I'm yours 24

7.4K 633 97
                                    

Setelah enam jam tertidur pasca mengalami halusinasi akhirnya Ari benar-benar sadar sekarang. Tidak ada lagi penampakan Hulk dan Joker di dekatnya, yang ada hanya dua orang dokter dan dua orang perawat masing-masing laki-laki dan perempuan yang tengah sibuk memeriksa kondisinya. Lalu ada juga beberapa pasien lain yang masih mengalami masa kritis pasca operasi.

Ari menghela napas, tak henti-hentinya dia mengucap syukur dalam hati karena masih diberi kesempatan untuk hidup. Namun keningnya mengerenyit samar ketika menyadari kedua tangannya diikat pada bantal.

Apa dia mengalami kejang setelah operasi? Atau melakukan perlawanan? Ataukah hanya untuk menjaga supaya tangannya tidak melakukan pergerakan yang nantinya akan mengganggu bekas operasinya?

Entahlah. Sejujurnya ingin sekali dia menanyakan itu, tapi apa daya, akibat ventilator yang baru saja dilepas membuat tenggorokannya sakit saat ingin berucap.

"Sabar ya, Mas. Setelah seluruh pemeriksaan selesai dan dinyatakan tidak ada masalah. Mas akan segera dipindahkan ke ruang rawat inap dan bertemu kembali dengan keluarga," ucap si perawat, menenangkan.

Ari tidak merespon, rasa mual, pusing dan sakit di area luka operasi mulai menyita seluruh perhatiannya. Inilah saat-saat yang paling dibenci oleh Ari setiap ia selesai melewati proses operasi. Yaitu; saat di mana anestesi sudah mulai hilang efeknya.

"PONV aka Post Operative Nausea & Vomitting. 20-30% dari pasien yang baru selesai dioperasi akan mengalami efek samping dari anestesi. Atau bahasa orang awamnya itu mabuk."

Ucapan Dokter Beni tempo hari mengalun beriringan dengan rasa sakit pada area jahitan luka yang jika bisa Ari gambarkan, sakitnya itu seperti sedang diiris oleh pisau tajam dengan intensitas sakitnya beribu kali lipat. Belum lagi kepalanya benar-benar seperti habis ditonjok bolak-balik dan perutnya seperti sedang diaduk-aduk. Lengkap sudah penderitaannya.

Ari ingin muntah, menangis, dan berteriak sekeras-kerasnya, kalau saja tidak malu. Tapi harga dirinya masih sangat tinggi dan akhirnya yang dapat dilakukannya hanya sekadar meremas bantal sekuat-kuatnya. Sambil berharap kalau dokter akan memberinya painkiller atau anestesi lagi dalam dosis tinggi, secepatnya.

Pernah beberapa kali menjalani operasi, nyatanya tidak lantas membuat Ari akrab dengan PONV dan segala penderitaan yang disebabkannya selama kurang lebih 24 jam ke depan. Ari masih saja selalu merasa tersiksa karenanya, ia masih menganggap jika fase ini adalah fase terberat pasca operasi yang tidak bisa diantisipasi.

"Dok." Mulut Ari berucap pelan sambil menggapai-gapai tangan Dokter Beni. "Muntah," gumamnya.

Dokter Beni menghentikan aktivitasnya sejenak lalu memeritahkan perawat untuk membawa wadah yang langsung didekatkan pada mulut Ari.

"Gak apa-apa ini wajar. Pasti cepat berlalu," ucap Dokter Beni, santai.

"Berlalu ndas mu! Emangnya ini badai, yang pasti berlalu? Ini tuh sakit, Dok ...." Ari membatin. Ari bersiap-siap memuntahkan isi perutnya tapi hasilnya nihil. Dengan sepenuh tenaga, ia berusaha keras untuk mengeluarkan isi perutnya lagi, tapi tetap saja hasilnya nihil. Tidak ada sedikitpun yang bisa ia keluarkan. Mungkin disebabkan karena ia berpuasa sebelum operasi kemarin dan muntah sebelum masuk ke ruang operasi, jadi perutnya benar-benar kosong melompong. Yang ada luka jahitannya malah semakin sakit setiap kali ia berusaha untuk muntah.

Ari menyerah sambil meringis menahan sakit. Ketika salah seorang menyuntikan sesuatu pada infusnya. Sekarang yang bisa dilakukannya hanya pasrah sambil berharap supaya pemeriksaan yang dilakukan paramedis cepat selesai dan ia segera dipakaikan baju pasien lalu bisa segera dipindahhkan ke ruang rawat inap. Dia akan segera mengadukan perasaannya ini pada semua orang yang ada di sana. Dia berjanji.

i'm yoursWhere stories live. Discover now