>malam yang berbeda<

631 96 39
                                    

"Iya, Iqbaal itu anak dari Papa Nathan. Selama ini bunda selalu bilang ke Iqbaal untuk jaga kamu, karena Iqbaal itu calon kakak kamu," jelas Kanaya seraya tersenyum.

(Namakamu) terdiam dengan perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Kedua matanya beralih menatap Iqbaal yang kini terdiam tanpa ekspresi. Apa maksud dari ucapan Kanaya?

"Kenapa pada diem? Ayo-ayo duduk," ucap Nathan memecahkan keheningan.

(Namakamu) menatap pergelangan tangannya yang ditarik oleh sang ibunda. Kanaya mendudukkan (Namakamu) di salah satu kursi yang berada di hadapan Iqbaal. Gadis itu terdiam dengan tatapan kosongnya.

"Berhubung malam ini malam yang sangat membahagiakan, mari kita merayakannya bersama," instruksi Nathan seraya menatap seluruh orang yang berada di ballroom hotel.

Kanaya tersenyum, "Selamat menikmati."

Semua orang mulai sibuk mengambil makanan yang sudah berjajar rapi di atas meja besar. Berbeda dengan Iqbaal dan (Namakamu) yang kini terdiam di kursinya. Tanpa berniat bergerak sedikitpun.

Kanaya menolehkan wajahnya, menatap anak gadisnya yang kini terdiam seperti tak ada gairah hidup, "(Namakamu), kok diem aja?"

(Namakamu) mendongakkan kepalanya lalu menatap Kanaya, "I-iya bunda?"

Kanaya tersenyum lalu mengelus pundak gadis itu, "Kenapa diem aja hm? Galauin Iqbaal? Kan Iqbaal udah ada disini."

Kanaya menatap Iqbaal yang kini tersenyum kecil menanggapi ucapan Kanaya. (Namakamu) hanya menggeleng lalu menatap kedua tangannya.

"Mau bunda ambilin makanannya?" tanya Kanaya. Lagi-lagi gadis itu hanya menggeleng tanpa menoleh.

Kanaya tersenyum menanggapi sikap anaknya yang tiba-tiba lebih memilih banyak diam. Ia pikir, mungkin perut gadis itu sudah penuh sehingga tidak mau mengambil makanan.

"Iqbaal, kamu udah kenal dengan calon mama kamu sejak kapan?" tanya Nathan menatap Iqbaal lalu menatap wanita paruh baya yang duduk di hadapannya.

"Sekitar beberapa bulan yang lalu," jawab Iqbaal cepat.

"Oh iya? Kenapa nggak bilang sama ayah kalau kamu udah kenal Bunda Naya?"

Iqbaal menatap sang ayah seraya tersenyum simpul. Cowok itu kini beralih menatap (Namakamu) yang sibuk menunduk. Ia tahu betul apa yang dirasakan gadis itu. Karena sejujurnya pun ia merasakan hal yang sama seperti (Namakamu).

Kenyataan bahwa Kanaya akan menjadi ibunda nya itu sangat sulit untuk diterima. Iqbaal benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana. Jika ditanya ia kecewa atau tidak, sudah tentu hatinya berkata kecewa. Bahkan sangat kecewa.

Dahulu, Nathan—atau sang ayah yang memliki nama lengkap Arvian Nathaniel, tidak berniat untuk mencari pengganti Maya—mama Iqbaal yang belasan tahun tiba-tiba menghilang. Pria paruh baya itu bahkan terus memperingati Iqbaal agar dirinya tidak jatuh pada seorang wanita. Sebenci itu Nathan pada seorang wanita, hingga ia menghasut anaknya sendiri untuk menyakiti seorang wanita.

Iqbaal kira, Nathan akan memegang omongannya selama ini. Tapi ternyata, pria paruh baya itu berhasil menghancurkan kepercayaannya saat ini juga.

Iqbaal tidak munafik, Iqbaal senang jika ayahnya telah sadar bahwa membenci seorang wanita itu tidak ada gunanya. Tapi bisakah Nathan tidak merebut kebahagiaannya? Bisakah pria paruh baya itu berbahagia tanpa harus menyakiti dirinya?

Ini yang Iqbaal kecewakan. Baru saja dirinya ingin memulai kisah yang baru, tapi ayahnya sendiri yang menggagalkan itu semua. Dengan teganya, pria paruh baya itu berbicara seakan ia tidak menyakiti hati anaknya.

Ketua Geng [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang