LIMA PULUH DELAPAN

28.7K 1.5K 14
                                    

Reno merogoh saku celananya, mencari ponselnya yang bergetar. Dengan mata setengah terbuka ia membaca nama tersangka yang telah menganggu tidurnya. Melihat nama Kania tertera pada layar, Reno tersentak dan secara reflek mengubah posisinya menjadi duduk.

"Anjing, ketiduran gue, jam berapa, nih?"

"Jam setengah sembilan," sahut Kania, lalu memutuskan panggilan yang tak tersambung itu.

"Kok nggak bangunin gue dari tadi?" Reno mengucek matanya sambil menguap.

"Gue baru bangun sepuluh menit yang lalu."

"Sial. Udah terlalu telat." Reno mengesah pelan dan bersandar di sandaran sofa, dia bersikap seakan sangat menyayangkan dirinya terlambat ke sekolah. "Terpaksa bolos deh gue. Ah, padahal pengen sekolah." Cowok itu kembali berbaring dengan wajah sok terpaksa, kemudian memejamkan matanya dan berencana untuk melanjutkan tidurnya.

"Mau jalan-jalan?"

Mendengar itu, tanpa membuka mata Reno menjawab, "lo masih sakit, mending istirahat. Oh iya ...." Akhirnya matanya terbuka saat mengingat sesuatu. "Udah minum obat?" tanyanya sambil menatap Kania.

Kania mengangguk, lantas menunjuk obat dan gelas kosong di atas nakas sebelah ranjangnya.

"Bagus." Reno mengangguk kecil, kemudian matanya kembali terpejam.

"Lo nggak mau jalan-jalan sama gue?" Kania bertanya lagi.

"Lo masih sakit, Kania."

"Enggak kok, udah nggak panas." Kania menyentuh dahinya, memastikan bahwa suhu tubuhnya sudah turun.

Reno menghela napas dan akhirnya membuka kembali matanya. Dia kembali terduduk. "Emangnya mau ke mana, sih?"

"Keliling kota."

"Ngapain keliling kota? Ogah gue."

"Plis?" Kania menatap Reno dengan mata berbinar penuh harap.

Siapa yang bisa menolak bila melihat tatapan seperti itu? Begitu pula dengan Reno yang pada akhirnya menyerah. "Ya udah iya. Gue pulang dulu mau mandi, lo siap-siap juga."

Kania tersenyum senang dan membentuk lambang 'oke' dengan jarinya.

***

Reno dan Kania keliling kota dengan mengendarai mobil. Sedari tadi Kania menurunkan kaca mobil hampir penuh. Cewek itu tersenyum, membiarkan wajahnya diterpa angin sepoi-sepoi yang menyejukkan.

Reno melirik Kania sekilas. "Nanti masuk angin, Ka."

"Tujuan gue keliling kota tuh buat ini." Ketika hatinya sedang gundah gulana, merasakan sensasi angin yang menerpa wajahnya dan helai-helai rambutnya yang tergerak dengan indah adalah cara terbaik untuk menenangkan diri.

Reno tidak lagi berkata apa-apa. Dia tidak suka melihat Kania menangis. Jika dengan cara ini bisa membuat Kania tersenyum dan melupakan kesedihannya, maka ia akan membiarkannya.

***

Bara berkumpul bersama teman-temannya di kantin sekolah. Saat ini kantin sepi karena jam pelajaran masih berlangsung. Murid-murid bandel seperti mereka mana mau memaksakan diri mengikuti kelas saat sudah merasa sangat jenuh. Dari pada menyiksa diri, lebih baik bolos dan bersantai di kantin. Kalau ada guru yang menegur baru kembali ke kelas.

Bara melirik layar ponselnya saat mendengar suara notifikasi pesan masuk. Lewat notifikasi, Bara membaca pesan dari Hana.

Hana : Kania hari ini nggak sekolah.

Bara meraih ponselnya, hendak membalas pesan itu. Namun ketika beberapa kata berhasil diketik, Bara menghapusnya lagi dan memilih menaruh ponselnya tanpa membalas pesan itu. "Apa urusannya sama gue," gumamnya.

Yuda yang duduk di sebelah Bara diam-diam membaca pesan dari Hana. Gumaman Bara juga bisa didengarnya dengan sangat jelas. "Lo ada masalah sama Kania?" tanya cowok itu.

Bara tidak menjawab, melainkan hanya berdeham pelan.

"Masalah apa?"

"Yang pasti nggak ada hubungannya sama lo."

Yuda mendengus sebal. "Lo inget nggak seberapa frutrasinya lo waktu lo sama Kania hampir putus?" Yuda mengaduk es jeruknya sebelum diminum. "Sekarang hati Kania udah lo dapetin, jadi jangan disia-siain."

Bara menatap sinis. "Tau masalahnya aja enggak, enak banget lo ngomong seolah gue yang salah."

Yuda mengangkat bahunya, tampak tidak peduli dengan tatapan sinis itu. "Feeling gue sih begitu."

Bara berdecak kesal. "Nggak usah sok-sokan pake feeling segala."

"Mau lo salah atau enggak, intinya lo harus berusaha buat hubungan lo sama Kania membaik. Kalau lo ngerasa itu nggak adil, ya putusin aja dia dan cari cewek yang mau ngejaga hubungan sama-sama. Tapi kalau posisinya lo yang nggak mau jaga hubungan, ya cepet atau lambat hubungan lo bakal hancur."

"Udah selesei ngebacotnya?"

"Kenapa? Mau gue kasih wejangan lagi?"

Aldi yang duduk di belakang Yuda segera membekap mulut cowok itu. "Nggak usah ngomong lagi kalau nggak mau dibuat bonyok," bisiknya. Jika Yuda bicara lebih jauh, maka sudah dipastikan akan ada perkelahian antara dua sahabat itu. Bahkan sebelum perkelahian dimulai, semua orang bisa tahu siapa yang akan kalah.

Yuda menghela napas pelan dan menuruti kata-kata Aldi. Sesungguhnya ia bicara begitu karena peduli dengan Bara. Dia tahu sahabatnya itu mulai serius dengan Kania. Bahkan Bara tidak lagi mempermainkan wanita. Jelas Kania sudah mengambil posisi penting di hidup Bara. Jika hubungan mereka berakhir karena keegoisan Bara, maka besar kemungkinan Bara akan menyesal. Putusnya hubungan itu akan membuat Bara hancur dan berujung dengan dia kembali mempermainkan wanita. Pikiran itulah yang membuat Yuda khawatir dengan sahabatnya itu.

Sementara itu, Bara termenung. Meski dia tampak tidak peduli dengan kata-kata Yuda, tetapi sesungguhnya ia tengah memikirkannya baik-baik.

***

Di sebuah taman bermain yang sedang sepi-sepinya, Kania duduk di ayunan sembari melihat Reno yang kini berjalan mendekatinya dengan membawa dua es krim di kedua tangannya. Saat sudah berada di hadapan Kania, Reno kemudian memberikan satu es krim kepada Kania.

"Gimana, udah puas ditabok angin?" tanya Reno sembari duduk di ayunan sebelah Kania.

Kania tertawa kecil. "Puas banget, apalagi gue habis ditabok kenyataan."

"Jadi, yang lo omongin semalam, soal nyokap kandung lo... itu bener?" Reno bertanya dengan takut-takut.

"Ternyata emang bukan mimpi," gumam Kania. Awalnya ia ragu kejadian semalam mimpi atau bukan, tapi sekarang ia yakin itu bukan mimpi. Ia memang menceritakan semuanya pada Reno. "Semuanya bener."

"Terus hubungan lo sama Bara, gimana?"

"Pikiran gue udah tenang, kalau lo bahas itu bisa ambyar lagi." Sembari menjilat es krimnya, Kania memandang langit yang cerah dan indah pada hari ini. Suasananya sangat mendukung untuk dia yang sedang berusaha menenangkan diri.

Reno paham dan berhenti bertanya. "Habisin es krim lo. Kalau kurang gue beliin lagi. Habis itu kita pulang," ucapnya, lalu menikmati es krimnya.

Kania mengangguk dan menghabiskan es krimnya dengan santai. Meski ada banyak hal yang menganggunya, namun setidaknya sekarang ia bisa lebih tenang. Ia berusaha untuk tidak memikirkan soal Bara, ibunya, atau masalah lainnya. Hari ini ia hanya ingin menghabiskan waktu seharian ini untuk bersantai sebelum besok mulai sekolah dan fokus belajar untuk ujian.

****

Dua part lagi tamat yeyy!!

Semoga suka!

IDENTITY (END) Where stories live. Discover now