LIMA PULUH LIMA

26.4K 1.5K 28
                                    

Bara baru saja keluar dari restoran yang berada di dalam mall. Ia menenteng paper bag berlogo restoran yang tadi ia kunjungi di tangan kirinya. Tangan kanannya merogoh saku celana, mencari ponsel yang sejak kemarin tidak ia buka. Ia menghidupkan ponselnya dan kebetulan ada telpon masuk.

Melihat nama Kania tertera dalam layar, senyum Bara mengembang. Sambil berjalan ia segera menggeser icon hijau. "Halo?" suara beratnya menyapa Kania di seberang telpon.

"Halo, lo di mana?"

"Di mall, habis beliin makanan kesukaan nyokap," jawab Bara. Ia memang baru saja membeli makanan kesukaan Shena di restoran langganan mamanya itu. Siapa tahu Shena bisa sedikit tenang setelah memakannya.

"Kenapa chat gue nggak dibales?"

"Gue dari kemarin nggak ngecek hp, terus hp-nya gue silent." Bara kembali tersenyum. "Kenapa? Kangen lo sama gue?" godanya.

"Dih." Terdengar suara helaan napas dari seberang sana. Bara tidak tahu bahwa sekarang Kania merasa sangat lega mengetahui dia baik-baik saja.

"Lo di mana?" tanya Bara. Ia melangkah ke eskalator yang bergerak turun.

"Gue ada di rumah sakit, jenguk Tante Shena," sahut Kania.

Setelah sampai di lantai dasar, Bara diam sejenak di samping eskalator. "O-ohh. Nyokap gue sekarang gimana? Udah bangun?" tanya Bara lagi. Sejak kemarin ia dirundung rasa cemas akan kondisi ibunya. Bara takut kondisi Shena semakin parah.

"Tante Shena udah bangun, dia baik-baik aja," jawab Kania.

"Bilang juga jangan khawatir." Suara Shena terdengar samar, namun Bara tetap bisa mendengarnya.

"Jangan khawatir." Suara Kania kembali terdengar.

Bara terkekeh kecil. Hatinya merasa sangat lega. "Lo mau nitip sesuatu? Biar sekalian gue beli."

"Nggak ada."

"Mainan?

"Lo pikir gue umur sepuluh tahun?"

Bara tertawa sambil lanjut berjalan. Sayang sekali ia tidak bisa melihat ekspresi Kania saat ini. Namun tiba-tiba suara tawanya lenyap seketika kala melihat dua orang yang wajahnya tidak asing tengah berjalan masuk ke salah satu store yang menjual jam tangan mewah. Tanpa sadar Bara menurunkan tangannya yang memegang ponsel tanpa memutuskan sambungan telpon.

Di seberang telpon, Kania bingung ketika tak mendengar suara Bara lagi. "Halo?"

"Bara!" Suara seorang cewek yang memanggil namanya tidak membuat Bara mengalihkan perhatiannya dari pasangan yang tengah melihat-lihat jam tangan itu. Chacha yang kebetulan berada di mall itu berjalan menghampiri Bara dengan senyum cerah di wajahnya. "Kebetulan banget kita ketemu di sini! Masih inget aku, kan? Aku Chacha, temennya Olivia. Baru aja kemarin kita ketemu di cafe."

Chacha mengernyit lantaran Bara tidak menghiraukannya. "Bar?" panggilnya, namun Bara tetap tidak menoleh padanya. Chacha mengikuti arah pandang Bara. "Lho? Itu kan Tante Feli. Kamu lagi liatin Tante Feli?"

Bara yang sudah mengambil satu langkah maju untuk menghampiri Jordan dan selingkuhannya tiba-tiba berhenti ketika mendengar ucapan Chacha. Akhirnya ia menoleh pada Chacha. "Lo kenal?" tanyanya.

"Jelas kenal! Dia itu kan Mamanya Olivia!" jawab Chacha dengan suara yakin dan tegas.

Bara menekuk alisnya, melempar tatapan bertanya pada Chacha.

Chacha yang melihat itu langsung menjentikkan jari. "Udah aku duga Olivia belum kasih tau kamu." Chacha tersenyum licik. Mungkin saja dengan ia membeberkan soal masalalu Kania pada Bara bisa membuat hubungan dua sejoli itu sedikit merenggang. Setidaknya ia tidak akan meninggalkan Jakarta tanpa membuat masalah dalam kehidupan Kania Yujian yang sombong itu.

IDENTITY (END) Where stories live. Discover now