LIMA PULUH EMPAT

23.9K 1.4K 17
                                    

Dahi Kania mengernyit ketika mendengar suara alarm dari ponselnya yang berada di atas nakas sebelah ranjang. Matanya perlahan terbuka dan ia mengerjap beberapa kali. Ia mengubah posisi menjadi duduk, meraih ponselnya dan segera mematikan alarm. Disingkirkannya selimut yang menutupi setengah tubuhnya. Beranjak dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi.

Melihat pantulan dirinya di cermin, Kania mendesah kecil saat melihat matanya membekak karena menangis semalaman. Dia menangis karena merasa frustrasi sebab rasa takutnya akan masa lalu yang terus terbayang tanpa ia inginkan. Kondisinya pagi ini pun tidak menjadi lebih baik, kepalanya terasa sangat pening sehingga ia ingin sekali bolos sekolah hari ini. Namun mengingat ujian sudah dekat, keinginan untuk bolos pun terurung.

Kania bergegas mandi, kemudian mempersiapkan penampilannya untuk pergi ke sekolah. Hingga waktu sarapan tiba, Kania baru sempat mengecek ponselnya saat itu. Di sela makannya, Kania membuka aplikasi chatting. Tidak ada pesan yang penting, hanya ada pesan dari beberapa nomer yang tidak dikenal yang sudah pasti milik cowok-cowok yang ingin modus dan pesan dari Reno yang mengirim foto bersama gebetan barunya.

Kania kecewa karena Bara tidak mengiriminya pesan sejak terakhir kali mereka bertemu. Padahal dia ingin tahu kondisi Shena. Pada akhirnya ia memutuskan untuk mengirim pesan pada Bara lebih dulu, menanyai kondisi Shena.

"Kania, ujian kelulusan udah deket, kan?" tanya David yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Kania.

Kania menoleh, mengangguk dengan mulut yang sibuk mengunyah.

"Inget belajar, jangan pacaran terus," pesan David.

Kania kembali mengangguk.

"Apa ada materi yang belum kamu paham? Kalau ada nanti Papa panggilin guru les buat ngebahas materi yang belum kamu paham."

"Nggak perlu. Aku lebih suka belajar sendiri," jawab Kania cepat.

David mengangguk, lalu menoleh ke Lucy yang terlihat tidak peduli dengan obrolan antara dirinya dan Kania. "Lucy gimana? Ujianmu juga udah deket, kan?"

Lucy mengangguk. "Iya. Lucy udah paham semua materinya, jadi nggak perlu panggil guru les," jawab Lucy.

David mengangguk.

"Bara nggak jemput kamu, Ka? Tumben jam segini belum dateng." Fara bertanya sembari melihat Kania yang bolak-balik mengecek ponselnya.

"Kayaknya enggak. Aku berangkat bareng Lucy aja," jawab Kania, lalu menaruh ponselnya ke dalam ransel.

Setelah sarapan selesai, Kania dan Lucy segera berangkat ke sekolah. Kania turun lebih dulu karena sekolahnya lebih dekat. Selama di sekolah, Kania beberapa kali mengecek room chat Bara, namun cowok itu masih belum membaca pesannya. Pada akhirnya Kania berhenti mengecek ponselnya dan memilih fokus belajar, bahkan selama jam istirahat ia pergi ke perpustakaan.

Hingga tiba jam pulang sekolah, Kania masih belum mendapat balasan, bahkan dibaca saja belum.

"Kania!"

Kania menengok ke belakang, melihat orang yang memanggilnya. Orang itu adalah Hana. Cewek itu kini berjalan mendekatinya.

"Kalau jalan tuh sambil senyum, biar orang-orang nggak takut liat lo."

Mendengar kata-kata Hana, Kania tersenyum geli. "Oh iya, kondisi Tante Shena gimana? Gue denger Tante Shena masuk rumah sakit," tanya Kania.

"Mau cek sendiri?"

"Hah?"

"Ayo ke rumah sakit bareng gue sekarang."

Kania awalnya ragu, namun pada akhirnya ia menganggukkan kepalanya.

IDENTITY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang