i'm yours 42.

6.6K 565 78
                                    


Karena harus pergi dengan Hana ke rumah Resi sore ini, jadilah Ari menyelesaikan tugasnya lebih cepat.

Meski si pemilik perusahaan sudah memberinya izin pulang lebih awal, tapi Ari tak lantas bersenang hati dan pergi begitu saja meninggalkan pekerjaannya yang belum selesai.Tugas tetaplah tugas dan peraturan tetaplah peraturan. Ari ingin membuktikan bahwa dia bisa bersikap profesional meski dengan embel-embel keluarga.

Setelah salat magrib Ari menyerahkan semua laporan pada Dhika untuk ditandatangani, lalu lekas pergi meninggalkan bengkel menuju butik. Hana memintanya untuk dijemput di sana.

Pak Tjepi langsung keluar dari pos security begitu melihat Ari turun dari mobilnya. Karena sudah tahu Ari itu siapa, sekarang setiap melihatnya, Pak Tjepi langsung memberi hormat. "Malam, Mas."

"Malam," balas Ari sambil mengulurkan tangan menjabat tangan Pak Tjepi.

Pak Tjepi balas tersenyum sembari melirik mobil yang dipakai Ari. "Mobil baru, Mas? Motornya dikemanain?" tanyanya.

"Iya, Pak. Mobil baru," jawab Ari. "Motor yang kemaren punya temen saya."

Mata Pak Tjepi membelalak, kagum sekaligus terkejut. Tidak menyangka laki-laki semuda Ari yang kemarin datang dengan motor bebek butut ternyata mampu membeli mobil baru yang persis seperti mobil balap, dengan kisaran harga milyaran rupiah juga. "Wah keren," pujinya. "Mahal?"

Ari mengangguk. "Iya dong."

"Berapa kira-kira?"

Ari menggeleng. "Kurang tahu, Pak."

"Lha kok bisa? Kan Mas yang beli."

"Ini punya Bos saya. Saya cuma pinjem." Ari menyengir.

Kekaguman Pak Tjepi luntur seketika. "Lah, saya kira punya Mas Ari."

"Ah Bapak bisa aja. Boro-boro buat beli mobil kaya gini, Pak. Makan aja masih minta ke orangtua. Kalaupun punya uang, daripada beli ginian mending dikasih orangtua, beli rumah terus buat modal nikah."

Tawa Pak Tjepi pecah. "Nah iya. Lebih berfaedah itu. Buat bekal di akhirat."

Kepala Ari mengangguk-angguk. "Ngomong-ngomong, Hananya ada?"

"Ada. Kebetulan Pak Emir juga ada, Mas."

Bibir Ari membulat. "Kalau gitu saya masuk dulu, Pak."

"Iya, iya silahkan Mas."

"Mari, Pak," pamit Ari sambil berjalan ke dalam bangunan butik.

"Selamat datang di LOVHANA." Salah seorang karyawati butik menyambut kedatangan Ari dengan senyuman ramahnya. "Ada yang bisa kami bantu?"

"Dia tamu saya, Cha." Hana jalan tergesa dari arah timur bangunan menghampiri Ari sambil membawa beberapa potong pakaian lalu diberikan pada karyawannya tersebut. "Nanti ini gantung di depan aja."

Icha mengangguk kemudian melangkah mundur.

"Kok belum siap-siap sih?" tanya Ari sambil memperhatikan penampilan Hana. Gadis itu masih mengenakan t-shirt, celana jeans dan sneaker. "Masa mau kayak gini, emang gak malu? Itu kan acara resmi."

"Nanti gantinya di rumah kamu aja sekalian," jawab Hana. "Kamu juga mau ganti dulu 'kan?"

"Iya."

"Ya udah makanya nanti aja sekalian." Hana lalu mengandeng Ari, membawa laki-laki itu ke ruang kerjanya di lantai tiga. "Kebetulan ayah lagi di sini juga," ucapnya saat mereka hampir sampai. "Takutnya aku pulang kemalaman, jadi aku nyuruh dia nemenin mama di sini. Mumpung lagi gak ada kerjaan."

i'm yoursWhere stories live. Discover now