>hari pertama<

2K 207 27
                                    

"BUNDA!!!"

(Namakamu) membuka knop pintu kamar ibundanya dengan kedua kaki yang meloncat-loncat.

"BUNDA TA—"

Gadis dengan piyama berwarna ungu nya itu menghentikan ucapannya. Ia melangkahkan kedua kakinya seperti biasa tanpa meloncat-loncatkan bak anak kecil seperti tadi. Ia duduk di tepi ranjang di samping Kanaya yang tengah menatap sendu sebuah bingkai foto.

"Bunda," Ucap (Namakamu).

Kanaya menolehkan wajahnya pada anak gadisnya. Ia menghapus jejak air mata yang berada di pipinya kemudian tersenyum.

"Kenapa (Namakamu)? Kamu mau makan atau mau minum susu?" Tanya Kanaya mengelus pucuk kepala gadis itu.

"Bunda jangan sedih. Ayah udah tenang di alam sana. Bunda, bunda gak sendiri bunda masih punya (Namakamu) sama Aya," Ucap (Namakamu) seraya mengerucutkan bibirnya.

Ervan Abraham—ayah (Namakamu), telah meninggal dunia sejak 16 tahun yang lalu, tepat dimana gadis unik bernama (Namakamu) dilahirkan. (Namakamu), gadis itupun tak pernah merasakan hangatnya kasih sayang seorang ayah, bahkan bertemu pun tak pernah. Selama 16 tahun hidup, ia hanya dirawat oleh Kanaya. Soal Alya Revania yang menjabat menjadi adik (Namakamu) sekaligus anak Kanaya, gadis kecil itu bukan anak kandung wanita paruh baya itu. Tepat 4 tahun yang lalu ia menemukan Alya di kursi taman, dan sejak saat itu juga ia mengadopsinya. Terlebih di keluarganya hanya ada 2 orang, jadi setidaknya kehadiran Alya sangat berharga di keluarga kecil itu.

"Bunda gak sedih, bunda cuma inget sama Ayah aja," Ucap Kanaya seraya memeluk (Namakamu) dari samping. Tak bisa dipungkiri, hati (Namakamu) pun ikut sakit melihat ibundanya yang sering menangis karena merindukan sosok Ervan. Ia juga merasakan apa yang bundanya rasakan, terlebih ia tak pernah merasakan sedikitpun kasih sayang seorang ayah. Jika boleh, ia ingin mengembalikan Ervan ke kehidupannya, ia juga ingin merasakan bagaimana rasanya di cintai oleh seorang ayah. (Namakamu) berharap akan hal itu, namun ia sadar, itu tak akan mungkin terjadi.

"Bunda."

Kanaya melepas pelukannya kemudian menatap bingkai foto itu sekilas dan menyimpannya di atas nakas samping tempat tidurnya. Wanita paruh baya itu menolehkan wajahnya pada anak gadisnya.

"Bunda kalau mau nikah lagi, nikah aja bunda. (Namakamu) seneng kok kalau bunda seneng," Ucap (Namakamu).

Kanaya hanya tersenyum tipis seraya mencium pucuk kepala gadis itu.

"(Namakamu) janji, kalau bunda udah dapat pengganti ayah, (Namakamu) akan setuju dengan ayah baru (Namakamu). Karena bahagia bunda juga bahagia (Namakamu)!!" Ucap (Namakamu) tersenyum seraya menyipitkan kedua matanya.

"Makasih ya nak."

"Iya bunda!!"

"NDA!!! BUKU GAMBAL AYA DIMANA NDA?" Tanya Alya di depan pintu kamar dengan pensil warna di kedua tangannya.

Kanaya tersenyum kemudian merentangkan tangannya. Alya yang melihat itupun menghampiri sang ibunda dengan langkah kaki yang diloncatkan seperti (Namakamu) tadi.

"Anak bunda mau apa?"

"Aya mau gambal bunda. Tapi tadi Aya liat gak ada buku gambal nya," Ucap Alya polos. Gadis kecil itu kini tengah duduk di bangku TK atau Taman Kanak-Kanak.

"Loh kan bunda udah simpen di meja belajar Aya, kenapa gak ada?" Tanya Kanaya seraya menatap Alya.

(Namakamu) mengangkat lubang hidung dan menggerakkan bibirnya guna meledek adiknya. Gadis itu terkikik dalam diam melihat ekspresi sang adik.

"Nda, kok kakak kayak babi ya?" Tanya Alya seraya menatap (Namakamu).

Kanaya menolehkan wajahnya pada (Namakamu). Tepat saat itu juga, ia menghentikan gerakan bibirnya tetapi lubang hidungnya tetap terangkat oleh tangannya sendiri.

Ketua Geng [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang