12.

7.6K 661 46
                                    

"Sebenernya terlalu beresiko kalau Tante ngasih izin kamu pergi. Kondisi kamu juga belum bisa dikatakan stabil. Tante khawatir kalau kamu tetap maksain pergi, paru-paru kamu beneran collapse." Mutia duduk di pinggiran ranjang Ari, menatap serius tepat pada bola mata keponakannya itu.

"Setelah ini, aku pasti balik lagi ke sini. Aku cuma mastiin sebenernya siapa yang nyari aku ke bengkel sampai papa minta aku datang ke sana," ucap Ari.

"Kenapa gak sekalian kamu tanyain?" tanya Mutia, heran. "Dan kenapa juga kamu gak bilang ke Mas Dhika kalau kamu lagi opname?"

Ari menggigit bibir bawahnya. Gila! Dia tidak pernah menyangka jika membuat kesepakatan dengan seorang dokter akan serumit ini.

"Tante mau aku kasih tau sesuatu?" tanya Ari seraya memberi isyarat dengan tangannya agar Mutia mendekat. Dia tidak bisa berbicara dengan suara keras tentang masalah ini, atau orang-orang yang berada di balik tirai penyekat itu akan mendengarnya. Ditambah bukan hanya ada Hana, Rani dan juga Genta di sana melainkan ada Sukma dan juga Diandra.

"Apa?" Mutia menurut, mendekatkan tubuhnya pada Ari.

"Sebelum aku masuk ke sini," ucap Ari sangat pelan dan hati-hati. "Aku kecelakaan."

"Hah?" jawab Mutia, tidak percaya. Dia lantas berdiri guna memeriksa kondisi Ari, barangkali ada luka yang terlewatkan olehnya dan memerlukan tindakan medis segera.

"Gak, kaya gitu." Ari menahan tangan Mutia yang sudah akan menyingkap selimutnya. "Bukan kaya kecelakaan waktu itu."

"Terus?" Mutia masih pada posisinya berjaga-jaga jika dia harus segera memberikan pertolongan pada Ari.

Setelah dirasa Mutia mulai tenang, Ari pun menceritakan perihal kejadian yang dialaminya kemarin malam, di mana dia tidak sengaja menabrak sebuah mobil akibat kesalahan yang dilakukan oleh si pengemudi mobil itu sendiri. Yang sialnya, si pengemudi itu ternyata seorang pengacara.

"Jadi gimana?" tanya Mutia.

"Jadi, si pemilik mobil itu nyari aku ke bengkel."

Mutia tidak dapat menyembunyikan rasa kagetnya mendengar pernyataan Ari itu. "Ya udah kamu kasih tau Mas Dhika semuanya, Tante yakin kok, dia pasti nolongin kamu."

Ari mengusap tengkuk kepalanya. Itu bukan solusi.

"Daripada kamu pergi dalam kondisi kaya gini. Palingan dia juga cuma minta ganti rugi buat kerusakan mobilnya itu. Lagian itu bukan kesalahan kamu, dia sendiri yang nyalip asal-asalan."

Ari mengembuskan napas, kalau saja masalahnya sesederhana itu mungkin sampai saat ini dia masih bisa tidur nyenyak. "Masalahnya 'kan papa gak tau. Dan kayanya gak sopan aja, aku yang bikin masalah tapi papa yang beresinnya."

Mutia tidak membalas ucapan Ari, dia terlalu bingung harus memberikan solusi apalagi pada keponakannya ini.

"Jadi, bisa dong aku keluar sebentar terus balik lagi ke sini?" Ari tersenyum.

"Ya udah," jawab Mutia, terpaksa. "Tapi harus ada yang nemenin kamu pergi ke sana. Jangan bawa kendaraan sendiri apalagi pakai motor! Ini perintah dokter!"

Ari mengangguk.

Setelah Mutia melepas infus dan nasal kanule, Ari pun langsung beranjak dari ranjangnya menuju toilet untuk berganti pakaian.

"Mau ke mana?" tanya Rani, heran. Begitu ia menyingkap tirai dan melihat Ari muncul dari toilet sudah mengenakan pakaian ganti yang dibawanya tadi malam.

"Ke bengkel sebentar, tapi nanti balik lagi ke sini," ucap Ari, santai. Sambil mengenakan jaket denim yang tersampir di kursi. "Tante Muti kasih izin 3 jam."

i'm yoursWhere stories live. Discover now