end.

11.8K 684 106
                                    

Di dampingi Dhika, Ari duduk berhadapan dengan Wisnu juga seorang penghulu. Sementara di samping kiri dan kanannya ada dua orang saksi.

"Bismillahirrahmanirrahim. Ananda Ghifari Syauqi bin Derahma Selly almarhum, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan anak saya, Hana Ayunda Sastra binti Wisnu Prayogo Sastra, dengan mas kawin uang sebesar seratus sebelas juta rupiah dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Hana Ayunda Sastra binti Wisnu Prayogo Sastra dengan mas kawin tersebut tunai."

"Bagaimana, sah?"

"SAH!"

Usai seruan itu barulah Ari bisa bernapas lega, setelah beberapa jam sebelumnya dia merasa tidak bisa bernapas dan juga tidak bisa berbicara.

Tak lama berselang setelah penghulu membacakan doa, Hana pun muncul digandeng oleh Nesa dan juga Amih. Mengenakan dress panjang berwarna putih dengan rambut disanggul sederhana.

Ari tersenyum ketika Hana duduk di sampingnya. Kemudian prosesi penandatanganan dokumen, buku nikah dan penyerahan mas kawin pun dilakasanakan.

Siang harinya di tempat yang sama, Ari dan Hana langsung menggelar resepsi pernikahan.

Tidak banyak tamu yang mereka undang. Hampir semuanya adalah orang yang mereka kenal seperti, keluarga, kerabat dekat, dan teman saja.

Tidak ada dekorasi mewah dengan bunga impor, tidak ada gedung besar dengan harga sewa fantastis. Ari dan Hana memilih menggelar pesta pernikahan mereka di halaman belakang panti asuhan dengan sangat sederhana.

Pikiran mereka sama, dari pada uang dibuang untuk sewa gedung, lebih baik didonasikan untuk kebutuhan anak-anak di panti. Jadi, selain berpesta, mereka juga sekalian bersedekah. Mudah-mudahan saja dengan begitu pernikahannya jadi lebih berkah.

Bersama Hana istrinya, kini Ari berjalan menghampiri satu-persatu meja panjang yang setiap mejanya dikelilingi kurang lebih sepuluh orang tamu undangan.

Setelah menghampiri meja yang diisi teman-temannya, Ari dan Hana menghampiri meja yang diisi oleh keluarga juga kerabat dekat Ari.

"Kayaknya baru kemaren, Om ngeliat kamu tuh masih kecil. Eh, sekarang udah mengemban tanggung jawab sebagai suami aja," seloroh salah seorang kerabat Ari. "Om doain semoga kalian bisa saling menguatkan saat menghadapi masalah di rumah tangga kalian nanti. Dan bisa secepatnya ngasih mainan baru buat mama-papa kalian."

"Aamiin," jawab Ari dan Hana bersamaan. "Terima kasih buat doanya, Om."

"Waktu emang cepet banget berlalu, ya, Wi," timpal Dhika yang duduk di samping Rani dengan wajah berseri-seri. Roman wajah itu tak kunjung luntur dari tadi pagi bahkan dari kemarin. "Tanpa terasa kita udah semakin tua aja."

"Kamu sih enak Dhik, udah tenang," balas Alwi, "anak satu-satunya udah nikah, bentar lagi bisa ngasih cucu. Lah kalau aku? Beda lagi, Dhik. si Zio sama si Atha sampai sekarang gak laku-laku juga. Ditambah lagi si Jeno yang masih sekolah. Masih banyak PR aku tuh."

"Jangan pendek harapan gitu ah, Mas. Bisa jadi 'kan setelah ini Zio atau Atha segera nyusul," timpal Rani.

"Gimana mereka berdua itu mau nikah, Ran? Kalau yang ada di otak mereka cuma kerja, kerja, kerja. Belum lagi ininih." Alwi menunjuk remaja laki-laki yang duduk di samping Rani. "Di otaknya juga renang, renang, renang terus. Makin pusing lah aku tuh sama Winda."

"Dijalani aja Om, gak usah diambil pusing." Ari memotong Pembicaraan Alwi sambil berdiri dari duduknya di ikuti Hana. Lalu menunjuk ke meja yang ditempati orangtua Hana beserta keluarga. "Kami ke sana dulu ya," ujarnya.

i'm yoursWhere stories live. Discover now