BadBoy 31 (1)

169K 13.3K 281
                                    

Selamat sore, Kesayangan! Dan selamat membaca ❤❤

***

Megan menarik nafasnya dalam-dalam seraya meyakinkan dirinya jika parfum mahal yang ia kenakan barusan bukanlah big deal hanya untuk menemui Alceo ataupun Austin di depan.

Begitupun dengan dress kemeja baru yang rencananya akan ia kenakan di hari pertamanya masuk kuliah lagi minggu depan.

"Tidak ada yang aneh, Megan. Semua terlihat normal. Kau normal," bisiknya meyakinkan diri.

Dalam hitungan ke-tiga, Megan membuka pintu di hadapannya dan memasang senyum terbaiknya yang ia kira dapat menyembunyikan kegugupannya saat itu.

Kemunculan Megan dan hentakan pintu yang terbuka tiba-tiba, membuat tiga orang yang berada di ruang tamu yang cukup dekat dengan pintu kamar Megan menoleh.

Begitu mata biru itu bertemu dengan mata Megan, senyun Megan perlahan pudar. Bibirnya terasa mati rasa hanya untuk ia angkat agar tetap tersenyum.

Berapa hari ia tidak melihat wajah itu? Tiga hari? Atau tiga tahun? Kenapa rasanya Megan ingin melempar tubuhnya ke pelukan laki-laki itu?

"Good Morning, Megan," sapa laki-laki itu menyadarkan Megan dari lamunan.

"P-p-p-pagi..." shit! Kenapa aku harus segugup ini? Makinya dalam hati.

Laki-laki itu mengulum senyumnya melihat kegugupan Megan.

"Baiklah. Karena Megan sudah bangun, bagaimana kalau kita sarapan? Aku lapar." Ayahnya memecahkan keheningan dengan sebuah tepukan tangan dan berdiri lebih dahulu meninggalkan ruang Tamu dengan Megan dan tamunya yang masih terpaku, saling menatap.

"A-aku sudah bangun sejak tadi, Dad!!!" Protes Megan berusaha mengalihkan tatapannya dari laki-laki yang sekarang sudah berdiri di sisi sofa sambil mencoba untuk menahan senyumnya. "Apa?!" Sungut Megan salah tingkah.

"Tidak ada," jawab laki-laki itu. Ia menunjuk ruang makan sambil berkata, "After you, Miss."

Megan mendengus dan berjalan melalui Laki-laki itu tanpa disuruh dua kali meskipun jantungnya kini sudah berdebar 10x lebih hebat dari tadi.

Jangan bodoh, Megan! Laki-laki itu bisa saja Austin. Megan membatin.

"Kau terlihat manis dengan bekas pasta gigi di sudut bibirmu, Megan," bisiknya ketika Megan hampir melaluinya.

Dalam hitungan detik, langkah Megan terhenti. Spontan ia langsung menyentuh sudut bibirnya dan merasakan pasta gigi yang sudah mengeras di sana.

Kekehan laki-laki itu akhirnya tidak bisa di tahan lagi. Laki-laki itu tertawa sambil melewati Megan yang sedang melayangkan sejuta kalimat umpatan dalam hatinya.

Sesampainya di meja makan dan selama sarapan berlangsung, Megan tidak henti-hentinya menatap tajam kearah laki-laki itu. Laki-laki itu juga sesekali menatap Megan meski ia lebih banyak berbincang dengan ayah wanita itu. Mengenai inflasi, olahraga, musik, dan lain halnya.

Megan benar-benar di abaikan di meja makan itu.

Kenapa juga mereka harus menungguku untuk sarapan kalau aku hanya di abaikan seperti ini? Itulah yang Megan pikirkan ketika melihat kedua orang tuanya lebih tertarik berbicara pada laki-laki itu di banding dirinya, putri mereka sendiri.

"Keluargamu menyenangkan."

Megan menoleh kearah pintu kamarnya, dimana suara berat barusan berasal.

Laki-laki itu menghampiri Megan yang kembali sibuk dengan bukunya di kamar akibat diabaikan.

"Untuk apa kau kemari?" Tanya Megan ketus.

"Ah, orang tuamu ingin ke supermarket sebentar. Mereka memintaku menemanimu, jadi-"

"Kau tentu mengerti bukan itu maksud pertanyaanku, Mr.Tyler!" Gerutu Megan sebal.

"Kau sudah tidak bekerja di tempatku, tidak perlu memanggilku dengan sebutan itu lagi, Megan. Aku akan lebih senang kalau kau memanggilku dengan nama depanku," laki-laki itu tersenyum dan berhenti mengamati isi kamar itu.

"Apa? Austin?" Tanya Megan sengaja menekankan nama Austin.

"Alceo, Megan."

Megan mendengus. Ia menatap laki-laki itu malas kemudian kembali menatap buku di pangkuannya. "Seperti aku akan tertipu untuk kesekian kalinya," sindir Megan.

Dalam sekejap, Laki-laki itu sudah duduk di sampingnya hingga kasurnya sedikit bergoyang. Lalu buku yang ia sedang baca juga di tutup oleh tangan besarnya.

Megan menoleh dan matanya membesar ketika jarak wajahnya dengan Laki-laki itu hanya terpaut jarak 2 senti.

"Apa menurutmu, aku sedang berbohong?" Tanyanya menatap Megan serius.

Megan bersumpah kalau ia mengira jantungnya akan lepas saat itu. Wajah, suara, dan wangi laki-laki itu memang milik Alceo. Tapi Megan tentu tidak lupa kalau ada satu laki-laki juga di luar sana yang memiliki perawakan yang sama dengan Alceo.

Dan kedua orang itu memiliki kegemaran yang sama untuk menyamar menjadi diri masing-masing.

"Singkirkan tanganmu," gumam Megan seperti bisikan.

"Kau masih tidak mempercayaiku?" Tanyanya.

"Kalau kau tidak ada keperluan lain selain mengerjaiku sampai datang jauh-jauh ke Manhattan, aku usulkan untuk pergi," sinis Megan.

"Kau harus mulai belajar membedakan antara aku dan Austin, Megan," usul laki-laki itu sama sekali tidak menggeser posisinya. Wajahnya masih berada tepat di depan wajah Megan.

Meski jantung Megan kian menggila hingga ia takut laki-laki di hadapannya bisa mendengar, Megan masih kuat pada pendiriannya untuk tidak terbuai dalam rayuan permainan laki-laki itu.

"Tidak perlu mengatakannya padaku, karena aku sudah bisa membedakannya, Austin," ujar Megan percaya diri.

Laki-laki itu menyunggingkan senyumnya. Sesaat, Megan merasakan aura kemenangan ketika laki-laki itu menarik tubuhnya mundur. Disaat yang sama, ia juga merasa kecewa karena Laki-laki itu bukan Alceo.

Tapi semua itu hanya berlangsung selama beberapa detik karena tanpa bisa Megan cegah dan cerna baik-baik, Laki-laki itu sudah menerjangnya, membingkai sebelah wajahnya dengan tangannya yang menutupi buku, dan melumat bibir Megan semakin dalam.

Jantung Megan yang semula mengira bisa beristirahat, kembali pada kinerja maksimalnya memompa darah.

"Apa Austin akan menciummu seperti tadi?" Tanya laki-laki itu begitu melepas panggutannya.

Megan masih berada dalam alam sadar dan tidak sadar akibat ciuman barusan. Bukan Austin... Megan membatin kecil.

"Siapa aku, Megan?" Tanya Laki-laki itu sambil mengusap bibir bawah Megan yang terlihat sedikit membengkak akibat ulahnya.

"Alceo..." bisik Megan kembali membuat Laki-laki itu menyunggingkan senyumnya.

"Right, Baby. It's me, Alceo." Alceo menatap bibir Megan dan Mata wanita itu bergantian. "Aku sangat, sangat, sangat amat merindukanmu, Megan. Sangat..."

"Aku juga..." apakah Megan sadar akan apa yang baru ia katakan atau tidak, ia sendiri tidak tahu. Ia bahkan mengira kalau ciuman barusan adalah buaian alam bawah sadarnya yang menginginkan sosok nyata Alceo di hadapannya.

Alceo menyunggingkan senyumnya lebih lebar sebelum kembali melumat bibir Megan yang tentunya di balas oleh wanita yang kini sudah mengalungkan kedua tangannya di leher Alceo. Sama-sama melepaskan rindu dan melupakan ego mereka.

***

Tbc

Yang penting update 🙈🙈🙈

Any comment? :)

Bad Boy CEO And I [#MFFS 3]Where stories live. Discover now