BAB 65

144 16 2
                                    

"Mencoba memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan kamu."

***

Samuel memasukan semua barang-barang miliknya ke dalam koper. Ia sudah membuat keputusan yang bulat. Samuel akan pergi bersama dengan Kanna.

Samuel tidak perduli apa pendapat orang lain tentang dirinya. Walau bagaimanapun ia harus mempertahankan Kanna. Samuel tidak ingin kehilangan orang yang amat berharga lagi.

"Samuel!" Tama masuk ke dalam kamar Samuel dengan perasaan marah. "Kamu mau ke mana?"

Samuel tidak menghiraukan Tama, ia tetap membereskan barang-barangnya. "Samuel, hentikan!" teriak Tama.

Kemudian Tama melempar koper milik Samuel dengan kasar. "Apa kamu gila?"

Samuel menatap Tama. "Kenapa? Apa salah aku mempertahankan orang yang aku cintai?"

Tama menampar pipi Samuel dengan keras. Laras dan Marchel yang melihatnya terkejut.

"Tama!" Laras berdiri di tengah-tengah Samuel dan Tama. "Kamu gila!"

Samuel menatap Tama dingin, begitu pula dengan Tama. Keduanya kembali memancarkan aura panas.

"Aku bukan Papah yang gak bisa mempertahankan orang yang Papah cintai!" ucap Samuel. "Aku kehilangan Mamah karena Papah!"

Laras menatap Samuel. "Kamu ngomong apa sih Samuel, masalah itu sudah selesai."

Samuel menatap Laras. "Itu semua memang sudah selesai, tapi aku gak bisa ngelupain kejadian di mana Papah memilih melepaskan Mamah."

Samuel belum sepenuhnya melupakan kejadian empat tahun lalu. Walau dia tahu siapa pelakunya, tapi Samuel tetap terluka akan perbuatan Tama.

Kejadian di mana Lisa sedang kritis, namun Tama meminta kepada dokter untuk melepaskan alat-alat yang menempel pada tubuh Lisa.

Lisa bisa saja bertahan jika Tama tidak melepaskan semua alat bantu pada tubuhnya. Mungkin saat ini Samuel masih bersama dengan Lisa jika Tama tidak melakuka hal tersebut.

"Kenapa, Pah? Kenapa Papah melepaskan Mamah begitu saja?" tanya Samuel. "KENAPA?"

Tama menatap seorang wanita yang tengah tertidur pulas dengan alat-alat yang menempel pada tubuhnya.

Hatinya terluka melihat penderitaan yang dialami Lisa. Tama tidak sanggup melihat betapa susahnya Lisa saat itu.

Dokter sudah mengatakan kemungkinan Lisa akan hidup sangat kecil. Tama tidak dapat membayangkan bagaimana Samuel akan menghadapi semua ini.

Ini salahnya yang tidak bisa menjaga Lisa dengan baik. Lisa mengalami ini semua karenanya. Tama tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

"Tuan Tama," panggil seorang dokter yang merawat Lisa.

"Iya, dok?"

"Ada yang ingin saya bicarakan, mari kita bicara di ruangan saya." Tama mengangguk setujuh.

Sesampainya di ruangan, dokter belum mengatakan apa-apa. Tama cukup penasaran dengan kondisi Lisa.

"Bagaimana dengan kondisi istri saya?"

Dokter menghela napas. "Begini, kecelakaan yang dialami oleh istri anda sangat parah hingga mengakibatkan retaknya bagian belakang kepala."

"Lalu bagaimana dokter?" Tama menunggu jawaban dokter dengan cemas.

"Kami sudah berusaha sejauh ini untuk pasien, tapi sangat disayangkan."

Tama berdiri sebelum mendengarkan perkataan dokter selanjutnya. "Saya permisi."

TENEBRIS Where stories live. Discover now