SEBELAS

28.6K 1.9K 14
                                    

Kania memperhatikan punggung Bara yang mulai menjauhi mejanya. Temannya tidak lagi mencoba memberikannya rokok, alhasil dia membuka bungkus permen yang diberikan Bara dan mengulum di mulutnya.

Ketika ia mulai mengulum permen ke tiga, Kania beranjak dari duduknya lantas berajalan mendekati meja Bara. Tanpa bicara, Kania menggeser kursi yang bersebrangan dengan kursi Bara.

Kehadiran Kania membuat Yuda merasa menjadi nyamuk. Oleh karena itu, dia memilih beranjak dari sana dan bermain billiard bersama remaja dari sekolah lain.

Bara dan Kania saling bertatapan. Tidak ada rasa ketertarikan satu sama lain. Hal itu membuat mereka sama-sama melempar tatapan penuh kebosanan.

Kania menaruh permen-permen yang tersisa di atas meja. "Ini terlalu banyak."

Bara menarik senyum sinis. "Lo jadiin permen ini sebagai alasan untuk kabur dari sana?"

Kania diam selama beberapa detik. Sulit baginya mengatakan 'iya'. Faktanya, mengembalikan permen-permen itu memanglah alasan baginya untuk kabur dari teman-temannya yang merekok dengan santai, mengepul asap rokok mereka ke udara dan membuat Kania harus menahan nafas beberapa kali agar tidak menghirup asap rokok itu.

Ini adalah sebuah rahasia.

Sejujurnya, Kania benci rokok.

Mata Kania berkedip beberapa kali. Keraguan terlihat begitu kentara di wajahnya, namun itu tidak bertahan lama. Ia kembali tenang dan bersikap seperti biasa. Kania menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia merogoh saku seragamnya, mengambil ponselnya yang ada di dalam sana.

"Bukan urusan lo," ketus Kania seraya men-scroll beranda instagram-nya.

Bara sedikit demi sedikit mulai paham dengan sikap Kania. Namun itu masih kurang jelas. Apa yang dia lihat sekarang membuatnya menarik sedikit kesimpulan; mungkin, Kania bukanlah Kania yang diperlihatkan.

Di tengah keheningan antara mereka berdua, suara lonceng pintu cafe menarik mereka untuk menoleh ke arah pintu kaca yang di dorong seorang cewek berseragam SMP.

Rambut cewek itu terurai, panjangnya menggapai pinggang. Jepitan merah menyala tampak mencolok di rambutnya. Orang-orang mungkin tidak akan melewatkan untuk melihat jepit rambut itu karena memang sangat mencolok.

Di belakang cewek berjepit merah itu terdapat dua orang cewek lagi yang menggunakan seragan yang sama. Kania mengenali seragam itu. Itu adalah seragan dari sekolah adiknya.

Penampilan ketiga cewek itu sukses membuat Kania sakit mata. Dua kancing teratas terbuka, menampilkan kaos berwarna cerah yang dipakai dibalik kemeja seragam. Rok mereka super pendek, mengalahkan pendeknya rok seorang SPG. Make up yang digunakan terlalu tebal untuk ukuran anak SMP. Rambut mereka di cat dengan warna yang berbeda.

Sejak kedatangan ketiga cewek itu, suara mereka sudah mendominasi Cafe.
Sangat tidak diharapkan mereka bertiga duduk di meja tepat di belakang meja Bara dan Kania. Dengan jarak yang lumayan dekat, Bara dan Kania bisa dengan jelas mendengar apa saja yang mereka obrolkan.

Kania tampak sedikit terganggu, namun ia bisa mengabaikan mereka dengan baik. Tetapi tidak untuk Bara. Cowok itu beberapa kali berdecak kesal dengan dahi mengkerut. Tatapannya menajam, mengarah ke tiga anak SMP itu.

"Lo nggak bakal nyari masalah sama anak SMP, kan?" tanya Kania pada saat Bara mulai emosi dan hendak bangkit menegur ketiga cewek itu.

Bara mendesah pelan lalu kembali duduk. "Kalau mereka lebih bacot dari ini, bisa kalap gue," ujarnya.

Tiga anak SMP itu masih belum menyadari bahwa suara mereka mengusik ketenangan orang lain. Mereka mulai duduk merapat ketika salah satunya hendak mengatakan sesuatu.

IDENTITY (END) Where stories live. Discover now