>bertemu lagi<

1.2K 185 2
                                    

(Namakamu) memperlihatkan deretan giginya setelah selesai mengucapkan kata-kata tersebut. Kedua matanya tak lepas dari wajah Iqbaal yang tak menampilkan ekspresi apapun.

"Gimana? Kak Iqbaal mau kan?" Tanya (Namakamu).

Iqbaal menatap datar (Namakamu). Bagaimana gadis itu bisa tahu bahwa dirinya sangat menyukai susu kotak? Ah, mungkin gadis itu hanya ingin menaklukannya saja. Padahal Iqbaal tak akan bisa ditaklukkan, dengan cara apapun.

"Kak?"

'Triinggg'

Iqbaal merogoh ponselnya ketika suara nada dering telepon berbunyi memenuhi ujung koridor itu. Ia menempelkan ponsel miliknya pada telinganya.

"......."

Iqbaal hanya menganggukkan kepalanya. Setelahnya ia memasukkan kembali ponselnya dan berjalan meninggalkan (Namakamu).

(Namakamu) mematung. Pria itu merespon telepon yang masuk hanya dengan anggukkan? Memangnya orang yang menelponnya itu bisa mengetahui?

"Hm (Namakamu) makin curiga kalau kak Iqbaal itu emang pabrik pisau," Gumam (Namakamu). Gadis itu terdiam untuk beberapa saat. Setelahnya ia mengerjabkan kedua matanya ketika punggung tegap Iqbaal berjalan semakin jauh.

"Kak Iqbaal tunggu!!!"

(Namakamu) berlari mengejar Iqbaal yang kini telah hilang dibalik pintu gerbang. Gadis itu menetralkan nafasnya seraya berdecak karena kaki nya yang terasa sakit.

"Ck! Cepet banget sih!" (Namakamu) mengerucutkan bibirnya. Kedua matanya melirik jam tangan berwarna ungu yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu pulang sudah tiba. Gadis itu berlari keluar gerbang kemudian berjalan dengan cepat menuju sekolah TK yang tak jauh dari lokasi sekolahnya. Ia akan menjemput sang adik.

"Dek Ay!!!" Teriak (Namakamu) ketika dirinya telah sampai di gerbang sekolah TK Pelangi-tempat dimana adiknya bersekolah.

"Eh neng (Namakamu)!!"

(Namakamu) menolehkan wajahnya ke samping. Tepat dimana penjual mainan Barbie berada.

"Eh Mang Dakjal!" Sapa (Namakamu).

Nama penjual mainan Barbie itu sebenarnya bukan 'Dakjal'. Tetapi (Namakamu) sengaja memanggilnya seperti itu karena pria paruh baya itu sering melontarkan kata 'dakjal'. Entah hanya untuk candaan ataupun keseriusan. Tapi tenang saja, (Namakamu) telah mengajari Mang Dakjal agar tidak terus melontarkan kata itu, karena setiap orang berbeda kan. Bagaimana jika Mang Dakjal melontarkan kata 'dakjal' kepada orang yang terlalu serius? Bisa saja orang itu tersinggung bukan dibilang Dakjal?

"Lagi cari dek Ay ya?" Tanya Mang Dakjal.

"Iya mang. Dek Ay udah keluar belom ya?"

"Setau Mang Dakjal sih udah neng. Soalnya tadi juga udah banyak yang bubar."

(Namakamu) menepuk jidatnya, "Yah Mang kenapa gak ditahan dek Aya nya."

"Aduh maaf atuh neng Mang Dakjal teh gak tau."

(Namakamu) menghela nafas kemudian mengerucutkan bibirnya. Jika sudah begini, ia harus mencari di pinggir jalan agar menemukan adiknya yang nakal itu. Padahal tadinya (Namakamu) ingin lanjut mencari kak Iqbaal.

"Yaudah mang, (Namakamu) pergi dulu ya. Jangan lupa rawat Barbie nya jangan sampe jerawatan." (Namakamu) terkekeh kemudian berjalan meninggalkan area TK Pelangi.

Mang Dakjal terkekeh seraya menggelengkan kepalanya. Ia kenal betul, gadis itu memang pandai sekali dalam menerbitkan tawa orang lain. Selama dirinya kenal dengan gadis itu, rasa bersyukur tak pernah ia hilangkan dari hidupnya. Karena baginya (Namakamu) itu teman sekaligus anak angkatnya. Bahkan gadis lucu itu tak pernah malu jika bertemu atau sekadar berbincang dengan dirinya. Padahal jika dilihat, gadis itu termasuk orang berada. Sedangkan dirinya hanya penjual mainan. Baik hati sekali bukan gadis itu?

Ketua Geng [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang