i'm yours 29

5.9K 586 49
                                    

"Pak berentinya di depan aja, ya."

"Iya, Mbak."

Sebelum turun dari taksi, Hana menyempatkan diri untuk bercermin sekilas pada layar ponsel, hanya untuk memastikan jika lipstick yang dia kenakan tidak terlalu mencolok. Setelah membayar, dia pun segera turun dan bergegas masuk ke bagian dalam rumah sakit.

Hana berjalan santai menuju lift yang akan membawanya ke lantai tiga sambil sesekali memainkan ponsel untuk mengirim pesan pada Ari kalau dia sudah sampai. Walau sudah tiap hari ke sini, dan sebelum berangkat juga memberi kabar, tapi Ari itu selalu saja terus-terusan bertanya 'di mana' seolah memberitahu akan datang saja tidak cukup.

Dulu, sebenarnya Hana sempat merasa risih karena perlakuan itu. Tapi setelah sekian lama, justru dia malah  merasa aneh jika sehari saja Ari tidak mengirim pesan seperti itu. Rasanya seperti ada yang hilang.

"Ghifari Syauqi?"

Hana tidak langsung berbelok ke kiri seperti biasanya begitu keluar dari lift. Memilih berdiri sejenak di samping lift ketika tidak sengaja mendengar perawat yang berada di meja resepsionis menyebutkan nama Ari di depan seorang perempuan.

"Iya, Bu. Pasien atas nama Ghifari Syauqi tidak diperbolehkan menerima karangan bunga untuk sementara oleh dokternya. Jadi, Ibu bisa masuk asal tidak membawa bunga ini."

Karena merasa penasaran mendengar nama Ari lagi-lagi disebut, Hana pun memutuskan untuk mendekat sekaligus melihat siapa sebenarnya perempuan yang sedang mengobrol dengan perawat tersebut.

Hana belum benar-benar sampai di depan meja resepsionis. Saat perempuan yang tadi menjadi pusat perhatiannya tiba-tiba saja membalik badan dan mereka saling memandang satu sama lain sebelum akhirnya perempuan itu melempar senyum terlebih dahulu.

"Morisa?" tanya Hana, tidak ingin basa-basi.

Perempuan itu lagi-lagi melempar senyum ramah dengan ekspresi wajah yang kontras. "Hai, Han. Udah lama ya kita gak ketemu setelah di butik waktu itu."

Hana tersenyum kecil. Kesan dari pertemuan pertama tentang Mori yang baik tiba-tiba saja lenyap seketika. Perempuan itu ternyata tidak lebih dari seseorang yang pintar bersandiwara. "Tapi waktu itu gue belum tau kalau lo ternyata udah kenal sama Ari."

"Ari?" Morisa malah balik bertanya.

"Iya. Ghifari Syauqi," cecar Hana. Kesabarannya sepertinya akan segera habis kalau sampai Morisa masih mengelak.

"Oh ... itu."

"Itu apa? Nyantai aja Mo, cowok gue udah cerita banyak tentang lo, kok."

Ekspresi Morisa berubah masam mendengar itu.

"Ngomong-ngomong lo sendiri?" tanya Hana lagi, tidak ingin berlama-lama menunggu Morisa mengumpulkan kata-kata lagi untuk membalasnya.

Morisa menggeleng samar. Saat itulah dari arah lorong, Hana melihat seorang lelaki berwajah agak bule muncul dan berlari ke arah dirinya.

"Gimana, Mo?" tanyanya.

Hana mundur selangkah ketika laki-laki itu menoleh dan menatapnya penuh tanya.

"Gue udah tau kamarnya, tapi dilarang bawa bunga sama perawat. Jadi gue titipin di resepsionis."

"Oh." Laki-laki itu mengangguk kemudian menoleh lagi pada Hana. Tatapannya sekarang memindai dari ujung rambut hingga ujung kaki seolah baru pertama kali melihat perempuan seperti Hana. "Dia siapa?" tanyanya pelan, pada Morisa.

Hana berdecak.

"Dia --- Hana. Ceweknya Ari, Zona," jawab Morisa, datar. Seperti tidak rela menyebut Hana sebagai kekasih Ari.

i'm yoursWhere stories live. Discover now