i'm yours 25.

7.7K 604 84
                                    


Sebenernya harusnya ini nyatu sama chapter yang tadi 😂

》》》》

"Bang Bilal ngirim chat." Hana mendekatkan tubuhnya pada Ari sambil menunjukan layar ponselnya.

"Deketan," pinta Ari. Hana menurut, tubuhnya semakin merapat pada Ari.

M. Bilal:

Han, kalau si Ari udah bangun, tolong tanyain, si merah yang onoh mau sekalian dititipin ke gue gak? Mumpung garasi rumah gue lagi kosong 😆

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Han, kalau si Ari udah bangun, tolong tanyain, si merah yang onoh mau sekalian dititipin ke gue gak? Mumpung garasi rumah gue lagi kosong 😆

Hana tersenyum, lalu menoleh pada Ari yang juga sedang tersenyum. "Emang motor kamu mau dititipin ke Bang Bilal?"

Ari mengangguk. "Kalau di rumah gak ada yang ngerawat."

"Sama mobil juga?"

"Nggak. Motor aja."

"Oh, terus harus aku balas apa?"

Kepala Ari menggeleng lemah. "Gak usah," ucapnya. Memejamkan mata kembali.

Hana lagi-lagi menurut lalu merebahkan punggungnya pada kursi. "Ri?"

"Hm?"

"Aku mau lihat Tante Rani dulu ya?"

"Gak usah."

Hana mendesah. Lagi dan lagi dia menurut sambil sesekali melirik ke arah jendela, mengintip Rani yang tampak masih sibuk dengan ponselnya.

"Han?"

"Hm?"

"Capek gak?"

"Nggak. Aku 'kan gak ngapa-ngapain, jadi gak capek. Kamu istirahat aja, aku tungguin di sini," ucap Hana menenangkan, satu kebiasaan Ari saat sakit yang paling diingat Hana adalah; tidak mau ditinggalkan sendiri. Jadi, pertanyaan Ari itu hanya sekadar untuk memastikan jika ada orang yang menungguinya saja.

"Ri?" Hana bertanya lagi, sambil menyentuh tangan Ari saat dilihatnya kening Ari mengerenyit seperti menahan sakit. "Kenapa?"

"Pusing," ucap Ari seraya meremas tangan Hana. Dia tidak peduli kalau Hana akan kesakitan karena ulahnya. Nanti, saat dia sudah agak membaik, dia akan langsung memita maaf.

Hana diam. Walau tangannya terasa agak sakit, asal melihat Ari nyaman, dia tidak apa-apa.

"Semua luka bekas operasi rasanya kaya baru lagi. Apalagi yang di kaki." Ari mulai mengeluhkan apa yang dirasanya sambil memejamkan mata. "Kaya diiris-iris pake silet, "ucapnya.

Hana memalingkan wajah. Ari benar-benar tampak menyedihkan di matanya sekarang. Bagaimana bisa bocah sok kuat itu tiba-tiba mengeluhkan semua rasa sakit yang tidak sanggup ia bayangkan. "Aku panggilin dokter aja, ya?" Akhirnya Hana menyarankan itu-itu lagi.

"Gak usah. Dokter paling cuma bilang sabar doang."

"Tapi seenggaknya, dia bisa kasih kamu obat."

i'm yoursWhere stories live. Discover now