i'm yours 23.

7.1K 653 81
                                    

Maaf ya kalau gak panjang. Daripada gak update sama sekali, lumayan lah 😂. Hari ini sebenernya  gak akan update apa-apa, karena hampir semuanya belum selesai. Jadi maaf kalau  ini juga masih seadanya. 🙏

Wajah mereka menunjukan ekspresi yang serupa, datar dan cenderung pucat.

Operasi sudah berlangsung hampir lima jam, itu artinya masih ada satu jam tersisa sampai selesai nanti. Sudah tidak terhitung berapa kali Hana melihat jam, entah itu jam yang melingkar di tangannya, jam di ponselnya ataupun jam digital yang menempel kokoh pada dinding di hadapannya.

Semuanya sama, rasanya nyaris tak bergerak dan tak  berganti. Waktu rasanya diam dan tidak beranjak sedikitpun.

Di sampingnya, Rani dan Dhika sejak tadi saling menggenggam tangan memberi kekuatan satu sama lain. Sementara Bilal dan Alif yang duduk di belakangnya tampak sibuk dengan ponsel mereka masing-masing.

Hana mengembuskan napas, hatinya terus bergemuruh memanjatkan doa dan menyuarakan harapan supaya penantian mereka akan berbuah manis. Setidaknya menghasilkan yang terbaik, terbaik untuk yang menunggu atau pun yang ditunggunya.

Apa yang Ari rasakan saat ini? Apakah dia sedang merasa takut? Sakit? Kesepian? Atau justru laki-laki itu tidak merasakan apapun?

Tangan Hana lagi-lagi terangkat, menghalau airmata sebelum cairan itu benar-benar jatuh.

"Ini bukan yang pertama, kedua atau ketiga. Ini untuk ke sekian kalinya. Aku udah tahu apa yang akan mereka lakuin, apa yang harus aku lakuin dan apa yang akan aku rasain. Jadi, santai aja."

Hana mengumpat dalam hati kecilnya, mengingat bagaimana Ari masih bisa memberikan lelucon dengan tenangnya di detik-detik terakhir sebelum dibawa oleh dokter menuju ruang operasi. Di saat orang-orang yang mengelilinginya dilanda rasa takut yang teramat sangat.

Hana menopang kepala dengan tangannya, ketika tangan lembut nan hangat milik orang yang duduk di sampingnya merangkul pundaknya dan menariknya ke pelukan.

"Capek gak?" tanyanya.

"Nggak." Hana menggeleng, menatap Rani sambil tersenyum. "Kalau Tante sama Om aja kuat, masa aku nggak."

"Kalau ngantuk, istirahat aja. Mata kamu udah merah gitu."

Hana lagi-lagi menggeleng. "Tante?"

"Hm?"

"Tante gak takut?"

"Takut sih, tapi gimana ya? Tante pasrah aja. Kelewat sering nungguin dia berjuang kaya gini, rasa takut Tante agak berkurang. Tapi kalau khawatir sih tetep." Rani tersenyum lembut, tapi sayangnya senyum itu tidak ikut tampak di matanya. Sirat khawatir yang sarat akan rasa cemas jelas lebih dominan di sana. "Lagian sekarang kalian ada di sini, jadi Tante sama Om Dhika gak terlalu ngerasa kesepian kaya pas operasi-operasi Ari dulu."

Hana tersenyum. Maksud ucapan Rani, sedikit banyaknya ia paham. Perempuan itu pasti sedang membicarakan perihal operasi pasca kecelakaan Ari dulu, di mana kondisi keluarga mereka sedang diuji dengan kesalahpahaman. Jangankan dikelilingi orang-orang terdekatnya seperti ini. Ada yang sudi menanyakan Ari pun, mereka sudah sangat bersyukur.

"Apa setelah ini kita bisa langsung ketemu sama Ari?"

Rani menggelengkan kepala.  "Paling cepet 24 jam. Abis ini dia masih harus jadi sandraan dokter di recovery room."

Hana mengangguk paham. Rasanya ia tidak pernah bosan menanyakan itu, meskipun Ari sudah pernah menjelaskan, tapi rasanya ia tidak pernah puas. Hana butuh jawaban lain dari pertanyaan itu, seperti; iya, kita akan ketemu sama Ari lagi secepatnya.

i'm yoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang