EMPAT PULUH SEMBILAN

26.7K 1.6K 2
                                    

"Kania, Kak Bara udah dateng!"

Mendengar suara teriakan Lucy dari bawah, Kania bergegas keluar kamar. Namun sebelum itu ia menyempatkan diri untuk melihat penampilannya di depan cermin. Dia memakai pakaian yang sederhana; kaus hitam oversize dan celana jeans pendek.

Setelah pulang dari restoran kemarin, Kania mampir ke rumah Bara sebentar dan bertemu dengan Shena. Lalu Shena memintanya datang hari ini untuk menghabiskan waktu berdua. Kania dengan senang hati mengiyakan, mumpung hari ini libur dan ia juga tidak punya kegiatan lain di rumah.

Sesampainya di ruang tengah, Kania menghembuskan napas ketika melihat sudut bibir Bara terluka. Ia mendekati Bara dan langsung melayangkan tinjunya ke perut Bara.

"Arghh!"

"Ohhh masih sakit," ucap Kania dengan acuh tak acuh. Dia berjalan mendekati rak yang ada di dekat sana untuk mengambil kotak obat.

"Terus tujuan lo ninju perut gue apa?"

"Gue kira perut lo udah nggak sakit karena udah bisa berantem lagi." Kania kembali ke sofa dan dengan telaten mengobati luka yang ada di sudut bibir Bara.

Melihat wajah serius Kania, Bara tersenyum, dia dengan sengaja mendekatkan wajahnya ke wajah Kania. Kalau dilihat dari jarak sedekat ini, Kania benar-benar sangat cantik.

Kania bersikap acuh tak acuh dan tetap menggerakan tangannya mengobati luka Bara. Di tengah aktivitasnya, Bara dengan tiba-tiba semakin mendekatkan wajahnya hingga mereka nyaris berciuman. Jika saja Kania tidak secara spontan menghindar, mungkin bibir mereka benar-benar akan menempel.

Bukk!

"Arghh!" Bara memegangi perutnya yang ditinju Kania untuk kedua kalinya. "Jiwa preman lo jangan ditunjukin waktu lagi sama gue," ucap Bara namun tak digubris oleh Kania.

Selesai mengobati luka Bara, Kania menaruh kembali kotak obat ke dalam rak, ia lantas mengambil slingbag-nya. "Ayo berangkat."

Mereka beranjak ke luar rumah dan segera berangkat. Bara membawa motornya hari ini, perjalanan pun jadi lebih cepat daripada saat mengendarai mobil.  Sesampainya di rumah Bara, mereka sudah disambut oleh Shena yang duduk di ruang tamu. Ketika melihat Kania, wajah Shena semakin cerah.

"Astagaa akhirnya! Bara udah ngilang dari pagi, jadi Tante kira kamu nggak jadi ke sini." Shena melihat ke arah Bara. "Kamu udah Mama telponin berapa kali tapi nggak diangkat terus? Mama jadi cemas."

"Cemas karena takut Kania nggak jadi dateng?" tanya Bara, malas.

"Iya!"

Bara sudah menduga 'iya' adalah jawabannya. Selama ini ia selalu berangkat pagi dan pulang pada malam hari, tapi Shena tidak pernah mencemaskannya karena sudah terbiasa.

Shena kembali fokus pada Kania. "Hari ini enaknya ngapain, ya?" tanya Shena dengan wajah tengah berpikir.

Kania tidak berusaha memikirkan kegiatan apa yang kiranya akan menyenangkan dilakukan di sore ini. Karena pada akhirnya mereka hanya akan memasak bersama.

"Gimana kalau kita masak bareng? Kayaknya seru masak bareng Kania sore-sore gini."

Kania tersenyum. Tepat seperti perkiraannya, Shena akan mengajaknya memasak bersama. Dengan senang hati Kania mengangguk.

"Enaknya masak apa, ya? hmm ... kita bikin dessert aja, gimana?"

Kania mengangguk lagi.

"Tapi Tante nggak punya bahan-bahannya. Tante beli dulu, ya." Shena sudah bersiap mengambil kunci mobil, namun Bara mencegahnya.

"Biar aku sama Kania aja yang beli," tawar Bara.

IDENTITY (END) Where stories live. Discover now