LIMA PULUH SATU

25.8K 1.5K 0
                                    

Kania keluar dari gerbang sekolah dengan wajah lesu. Tadi ada pengumuman soal ujian yang akan berlangsung tidak lama lagi, dan Kania merasa akhir-akhir ini ia tidak belajar dengan benar. Hal itu membuat ia merasa resah.

Bara yang sudah menunggu Kania di depan sekolah, melihat Kania berjalan dengan tidak fokus. "Kenapa? Ada masalah?" tanya Bara begitu Kania sampai di hadapannya.

Kepala Kania sedikit mendongak untuk menatap Bara. "Nggak pa-pa, gue cuma kepikiran soal ujian," jawabnya, kemudian memberi Bara senyum tipis agar tidak membuat cowok itu khawatir.

Bara mengangguk paham. "Mau mampir ke cafe dulu?"

Kania langsung setuju mengingat ia harus menenangkan pikirannya. Setelah pikirannya tenang nanti, ia bisa membuat rencana belajar.

Tanpa berlama-lama, dua sejoli itu berangkat menuju cafe menggunakan motor. Entah cafe mana yang akan dituju, asal bukan cafe pojok maka tidak akan menjadi masalah bagi Kania. Ketika ia memutuskan untuk tidak lagi bergaul dengan Selena dkk, ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengunjungi tempat-tempat yang dulu membuatnya tidak nyaman. Contohnya seperti Cafe Pojok.

Dan Bara sepertinya sudah cukup mengerti akan hal itu. Ia tidak membawa Kania ke Cafe Pojok, melainkan cafe yang lain, yang pengunjungnya tidak terlalu ramai.

Setelah memarkirkan motornya, Kania dan Bara segera memasuki cafe. Mereka memilih duduk di meja yang ada di pojok, dekat dengan kaca yang memperlihatkan langsung pemandangan pertokoan di seberang jalan.

Mereka berdua segera memesan minuman, dan tepat ketika pesanan sampai, ponsel Bara berbunyi. Cowok itu segera mengangkatnya setelah melihat nama Aldi tertera dalam layar. "Apa?" tanyanya tanpa mengucapkan kata pembuka seperti 'hallo'.

"Gue udah beli barang yang lo suruh beli. Gue mikir keras buat milih, jadi jangan banyak protes. Buruan ambil, gue nggak mau yang lain pada salah paham ngiranya gue yang pengen beli barang kayak gini."

"Sekarang lo di markas?" tanya Bara.

"Enggak. Gue ada di petshop, beli makanan untuk kucing gue."

"Petshop langganan lo?"

"Iya."

"Gue ada di deket situ, gue ambil sekarang."

"Oke, buruan!"

Bara memutus sambungan telponnya, lalu melihat ke arah Kania. "Gue tinggal sebentar ya, ada urusan deket sini."

"Oke."

Setelah mendapat persetujuan dari Kania, Bara segera keluar dari cafe untuk menemui Aldi, meninggalkan Kania sendiri di meja itu.

Kania meminum minumannya dengan perlahan sambil melihat Bara yang berjalan menyebrangi jalan dari kaca cafe. Pikiran Kania pun perlahan mulai tenang. Di kepalanya ia mulai menyusun rencana belajarnya.

"Eh? Olivia? Eh, beneran Olivia temen aku dulu nggak, sih? Mukanya agak mirip."

Mendengar nama 'Olivia' disebut, Kania reflek menoleh pada asal suara. Seorang cewek bertubuh langsing dengan tinggi semampai tengah menatapnya dengan tatapan meneliti. Melihat wajah cewek itu membuat tubuh Kania mendadak lemas. Pikirannya yang sempat tenang kembali kacau. "Chacha ...," gumamnya tanpa sadar.

"Ah, kamu tau nama aku. Berarti kamu pasti beneran Olivia yang dulu aku kenal," ujar cewek itu yang tak lain adalah Chacha, tetangga sekaligus teman sekolahnya pada saat ia masih tinggal bersama Tantenya yang kejam.

Tanpa Kania inginkan, semua kejadian masa lalu kembali berputar di kepalanya. Chacha yang memberitahu orang-orang di sekolah bahwa Kania adalah anak dari seorang narapidana dan pelacur sehingga membuat Kania menjadi korban perundungan di sekolah. Karena Chacha pula Kania sempat takut untuk bertemu orang asing.

IDENTITY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang