TIGA PULUH SATU

26K 1.6K 2
                                    

Turnamen hari kelima berlalu begitu saja. Hubungan Bara dan Kania pun semakin renggang. Di sekolah tadi, mereka saling mengabaikan satu sama lain. Banyak yang mengira mereka sudah putus, tetapi ada pula yang percaya mereka hanya bertengkar.

Seusai turnamen, Bara tidak langsung pulang ke rumah, melainkan mampir ke markas terlebih dahulu. Dia tidak ikut bergabung bersama teman-temannya, yang saat ini tengah membicarakan hal random. Memilih duduk bersandar di kursi yang berada di sudut gedung, dengan mata yang terpejam.

"Ya gitu, dia langsung minta putus saat itu juga." Setelah mengucapkan itu, wajah Andre berubah melas.

Beberapa pentolan SMA Dirpan berkumpul di markas, duduk melingkar dengan masing-masing rokok yang dijepit di antara jari tengah dan jari telunjuk. Kali ini mereka membahas soal Andre yang baru saja diputuskan pacarnya karena ketahuan selingkuh.

"Ya jelas, lah! Lagian mana ada, sih, cewek yang mau diduain," ucap Aldi sambil menepuk lututnya kesal. Ia menekan ujung rokoknya ke semen sampai api pada rokok padam.

"Ada tuh, ceweknya Bara. Jangankan diduain, diduapuluhin aja masih mau," cetus Andre berani, melirik Bara yang sama sekali tidak memberikan respon.

Yang lain ikut melirik Bara, takut-takut mereka dilempari kursi kayu oleh cowok itu.

"Ya itu beda lagi, ceweknya Bara otaknya pada hilang semua." Yuda berkata lebih berani, tidak peduli dengan Bara yang mungkin akan benar-benar melempar kursi kayu ke arahnya.

Andre mengepul asap rokoknya, mencemari udara di sekitar sana. "Dia kenapa, sih? Dari tadi diem mulu kayak orang lagi galau," tanyanya heran lantaran Bara terlihat tidak seperti biasanya; sibuk membalas telpon dari beberapa pacar atau gebetan barunya. Bahkan sedari awal datang cowok itu belum mengucapkan sepatah kata pun.

Yuda melirik Bara lagi, lalu beralih kembali melihat teman-temannya. "Galau karena berantem sama Kania," celetuknya. Yuda tahu tentang kejadian kemarin dari Dipon. Kebetulan kemarin ia juga berada di SMA Venus sebagai supporter.

"Hah? Serius?" tanya Andre. Pasalnya, sangat tidak mungkin bagi seorang Bara Tangkasa, yang menganggap semua cewek sebagai mainan, bisa galau karena cewek.

Yuda mengangguk dan hendak bicara lagi, namun bibirnya kembali terkatup saat Bara beranjak dan menghampirinya. "Kalau mau ngomongin orang tuh di belakang orangnya, jangan di depan." Bara bergabung dengan teman-temannya, mengambil posisi duduk di sebelah Yuda.

"Serius lo galauin Kania?" Andre yang masih dilanda rasa penasaran segera bertanya, kali ini langsung pada orang yang bersangkutan. Dia menyuruh orang yang duduk di sebelah Bara untuk bertukar posisi, agar dia bisa duduk di sana dan mendengarkan dengan jelas.

"Karangannya Yuda aja." Bara mengambil satu batang rokok dari bungkusnya, mengapit rokok itu di antara bibir atas dan bawahnya, lalu menghidupkannya dengan pematik. Cowok itu menghisap rokoknya, lantas mengepul asap ke udara. "Pusing gue, dari dua hari yang lalu total ada empat cewek yang gue cium, tapi rasa bibirnya hambar semua."

Bara merasa frustrasi, sejak dua hari terakhir ia tidak mendapat kenikmatan dari mencium empat cewek. Pikirannya terus terbayang wajah Kania, bibir Kania, dan segalanya tentang Kania. Ada keinginan besar yang mendorongnya untuk mencium Kania lagi. Tapi Bara tidak bisa melakukan itu dengan mudah. Kania berbeda dari pacarnya yang lain, cewek itu bukan cewek yang dengan sukarela ia sentuh. Apalagi sejak kejadian kemarin Bara selalu dibuat emosi jika melihat wajah Kania, tapi sialnya dia malah terbayang terus.

