>jalan malam<

621 94 24
                                    

Angin lembut menerbangkan rambut hitam panjang itu membuat sang empu tersenyum menikmati rasa sejuk di sore hari ini. Tangannya terentang mencoba merasakan angin yang menerpa kulitnya. Kakinya ia luruskan dengan badan yang naik turun mengikuti pergerakan ayunan.

Kegiatan gadis itu tak luput dari pandangan seorang cowok berbaju putih. Iqbaal mengamati (Namakamu) yang kini bermain ayunan di taman belakang apartemen miliknya. Beruntung tadi Karel tiba-tiba mendapatkan telepon yang mengharuskan pria itu pulang ke rumah dengan cepat. Alhasil ia bisa membawa (Namakamu) ke taman ini, sesuai permintaan ibunda dari gadis itu.

"(Namakamu), pelan-pelan," peringat Iqbaal ketika gadis itu sengaja mempercepatnya laju ayunan dengan kedua kakinya.

(Namakamu) menoleh ke belakang sekilas lalu fokus bermain ayunan kembali. Hanya karena sebuah ayunan, mood nya bisa membaik. Bahkan sangat membaik.

Iqbaal terkekeh kecil menatap perlakuan gadis itu. Selang beberapa detik, cowok itu bangkit lalu mendekati ayunan yang berada di samping ayunan yang sedang dimainkan oleh (Namakamu). Iqbaal duduk di ayunan lalu menggerakkannya dengan pelan.

(Namakamu) yang menyadari Iqbaal ikut bermain ayunan pun menolehkan wajahnya ke samping.

"Kak Iqbaal main ayunan?" tanya (Namakamu) sesekali kedua matanya melirik ke depan.

"Gak ada peraturannya cowok gak boleh main ayunan," jawab Iqbaal.

(Namakamu) terkekeh. Ah bahkan ia lupa jika dirinya sedang dalam mode kesal karena Iqbaal mengaturnya sewaktu di apartemen.

"Gue suka banget main ayunan. Dulu, gue sering main sama adek. Rasanya gue kangen masa-masa itu," ucap (Namakamu) seraya mengingat memori lama nya bersama sang adik.

Iqbaal menatap (Namakamu) lekat, "Kenapa kangen? Kan lo bisa main ayunan lagi."

(Namakamu) memegang tali ayunan lalu menatap ke depan, "Rasanya udah beda. Kalau dulu, gue masih kecil. Sekarang gue udah gede, udah nggak pantes lagi main sama adek."

Iqbaal menatap gadis itu dengan tatapan menggoda, "Lo udah gede? Gede kok masih kayak bocah."

Mendengar ledekan Iqbaal, dengan cepat gadis itu menolehkan wajahnya pada pria di sampingnya, "Gue nggak kayak bocah!"

"Nggak kayak bocah kok mainnya ayunan," ledek Iqbaal. Beberapa saat kemudian cowok itu tertawa melihat ekspresi kesal gadis itu.

"Gue suka ayunan tapi gue bukan bocah. Gue bisa nyebrang, masak, bersih-bersih," elak (Namakamu).

"Siapa?"

"Gue lah!"

"Yang nanya," lanjut Iqbaal lalu tertawa.

(Namakamu) berdecak kesal lalu menatap ke depan lagi. Iqbaal benar-benar menyebalkan. Kenapa cowok itu harus merubah mood nya menjadi buruk di sore hari yang sejuk ini.

Iqbaal memegang perutnya ketika terasa sedikit sakit akibat kelebihan tertawa. Pria itu menatap (Namakamu) yang kini masih berekspresi kesal.

"Kok diem sih?" tanya Iqbaal berusaha menahan tawanya.

(Namakamu) menatap kedua kakinya, "Lagian lo nyebelin."

"Siapa? Gue ganteng? Emang, baru nyadar Lo?" kekeh Iqbaal.

(Namakamu) menatap Iqbaal seraya mempercepat laju ayunan, "Iyain aja. Umur gak ada yang tau."

"Lo doain gue mati?!"

(Namakamu) tertawa kala Iqbaal sengaja memelototkan kedua matanya dengan bibir yang mengerucut. Menurut (Namakamu), ekspresi Iqbaal kali ini sangat lucu. Entah memang (Namakamu) yang receh atau bagaimana.

Ketua Geng [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang