35. ❤

7.3K 315 10
                                    

Lelaki berkaos putih polos dan dibalut kemeja kotak-kotak serta kancing yang dibiarkan tebuka itu menatap wanita disampingnya malas. Raffa sangat berharap kelas Alin segera masuk dan dia tidak menganggunya lagi seperti sekarang ini, dia terus menempel pada Raffa membuat Raffa ingin melemparnya ke rawa-rawa.

"Lepasin Alin," ucap Raffa sedikit membentak karena Alin terus bergelayut dilenganya tanpa ada rasa malu.

Alin hanya menggeleng sebagai jawaban dan terus mengeratkan peganganya seakan Raffa harus tetap disampingnya, alhasil Raffa membiarkan Alin tetap berada diposisinya.

Raffa mengeluarkan handponenya yang baru saja dia beli, handpine lamanya entah kemana hilangnya. Terakhir dia pergi juga bersama Alin untuk makan. Raffa tidak memikirkan bagaimana handponenya hilang, karena itu bisa membeli lagi. Yang Raffa bingung bagaimana dia menghubungi seseorang yang diarindukan disana, bahkan dia juga tidak hafal nomornya berapa. Argh! Bodoh.

Raffa hanya pasrah, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa semoga gadisnya tidak mempunyai keinginan untuk berpaling padanya. Tapi apa mungkin bisa? Dia sekarang memang sangat disibukkan dengan kuliah yang hampir tiap hari praktik itupun terkadang juga sampai malam. Raffa punya masa depan yang sangat penting, dia tidak mau mengecewakan orang tuanya. Disisi lain juga dia sangat menyayangi gadisnya.

"Hello, kamu baik-baik aja kan?" tegur Alin yang sedari tadi melihat Raffa hanya melamun dan mengabaikan ucapan Alin. Bukanya memang sering diabaikan ya?

Raffa hanya melirik sinis Alin, lalu kembali melihat jam yang melingkar ditanganya. "Gue mau balik," ucap Raffa lalu menepis tangan Alin.

"Bentar. Tungguin ada telfon aku angkat dulu," Alin mencekal kaos Raffa membuat Raffa mendengus kesal, untung cewek kalau bukan udah remek tuh muka.

Raffa kembali duduk lalu menaruh kaki kananya diatas kaki kirinya. Dia mengamati Alin yang sedang menelfon seseorang.

Prak

Handpone yang dipegang Alin jatuh kelantai disusul dengan Alin yang terduduk lemas dilantai, air matanya terus mengalir membasahi pipinya.

Raffa yang melihat itu lalu menghampiri Alin, dia melihat Alin menangis meskipun tidak bersuara air matanya terus mengalir. Raffa bingung mau bagaimana antara bertanya atau membiarkan, alhasil Raffa memeluk tubuh Alin dari samping.

"Kenapa lo nangis, hm?" tanya Raffa hati-hati. Dia takut Alin semakin menangis.

Alin hanya diam dengan air matanya yang terus jatuh. Raffa membiarkan Alin menangis, mungkin dengan begitu bisa sedikit tenang.

"Kondisi mama semakin buruk, sekarang mama kritis,"

                            *****                               

Semantara Nasya dan Dita sedang berada di cafe yang lumayan dekat dengan sekolahnya. Karena jam pulang agak cepat mereka memilih untuk jalan-jalan ke mall dan berakhir di cafe sekarang ini.

"Lo mau apa biar gue yang pesen," tanya Dita.

"Samain aja," jawab Nasya lalu mencekal lengan Dita yang hendak melangkah.

"Kaka Arga jadi kesini 'kan?" Dita mengangguk lalu melanjutkan jalanya. Nasya ingin sekali bertanya pada Arga masalah Raffa yang sulit sekali dihubungi, pikir Nasya siapa tau Arga lebih tau itu. Secara dia kan sahabat dekat Raffa.

Sambil menunggu Dita, Nasya hanya mengetuk-ngetukan jarinya diatas meja sedangkan tangan satunya menopang dagunya.

Tiba-tiba ada lelaki jahil yang mengagetkan Nasya, siapa lagi kalau bukan Arga.

"Dorr!! Mikirin apa sih neng, galau bener," Arga duduk dikursi depan Nssya lalu menirukan gaya Nasya yang menopang dagunya.

"Apaan sih kak Arga kaget tau," Nasya mengerucutkan bibirnya.

"Hahaha muka lo lucu kalau kaya gitu," Arga terus menertawai Nasya yang sedang ngambek mode on.

"Ketawa aja terus, mumpung musim panas!"

"Lah? apa hubunganya paijem,"

Nasya hanya mengabaikan Arga, mungkin jika diladeni terus bisa membuatnya makin gila.

"Eh ngiming-ngiming gimana hubungan lo sama si kampret itu? Lo nggak takut apa dia colong bule disana?" tanya Arga dengan nada sedikit menyindir. Kampret? Raffa kah? 'Tapi kok saat kak Arga nanya gitu perasaan gue nggak enak gitu ya' batin Nasya.

"Punya nama kali bang," jawab Nasya sebal.

"Iya-iya sensi banget sih,"

"Aku aja mau tanya sama kak Arga malah, kenapa dia nggak bisa dihubungin kalau nggak nyambung pasti nggak aktif," ucap Nasya lesu.

Arga hanya menatap Nasya kasihan, bukan mengejek. Sebenarnya Arga juga nggak tau kenapa seperti itu. Dia juga jarang berkomunikasi dengan Raffa. Bagaimana nggak jarang orang disini siang terkadang disana masih malem kok.

"Sory Sya kalau masalah itu gue juga nggak tau, gue juga jarang komimunikasi sama Raffa. Terakhir kalau nggak salah satu bulan yang lalu," ucapan Arga membuat Nasya mengembuskan nafasnya kasar. Jadi gini ya rasanya LDR-an?

.
.
.
.
.

Setelah menghabiskan waktunya bertiga, mereka akhirnya pulang dengan mobil Arga karena Nasya dan Dita tadi naik taksi.

Sebelum masuk mobil Arga, Nasya meminta izin untuk membeli minuman dingin.

"Bentar ya gue mau beli minum dulu," ucap Nasya pada Dita dan Arga.

"Oke," jawab Dita.

Saat Nasya ingin menyebrang, Nasya melihat sebuah truk yang berjalan oleng. Mungkin itu emang dibuat-buat soalnya kan lagi musim tuh yang istilah namanya truk oleng atau apa kek Nasya juga nggak terlalu paham.

Nasya semakin takut dan bingung, truk yang dilihatnya tadi semakin mendekat kearahnya dan......





BRAKKKKK..........

"NASYAAAAA!!!!!"

















                    Bersambung...                           





      



                                   

PACARKU ROMANTIS [END]Where stories live. Discover now