"Itu tandanya lo harus tobat, Bar. Percaya deh sama gue," tutur Andre seraya merangkul Bara dan menepuk pundak cowok itu. "Putusin semua cewek lo. Waktunya berhubungan serius sama satu cewek."

"Sama Kania," celetuk Yuda lalu merogoh saku celananya, mencari ponselnya di dalam sana.

"Apa?" tanya Bara, tidak mengerti dengan ucapan Yuda.

"Bangun hubungan serius sama Kania. Lo suka beneran, kan, sama dia?" Yuda memasang wajah datar ketika mengucapkan itu. Dia bukan bertanya, tetapi memastikan. Namun sebenarnya ia tidak membutuhkan jawaban, karena sebetulnya ia sudah mengetahui jawabannya.

Bara mengerutkan keningnya. "Apa?" Lagi, ia tidak bisa mengerti apa yang dikatakan Yuda.

Bibir Aldi berkedut, berusaha menahan tawa yang mungkin bisa meledak kapan saja. Dia tidak menyangka Yuda akan mengatakan hal itu langsung pada Bara.

Beberapa hari terakhir ia dan Yuda selalu memperhatikan sikap Bara ke Kania, yang jelas sangat berbeda jika cowok itu bersama pacarnya lainnya. Biasanya Bara mengatakan sesuatu yang manis dengan ogah-ogahan atau tanpa minat. Namun jika dengan Kania, Bara jarang melontarkan kata-kata manis tapi setiap kali mengobrol dengan Kania, cowok itu selalu menunjukkan minat besar, seolah ingin mengobrol lebih lama. Bukan cuma dari sikap, tapi Bara juga memiliki tatapan yang berbeda jika bersama Kania, tatapannya sangat dalam dan penuh keingintahuan, seakan ia penasaran dengan segala sesuatu yang ada pada Kania. Dari situ mereka simpulkan bahwa Bara mulai menyukai Kania. Rasa suka yang benar-benar suka, dari hati, bukan hanya di mulut saja.

Sembari menatap layar ponselnya, Yuda menyahut, "lo suka sama Kania." Kali ini Yuda tidak lagi memastikan, tetapi memberi pernyataan.

"Apaan tuh? Lawakan?" Bara mendengus sinis, menganggap apa yang dikatakan Yuda adalah lelucon paling tidak lucu yang pernah ia dengar.

"Nggak. Gue serius."

Bara tidak habis pikir, bagaimana Yuda bisa mengatakan hal itu dengan yakin? Bahkan Bara sendiri tidak pernah sekali pun berpikir bahwa ia menyukai Kania. "Nggak usah sok tau. Yang paling tau diri gue itu gue sendiri."

"Tentu aja. Lo yang paling tau diri lo. Lo juga tau tentang perasaan lo ke Kania, tapi lo ngelak faktanya." Kali ini bukan Yuda yang bicara, namun Aldi. "Jujur sama perasaan sendiri nggak dosa kali."

"Gue nggak mungkin suka sama cewek yang udah bully sepupu gue."

"Kalau gitu, putusin Kania." Yuda kembali berujar, kali ini ia menatap Bara dengan wajah serius. "Dia kan cewek yang bully sepupu lo, ya harusnya lo putusin dia. Nggak ada alasan buat lo masih pertahanin dia."

Bara dengan santai menjawab, "Lo tau kan, dia nggak suka kalau harus jadi pacar gue. Apalagi dia harus turutin apa pun perintah gue karena perjanjian yang kita buat. Gimana bisa gue ngelepas dia gitu aja? Gue bisa buat dia menderita dengan terus pertahanin dia jadi pacar gue."

Aldi mendesah pelan, agak kesal dengan Bara. "Jangan pernah bilang kata-kata itu di depan Kania, kalau nggak mau nyesel."

Yuda menyerah, dia tidak bicara apa-apa lagi dan memilih kembali fokus ke layar ponselnya. Pembicaraan ini tidak akan berakhir sampai Bara sadar dan tidak mengelak dengan perasaannya.

Sama hal dengan Yuda, yang lain memilih menghentikan pembicaraan ini sampai sini saja. Untuk kembali membuat suasana kembali hidup, Andre membicarakan harga promo di Cafe X yang baru saja buka tiga hari yang lalu, lantas menjalar ke topik-topik random lainnya.


***

Maaf bangett baru up, harusnya up kemarin cuma aku lagi sibukk.

Semoga suka sama part ini!

IDENTITY (END) Where stories live. Discover now