum seperti sekarang. "Tadi kamu bilang apa?" tanyanya kemudian.

"Tuh 'kan," sahut Hana, sebal. "Jadi dari tadi tuh kamu gak dengerin aku?"

"Nggak---" balas Ari gelagapan sambil mengusap kepala bagian belakangnya.

"Nggak apa?" sela Hana, tak kalah cepat. "Gak dengerin aku?"

"Dengerin kok. Cuma kurang jelas," jawab Ari, jujur. Tadi ia memang mendengar Hana bercerita tentang bagaimana Mori dan ibunya yang ternyata tamu Amih itu bisa datang ke butiknya. Tapi di bagian tengah, suara Hana seolah tiba-tiba saja lenyap dan berganti dengan ingatan tentang Mori.

"Beneran?" Mata Hana memicing.

Ari mengangguk. "Tapi, mending gak usah dilanjutin, gak penting juga," ucapnya, santai tapi dengan helaan napas yang berat. "Mending bahas hal lain aja."

"Tapi serius deh, Ri. Kayanya kapan-kapan kamu harus ketemu dia." Hana tersenyum jahil. "Sekalian aku pengin ngetest sekuat apa sih iman kamu kalau dipertemukan sama cewek kaya dia yang tinggi, putih, langsing, mulus dan cantik. Yang gak jauh beda sama Sui He."

Ari menelan ludah, ucapan Hana yang terakhir terdengar seperti ancaman untuknya. "Serius deh, Han. Itu tuh gak penting banget," sahutnya, lalu mengambil ponsel dari atas nakas dan membuka galeri fotonya. "Kayanya gak bakalan ada cewek lain yang mampu menggoyahkan iman aku selain cewek ini."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
i'm yoursWhere stories live. Discover now